Bab 107
Melihat wajahnya yang bertopeng, Nadira merasa sangat marah hingga hampir tidak bisa bernapas.
Tiba-tiba, dia seolah-olah tersadar. Sekarang dia seperti seorang anak nakal, yang tidak bisa memilih kata-kata dan terus-menerus menyindir pria itu. Bukankah ini justru membuktikan bahwa dia sangat peduli dan cemburu? Tidak, dia seharusnya bersikap tenang. Dia pernah bilang akan menjaga jarak, lalu untuk apa harus semarah ini?
Dia berusaha menahan amarahnya. Wajah kecilnya terlihat dingin dan berpura-pura tenang. Lalu, dia tersenyum dan berkata, "Bagaimana mungkin aku marah? Nggak mungkin, ini hanya pernikahan palsu. Kalaupun sekarang Tuan L mau membawa kekasihmu menginap di hotel, aku akan bertepuk tangan!"
Kehangatan pria itu seketika menjadi dingin. Dia menatap wajah kecilnya yang keras kepala dan berkata, "Kamu serius?"
"Iya," ucap Nadira sambil tertawa.
"Kalau begitu, jangan menyesal!"
Lestari tersenyum dan datang pada waktu yang tepat. Lalu, dia berkata, "Kakak Ketiga?"
"Lestari, teman
Klik untuk menyalin tautan
Unduh aplikasi Webfic untuk membuka konten yang lebih menarik
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda