Bab 6
Malam itu, Yura pulang sangat larut. Begitu tiba di depan rumah, matanya langsung menangkap sosok Carlton yang berdiri di depan pintu gerbang.
Ekspresinya gelap, sepertinya sedang menunggunya. Begitu Yura mendekat dan hendak bertanya apa yang terjadi, Carlton langsung melontarkan tuduhan dingin.
"Yura, bisakah kamu berhenti terus-terusan menyasar Shania? Kalau kamu nggak suka padanya, katakan langsung, nggak perlu sampai mengganggunya di studio tari."
Mendengar kata-katanya, rasa lelah Yura langsung tergantikan oleh gelombang emosi yang rumit. Sedih, kecewa, dan tak berdaya.
Tanpa perlu menebak, Yura tahu pasti Shania sudah membumbui cerita di depan Carlton.
Dia juga tidak menjelaskan lagi, hanya menghindarinya dan kembali ke kamar.
Sejak saat itu, Yura mulai lebih longgar terhadap Shania.
Hal ini membuat Shania semakin sombong. Setiap hari, dia hanya datang ke studio tari untuk absen, lalu pergi begitu saja.
Beberapa anggota lain merasa kesal dan ingin menegurnya, tapi Yura menghentikan mereka sambil menggelengkan kepala. "Ini hidup Shania sendiri. Kalau dia gagal dalam ujian tari, dia akan dikeluarkan dari grup. Ini tanggung jawabnya sendiri," kata Yura.
Lagi pula, saat ini dia tidak punya waktu lagi untuk mengurus Shania.
Yura mengira semuanya akan berakhir di situ. Namun, dia sama sekali tidak menyangka bahwa Carlton akan mendatanginya dan memintanya untuk menyerahkan posisi penari utama kepada Shania.
Awalnya, Yura tidak langsung bereaksi. Namun, ketika Carlton mengulang pertanyaannya,
Yura akhirnya menatapnya, matanya dipenuhi kemarahan yang dingin, "Kamu bilang aku harus menyerahkan posisi penari utama kepada Shania?"
Yura berusaha keras mengendalikan emosinya, tetapi tetap tidak bisa menyembunyikan getaran dalam suaranya.
Carlton tidak menyadari perubahan dalam diri Yura. Dia hanya berkata dingin, "Dia kan kakak iparmu. Lagi pula, ini cuma posisi penari utama, apa begitu penting?"
"Cuma posisi penari utama?" batin Yura.
Yura tidak bisa lagi menahan emosinya.
"Carlton, lima tahun lalu, saat kamu tahu aku suka menari, kamu yang mengajakku les tari dengan guru terbaik."
"Empat tahun lalu, saat aku memenangkan piala juara pertama, kamu yang nggak bisa tidur semalaman karena bahagia."
"Tiga tahun lalu, saat aku menjadi penari utama dan diasingkan oleh anggota lain, kamu yang mendukungku, menyemangatiku untuk terus mengejar mimpi dan nggak peduli pada pandangan orang lain."
"Dan sekarang, kamu memintaku untuk menyerahkan posisi penari utama yang sudah kususun selama setahun kepada Shania! Kamu tahu betul apa arti tari bagiku!"
Yura mengepal tangannya erat-erat, suaranya bergetar menahan tangis
Melihat wajah Yura yang basah karena air mata, hati Carlton seperti diremas. Dia teringat dengan studio tari yang selalu terang benderang, pada gadis kecil yang terus terjatuh dan bangkit lagi.
Tangannya mengepal erat, tetapi akhirnya Carlton tidak berkata apa-apa. Dia hanya diam dan pergi meninggalkan Yura sendirian.