Bab 21
Hendry menyerahkan kartu platinumnya pada Leira, lalu segera mengangkat telepon dari kantor. Dia harus bergegas pergi.
Namun, sebelum melangkah keluar, dia tak lupa memeluk adiknya dan berbisik lembut, menenangkan hati sang adik, kemudian bergegas pergi.
Leira menatap kartu platinum di tangannya, hatinya campur aduk.
'Jadi, begini rasanya dihujani kasih sayang keluarga?'
'Begini rasanya dicintai, dipedulikan, dan dimanjakan seseorang dari keluarga sendiri?'
'Terasa aneh sekali.'
'Tapi … hatiku hangat.'
'Lalu ... senang juga.'
Leira lekas menundukkan kepalanya, berusaha menyembunyikan air mata yang mulai menggenang di sudut matanya.
Sementara itu, Zarren si pria kurang peka, justru berkomentar sambil mendengus, "Huh, si Hendry memang nggak mengerti perasaan wanita. Saat-saat begini, seharusnya dia mengajakmu jalan-jalan ke mal, biar bisa memborong setengah isi toko. Kalau begitu, pasti bisa membuatmu senang."
Sembari menyimpan kembali kartu platinum pemberian kakaknya, Leira tersenyum tipis dan menjawab lembut, "Aku nggak butuh hal-hal itu, begini saja sudah cukup."
Sejujurnya, kalau Hendry benar-benar memanjakan dirinya seperti saran Zarren, Leira mungkin merasa lebih canggung dan tidak nyaman.
Tak lama kemudian, seorang pelayan menyajikan sarapan di depan Leira. Sementara itu, Zarren, yang duduk di sampingnya, melihat dengan saksama saat wanita itu mulai menyantap makanan.
Di lantai atas, terdengar samar suara Werdi dan sang istri sedang berusaha menenangkan Rissa.
"Rissa, kamu itu putri tercantik dan termanis di dunia. Kamu selalu menjadi kesayangan Ayah dan Ibu."
"Dulu sampai sekarang, kamu anak yang kami sayang selamanya."
"Cinta kami buatmu nggak akan pernah berubah."
"Anak manis, jangan menangis lagi, ya. Ayah sama Ibu nggak tega lihat kamu menangis begitu."
Zarren mendengus kesal mendengar kata-kata manis itu. "Cuih, sumpah, kenapa dulu aku nggak sadar kalau Rissa ternyata pick me banget, ya?"
Padahal, ibu kandung Rissa yang menukar kedua anak tersebut, membuat Leira harus menanggung penderitaan lebih dari 20 tahun.
Bukannya merasa bersalah atau mencoba menebus kesalahannya pada Leira, Rissa malah berusaha merebut seluruh kasih sayang keluarga Candrawira.
Rissa pun sudah memperoleh apa yang bukan berhaknya, tetapi masih saja berlagak bahwa Leira yang merebut segalanya dan merasa dirinya sebagai korban paling tersakiti.
"Kak Leira, kamu nggak kesal?" tanya Zarren penasaran. Dia sudah marah dan geram dengan situasi ini sebagai penonton, apalagi Leira.
"Nggak, kok."
"Rissa itu anak emas, kesayangan semua orang. Wajar saja mereka semua sayang padanya."
Kemudian, Leira menatap Zarren dengan sorot mata yang aneh.
Seketika, bulu kuduk Zarren terasa berdiri. "Ah, Kak Leira, jangan tatap aku begitu! Aku takut, nih!"
Zarren refleks menoleh ke belakang, tak ada apa pun di sana.
Anehnya, justru karena tak ada apa-apa, Zarren makin takut.
"Kak Leira, jangan menakutiku! Aku penakut, tahu!"
Leira tertawa kecil, lalu mengutarakan rasa ingin tahunya, "Dulu, berarti kamu nggak merasa Rissa pick me, ya?"
Zarren terdiam sejenak.
Padahal, di kepalanya sudah terbayang berbagai adegan seram dari tatapan aneh Leira tadi. Namun, Leira hanya penasaran dengan hal seperti ini?
"Nggak. Dulu, Rissa nggak begitu. Anaknya lembut, ramah, cantik, dan baik ke semua orang. Bahkan, semua teman-temanku suka sama dia."
Kalau dipikir-pikir, Zarren juga merasa aneh.
Sebenarnya, kejadian seperti hari ini sudah sering terjadi, bahkan polanya selalu sama.
Namun, dulu, Zarren sama dengan pasangan keluarga Candrawira. Siapa pun yang membuat Rissa sedih, akan dianggap bersalah dan harus membayar.
Apakah selama ini Zarren benar-benar sebodoh itu?
Bisa-bisanya dia tak sadar kalau Rissa seorang wanita pick me dan licik yang berpura-pura polos?
Leira bertanya kepada Sistem dalam hatinya, "Sebenarnya, ada apa dengan Rissa? Dia anak kesayangan semua orang, 'kan? Jangan-jangan wajah aslinya sudah mulai terkuak?"
Sistem menjawab, "Kasus Rissa cukup unik. Nanti, saat waktunya tiba, kamu pasti akan mengerti."
Leira kembali berkata, "Kalau tebakanku benar, orang-orang pasti akan berhenti melihatnya penuh kekaguman."
Sistem terdiam sejenak, lalu membalas, "Mohon maaf, Sistem menolak untuk menjawab pertanyaan bersifat spekulatif."