Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 8

Dari seberang telepon terdengar tawa meledek. Nadira menundukkan kepala. Mata indah nan jernih miliknya memikirkan sesuatu. Melalui pengamatannya, Nadira berkata, "Dia mungkin cukup kaya." Yovita memicingkan mata. "Kalau katamu dia kaya, berarti dia benar-benar kaya. Di Rovelia juga ada empat keluarga kaya. Lionel, Gunady, Salim, dan Lazuardi. Inisialnya pasti salah satu dari mereka. Entah keluarga Lazuardi atau Lionel. Kamu sudah pernah bertemu dua putra keluarga Lazuardi, sedangkan keluarga Lionel lebih misterius, terhormat, dan punya banyak pewaris. Kamu juga kenal beberapa di antaranya, 'kan?" "Ya." Nadira mengangguk. Dia sering menghadiri berbagai pesta, lalu bertemu para pewaris keluarga Lionel. Namun, tidak satu pun penampilan dan aura mereka persis seperti pria di rumahnya ini. "Penyelundup? Bos mafia?" Yovita mulai melantur. Nadira malas mendengarkan, sehingga dia menunduk seraya membaca berita. Berita pemakaman yang sempat dihapus kembali mencuat, bahkan makin heboh. Dia tersenyum tipis. "Yovita, itu kerjaanmu, ya?" "Ya, dong. Ini keahlianku. Aku memang anak orang kaya, tapi aku lebih suka melawan keluarga Winata dengan teknologi!" Nadira merasa tidak berdaya. Dia tahu, Halim tidak akan berhenti sampai di situ saja. Dia lelah. Setelah mengobrol sebentar dengan Yovita, dia bersiap untuk mandi. Saat itu juga, pria itu masuk. Nadira kaget. Dia pikir, mereka akan tidur terpisah malam ini. Dia menatap pria tinggi yang terlihat angkuh itu dengan waspada. "Pak, kenapa masuk kemari?" Pria itu membuka kancing berlian pada kemeja-nya. Dahinya mengernyit tipis saat mencium wangi yang memenuhi kamar tidur utama. "Kamu terlalu wangi." Nadira terdiam. "Lagi pula, ini kamarku," ujarnya menaikkan alis. Wanita itu hanya bisa tertegun. Nadira memeluk piamanya dan langsung berniat lari keluar. Saat Nadira membungkuk untuk mengambil ponsel di samping tempat tidur, layar ponsel tersebut kebetulan menampilkan obrolan WhatsApp dengan Yovita. Tanpa sengaja, dia membuka video yang dikirim Yovita. Video itu diberi label sebagai "materi". Nadira kira, itu tentang desain perhiasan. Tiba-tiba, justru terdengar suara-suara aneh! Nadira buru-buru melihat ke layar, wajahnya langsung bersemu. 'Kamu kirim apa ke aku, sih, Yovita?' batin Nadira. Nadira ingin buru-buru menutupnya, tetapi dia salah tekan karena panik dan volumenya makin keras. Pria itu berdiri di sana dengan kedua tangan di saku sambil melemparkan tatapan ingin tahu. Rasanya, Nadira ingin langsung menghilang saja. Di tengah paniknya, dia malah menyelipkan ponsel ke tempat tidur pria itu dan menutupinya dengan selimut. Dia menutup sekuat tenaga, tetapi suara penuh gairah itu tidak bisa dia tutupi. Suasana berubah canggung. Pria itu pun menghampiri Nadira dengan senyum nakal di wajahnya. Melihat ujung hidung Nadira yang merah karena malu, dia menelan ludahnya susah payah dan bertanya, "Nyonya Nadira, apa yang sedang kamu tonton di ranjangku?" "Nggak ada, bukan apa-apa! Cuma materi tentang perhiasan!" Nadira buru-buru mencari alasan sambil menekan selimut erat-erat. Wajahnya sudah semerah tomat, membuatnya terlihat seperti anak ayam yang kecil dan kebingungan. Pria itu tersenyum tipis, alisnya terangkat menggoda. "Karena itu materi tentang perhiasan, bagaimana kalau kita lihat sama-sama?" Mengapa dia bisa sejahat ini? Rasanya, pria itu sudah tahu segalanya! Nadira pun menolak. Dia mendongak dengan mata berkaca-kaca karena malu dan marah, begitu canggung saat beralasan, "Sudahlah, bos perhiasan macam kamu pasti nggak akan mengerti …" Wajah pria itu, yang biasanya tenang dan tegas, tiba-tiba membeku. Napasnya sedikit terengah-engah, tetapi wajah polos Nadira yang tengah berbohong itu terlihat agak lucu. "Kamu salah. Aku sangat paham." Pria itu tertawa kecil dengan suara berat yang menggoda. Perlahan-lahan, dia memasukkan tangan ke bawah selimut, tubuhnya menunduk, lalu berbisik ke telinga Nadira yang sudah merah. "Nyonya Nadira kelihatan sangat fokus mengamati hal-hal yang kusampaikan di ruang kerja tadi. Makanya kamu sudah mulai belajar, ya? Eksekusi yang bagus." Apa-apaan ini? Dia tidak belajar apa-apa! Kesalahpahaman pria itu membuat Nadira benar-benar tidak tahu harus berkata apa. Untungnya, dia membantu mematikan ponsel itu dan mengembalikannya ke tempat tidur. "Ibu masih di sini malam ini. Kamu tidur di ranjang, aku di sofa," ujar pria itu dengan suara paraunya yang biasa. Nadira melirik tempat tidurnya yang sepi dan dingin, merasa canggung untuk tidur. Dia sangat ingin menangis, tetapi tidak bisa. Dia mengambil ponselnya dan bersembunyi di kamar mandi. Dia hanya ingin minta pertanggungjawaban kepada Yovita. Yovita mengirim pesan. "Hehe, kamu sudah lihat videonya belum? Aku pikir, suami misteriusmu, entah dia manusia atau bukan, paling nggak dia kaya. Meski ini pernikahan kontrak, tapi statusmu sebagai sosialita sudah nggak seperti dulu! Nadira, kamu harus belajar beberapa 'keahlian' biar bisa mandiri. Siapa tahu dia orang penting banget. Paling nggak, dia juga pasti bos geng atau semacamnya!" 'Belajar keahlian apa, lah. Memang si bodoh ini.' Nadira langsung memblokir Yovita dengan kesal. Setelah beberapa saat, dia diam-diam keluar. Hanya tersisa satu lampu kecil sebagai penerangan kamar tidur. Pria itu duduk di sofa dengan mata tertutup, topengnya pun tetap terpasang. Nadira terdiam sejenak sembari menatap topeng itu. Tiba-tiba, dia ingin mengulurkan tangan dan mencari tahu siapa pria ini sebenarnya … Saat itu, terdengar suara mencurigakan dari luar pintu. Pasti itu ibu mertuanya. Nadira takut membangunkan pria itu. Jadi, dia buru-buru naik ke tempat tidur. Dalam kegelapan, mata pria itu pelan-pelan terbuka. Dia menatap wanita yang sedang berbaring di tempat tidur. Saat ini, dia merasa keadaannya sangat baik. Dia menderita penyakit sulit tidur hingga sering kali mengalami halusinasi dan tidur sambil berjalan. Sudah lama dia tidak bisa tidur nyenyak. Beberapa tahun lalu, ada seseorang yang menyelamatkannya dan menyembuhkannya, tetapi penyakit itu kambuh lagi. Namun, ketika Nadira masuk ke mobilnya malam itu, dia tiba-tiba bisa tertidur nyenyak. Malam ini, sama seperti malam sebelumnya. Dia bisa tidur sejenak selama wanita itu ada di dekatnya. Pria itu mengamati gadis itu dengan tatapan penuh rasa ingin tahu di matanya yang gelap. … Esok paginya, Nadira terbangun oleh telepon Yovita. Suara Yovita terdengar panik. "Nadira, keluarga Winata sudah tahu kamu hamil!" Mata indah Nadira masih setengah terpejam, tetapi pikirannya bekerja lebih cepat. Bisa dia bayangkan bagaimana berita ini akan menghiasi berbagai halaman utama surat kabar … Benar saja, berita yang dikirim Yovita menunjukkan bahwa opini publik sudah berbalik drastis. Keluarga Winata mulai menyebar tuduhan yang bisa menjatuhkan namanya, lengkap dengan "bukti" yang mereka buat. Mereka bilang, Nona Nadira sedang hamil dua minggu dengan dugaan diperkosa penculik di pegunungan hingga menderita trauma mental yang parah! Halim Winata mengungkapkan, Nadira sudah lama menderita gangguan saraf dan harus konsumsi obat-obatan tanpa henti. Karena kesehatannya tidak memungkinkan untuk bekerja, dia telah membuat surat wasiat sejak jauh-jauh hari. Keluarga Winata juga mempublikasikan surat wasiat yang ditandatangani sendiri oleh Nadira! … Nadira memejamkan matanya pasrah. Kemarin, mereka gagal menjebloskannya ke penjara. Hari ini, mereka mencoba memfitnahnya dengan tuduhan kehamilan yang menyebabkan trauma mental, sehingga dia dianggap tidak layak mengelola Ruby Jewelry. Pernyataannya saat upacara pemakaman kemarin juga dianggap sebagai omong kosong. Mereka juga memoles foto dari Kantor Catatan Sipil kemarin yang menunjukkan Sabrina dan Yohan, membuat keduanya terlihat tidak bersalah. "Nadira, tanda tangan di surat wasiat yang digunakan untuk mengganti nama pemilik Ruby Jewelry itu benar-benar tanda tanganmu?" Nadira memperbesar bagian tanda tangan, kembali mengingat dengan hati yang sudah mati rasa. "Sebelum semua ini terjadi, Yohan memintaku untuk tanda tangan surat kosong. Dulu, aku begitu percaya pada mereka sampai nggak pernah terpikir kalau dia akan menggunakannya buat mencuri perusahaanku!" "Sekarang, perusahaan sudah sah milik Sabrina. Dia sudah menjadi pemegang saham terbesar kedua. Dia menikmati kerja kerasmu, tidur dengan priamu, bahkan memfitnahmu sebagai wanita gila! Keluarga Winata benar-benar ingin menghancurkanmu sampai habis!" Yovita menggertakkan giginya dengan marah. Nadira tertawa sinis. "Mereka pikir semudah itu bisa duduk di singgasanaku, ya? Ada rapat pemegang saham Ruby Jewelry hari ini. Jelas-jelas aku belum mati, kenapa surat wasiat bisa berlaku?" Yovita kembali bersemangat setelah mendengarnya. "Benar juga! Ayo, Nadira. Kacaukan acara mereka!"

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.