Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 19

Alice sedikit memiringkan kepala dan asbak itu hanya menyentuh telinganya sebelum jatuh ke lantai dengan suara keras dan pecah berkeping-keping. Amel gemetar ketakutan, lalu melemparkan pandangan khawatir ke arah Alice. Setelah memastikan Alice tidak terluka, dia memohon kepada Carlo, "Carlo, tenanglah. Bicarakan baik-baik, jangan pukul Alice." "Minggir! Kalau hari ini aku tidak menghajarnya, dia tidak akan tahu siapa ayahnya!" maki Carlo lalu menendang Amel hingga terjatuh ke tepi meja. Lalu, dia mengambil sabuk yang sudah disiapkan dan menghantam karpet dengan keras di depan kaki Alice. "Berlutut!" perintah Carlo. Alice melihat Amel yang tergeletak di lantai dengan alis mengernyit. "Ayah, tenanglah," kata Silvi yang mencoba menenangkan Carlo. Lalu, dia beralih ke Alice dan berkata dengan nada sok bijak, "Alice, berlututlah dan minta maaf pada Ayah. Aku yakin kamu tidak sengaja bolos ujian. Jelaskan dengan baik, Ayah pasti akan memaafkanmu." "Siapa bilang aku bolos ujian?" tanya Alice, suaranya dingin dan tatapannya tajam menatap wajah Carlo dan Silvi. Silvi merasa sedikit gugup di bawah tekanan tatapan dingin Alice. Namun, dia segera mengingat bahwa Alice hanyalah gadis dari desa terpencil, tidak ada yang perlu ditakuti, gadis itu pasti hanya pura-pura kuat. "Kalau kamu tidak bolos, kenapa kamu menutup telepon dan mematikan ponselmu? Satu sore penuh tidak ada yang bisa menemukanmu!" teriak Carlo. Saking marahnya, dia mengangkat sabuknya untuk memukul Alice. Alice baru saja hendak menangkap sabuk itu ketika tiba-tiba, sebuah bayangan melompat di depannya, melindunginya dari pukulan sabuk tersebut. Amel menerima pukulan itu, alisnya mengernyit kesakitan, tetapi dia tidak mengeluh. Dengan mata penuh perhatian, dia bertanya, "Alice, kamu baik-baik saja?" Alice menopang Amel yang hampir terjatuh. Di dalam hatinya, dia merasa tersentuh. Sejak ibu angkatnya meninggal, dia menutup hatinya, menjadi dingin dan tidak peduli pada dunia ini. Dan di dunia ini, selain neneknya, tidak ada orang lain yang melindunginya seperti itu … "Carlo, jangan pukul Alice. Jika kamu ingin memukul, pukul aku saja," kata Amel sambil melindungi Alice di belakangnya, memohon kepada Carlo. Carlo tidak menyangka Amel akan melindungi Alice dari pukulan sabuk dan sejenak dia merasa sedikit menyesal telah menggunakan sabuk ini. Namun, Carlo berpikir bahwa jika hari ini dia tidak memberi pelajaran pada Alice, dia tidak akan dihormati di rumah ini sebagai kepala keluarga. "Minggir! Atau aku akan memukulmu juga!" teriaknya dengan marah. Silvi juga tidak menyangka Amel akan begitu melindungi Alice, itu membuatnya merasa sangat iri. Meskipun Amel memiliki kedudukan rendah di keluarga Amarta, dia tetaplah istri resmi keluarga. Silvi tidak suka melihat keluarga Amarta baik pada Alice, karena semua perhatian itu seharusnya miliknya! "Alice, sampai saat ini, sebaiknya kamu tidak berbohong lagi," kata Silvi dengan nada seolah-olah peduli. "Bu Miley tidak menemukanmu di ruang ujian, jadi dia menghubungi Ayah. Sekarang, semua orang di forum sekolah sudah membicarakan hal ini, menciptakan banyak rumor. Ini buruk untuk reputasi keluarga kita. Sebaiknya kamu jelaskan saja dengan jujur, agar Ayah bisa memikirkan cara untuk mengatasi masalah ini," lanjut Silvi. Meskipun kelihatannya Silvi memberi nasihat dengan baik hati, kata-katanya terus-menerus mengingatkan Carlo tentang isu Alice yang bolos ujian yang telah menyebar di forum Akademi Veritas. Semua orang mencemooh keluarga Amarta dan Alice. Tidak heran, besok seluruh kota akan tahu tentang kabar ini. Carlo sangat peduli dengan reputasi dan hal yang paling tidak bisa diterimanya adalah seseorang mempermalukan keluarga Amarta. "Aku yakin kamu memang berniat mempermalukan keluarga ini!" teriak Carlo sambil mengangkat sabuknya lagi. Amel berusaha melindungi Alice lagi, tetapi kali ini Alice menghentikannya. Dengan sigap, Alice mengangkat tangan kirinya dan menangkap sabuk yang melayang ke arahnya sambil berkata, "Tunggu sampai hasil ujian diumumkan besok, rumor itu akan hilang dengan sendirinya." "Kamu bicara begitu mudah! Kenapa kamu bolos ujian?" bentak Carlo, lalu dia melanjutkan, "Besok pagi, kamu ikut aku ke Veritas dan minta maaf secara resmi pada pihak sekolah!" Alice terdiam. Berapa kali lagi dia harus menjelaskan bahwa dia tidak bolos ujian? Carlo beralih kepada Silvi dengan nada yang lebih lembut, "Silvi, kamu hubungi Pak Ricky dan minta dia membantu agar departemen promosi Veritas menghapus semua postingan itu." Ricky Gunawan adalah tunangan Silvi. Ibunya adalah anggota cabang keluarga Cavali, yang merupakan salah satu dari empat keluarga terkemuka. Karena itu, keluarga Gunawan memiliki pengaruh yang signifikan di kota ini. Dengan Ricky yang turun tangan, departemen promosi sekolah pasti akan memberi sedikit kelonggaran. "Baik, Ayah," jawab Silvi dengan sikap patuh, meski dalam hatinya dia tertawa licik. Dia yakin besok reputasi Alice akan hancur total dan tidak akan bisa menjalani kehidupan yang baik di kota ini lagi. Keluarga Amarta pasti akan lebih memikirkan reputasi mereka dan tidak akan pernah mengakui Alice sebagai putri kandung. … Keesokan paginya. Carlo dan Silvi tiba di kantor kepala sekolah, di mana Pak Andy dan Miley sudah menunggu. "Ayah, ini Pak Andy dan ini Bu Miley, wali kelasku semester ini," kata Silvi memperkenalkan. "Pak Andy, aku sudah lama mendengar namamu," sapa Carlo dengan senyuman yang hangat sambil menjulurkan tangannya untuk berjabat tangan. "Halo," jawab Pak Andy dengan ramah lalu melanjutkan, "Kamu adalah ayah Silvi, jadi juga wali dari Alice, 'kan?" Carlo langsung mengerti maksudnya. Ricky sudah mengatur semuanya. Carlo pun mengambil amplop putih tebal dari saku celananya dan menyelipkannya ke tangan Pak Andy. "Pak Andy, aku minta maaf atas ketidaknyamanan yang disebabkan oleh anak angkatku. Mohon pengertiannya," ujar Carlo. Pak Andy menerima amplop itu dan langsung tahu apa yang harus dilakukan. Banyak orang tua yang berharap guru memperhatikan anak mereka lebih dengan memberikan suap. Namun, di Akademi Veritas, menerima suap adalah pelanggaran yang serius, apa lagi ini adalah siswa yang mendapat perhatian khusus dari kepala sekolah. "Pak, memberikan suap adalah tindakan ilegal," kata Pak Andy dengan tegas sambil mengembalikan amplop itu. Carlo tidak menyangka amplop itu ditolak, amplop itu jatuh ke lantai dengan bunyi "plop" yang menunjukkan betapa tebalnya isinya. Suara itu menarik perhatian semua orang di ruangan. Sontak, wajah Carlo memerah karena malu. Dia sangat peduli dengan reputasi dan saat ini rasanya seperti ditampar di depan umum. Dia memandang Silvi dengan marah dan kecewa. "Bukankah sudah diatur oleh Ricky?" pikir Carlo di dalam hati dan disampaikan melewati tatapannya pada Silvi. Silvi terkejut dengan tatapan marah Carlo, merasa situasinya tidak sesuai dengan yang diharapkannya. "Tumben ramai di sini?" Tiba-tiba, sebuah suara terdengar dari pintu. Alice masuk dengan tenang.

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.