Bab 3
Sofia, dia tidak mungkin berselingkuh dengan Arman, 'kan?
Tidak mungkin!
Thalia buru-buru menepis pemikiran tersebut.
Belum lagi selama lima tahun menikah, Thalia tidak pernah membawa Arman bertemu dengan sahabatnya itu.
Dengan penampilan dan latar belakang keluarganya, apa mungkin Sofia akan tertarik pada pria tidak berguna seperti Arman?
Meskipun Keluarga Wiratama tidak bisa dianggap sebagai keluarga kaya raya di Kota Setala, mereka tetap dianggap sebagai keluarga yang ternama.
Arman pasti mengambil jepit rambut kupu-kupu ini di suatu tempat atau mencurinya!
Lagi pula, pria ini bisa berfantasi tentang begitu banyak wanita cantik yang menulis surat cinta untuknya. Jadi, hal memuakkan apa lagi yang tidak bisa dia lakukan?
Namun, untuk berjaga-jaga, Thalia tetap memutuskan untuk menghubungi Sofia dan menanyakan apa yang terjadi secara tidak langsung.
Hanya Thalia yang boleh menyelingkuhi Arman. Arman sendiri tidak boleh menyelingkuhi Thalia.
Thalia menelepon Sofia, tetapi ternyata tidak ada yang menjawabnya.
"Kok nggak ada yang mengangkat teleponnya?"
Thalia mengerutkan kening.
Memikirkan hal ini, Sofia seharusnya sedang sibuk di kantor.
Oke. Nanti saja ditanyakan lagi.
Thalia sudah berjanji pada Tuan Muda Chris untuk menemaninya pergi ke Grup Yaksa, untuk mendiskusikan sebuah proyek. Setelah itu, mereka akan pergi makan malam bersama. Jadi, Thalia harus berdandan dan bersiap-siap.
Thalia meletakkan ponselnya. Dia juga mengembalikan jepit rambut itu ke dalam kotaknya. Baru setelah itu, Thalia pergi ke meja rias untuk berdandan.
...
Jam setengah tiga sore.
Arman mengendarai Maybach dan pergi ke Grup Yaksa.
Melihat gedung perkantoran yang menjulang tinggi di hadapannya, perasaan familier tetapi asing muncul di hati Arman.
Dalam lima tahun banyak yang berubah, termasuk perusahaan.
Lantaran alasan inilah, Arman sengaja datang setengah jam lebih awal. Dia ingin melihat seperti apa perusahaannya sekarang.
Dengan perasaan penuh haru, Arman memasuki pintu gerbang perusahaan.
Lobi masih dengan tata letak yang sama. Hanya saja lebih besar dari sebelumnya.
"Hadi itu ternyata punya hati juga."
Arman tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Dia bersiap untuk berjalan-jalan di sekitar lobi tersebut.
Ting.
Tiba-tiba saja, pintu lift yang tidak jauh dari Arman terbuka.
Seorang pria dan seorang wanita keluar keluar dari lift sambil mengobrol dan tertawa.
Pria itu mengenakan setelan jas berwarna biru tua. Rambutnya disisir ke belakang. Dia mengenakan kacamata berbingkai emas. Sepertinya pria itu berusia sekitar 27 atau 28 tahun.
Si wanita mengenakan rok lipit biru. Rambutnya diikat tinggi. Dia mengenakan riasan halus di wajahnya.
Wanita itu adalah Thalia.
"Tuan Muda Chris, kamu benar-benar hebat. Kamu bahkan bisa menangani orang sehebat Pak Alvaro. Kalau kamu bisa menandatangani kontrak ini, harusnya kamu bisa mendapatkan keuntungan paling sedikit ratusan miliar."
"Hehe, aku dan Pak Alvaro ini teman lama. Urusan proyek, hanya butuh satu kata saja dariku."
"Tuan Muda Chris, apa kamu punya waktu luang dalam dua hari kedepan?"
"Kenapa?"
"Ibuku selalu ingin bertemu denganmu. Dia ingin mengundangmu makan di rumah kami."
"Haha. Oke. Bibi sangat baik."
Chris tersenyum sopan.
"Hmm, aku akan memberi tahu ibuku nanti."
Thalia mengerucutkan bibirnya dengan anggun. Dia menunjukkan kehangatan dan kelembutan yang belum pernah ditunjukkannya pada Arman Lambardi saat berurusan dengan Chris Sagara.
Semua itu kebetulan dilihat oleh Arman.
Akan tetapi, Arman tetap terlihat acuh tak acuh.
Pada titik ini.
Thalia dan Chris yang baru saja sampai di depan pintu perusahaan, tiba-tiba saja bertemu dengan Arman.
Thalia menatap Arman dan mengerutkan kening dengan penuh penghinaan. "Arman, kenapa kamu ada di sini?"
"Kalau kamu bisa ada di sini, kenapa aku nggak bisa?"
Arman menatap Thalia dengan acuh tak acuh.
Dunia ini benar-benar kecil.
"Haha!"
Thalia tersenyum sinis, "Aku datang kemari untuk menemani Tuan Muda Chris membicarakan masalah proyek, tapi kamu? Apa kamu datang kemari untuk melamar pekerjaan sebagai penjaga keamanan? Atau, kamu masih nggak bisa melepaskan diriku, sehingga kamu datang memohon padaku untuk rujuk? Aku beri tahu padamu ya, itu semua nggak mungkin!"
"Mencarimu untuk rujuk?"
Arman tersenyum dingin dan berkata, "Pikiranmu ke mana-mana. Aku hanya kembali ke perusahaanku sendiri."
"Kembali ke perusahaanmu sendiri?"
Namun, Thalia malah seakan sudah mendengar lelucon yang sangat lucu. Dia menatap Arman dengan tatapan merendahkan. "Apa kamu mau aku memberitahumu? Ini adalah Grup Yaksa. Grup nomor satu di Kota Setala, dengan nilai pasar sebesar 60 triliun!"
"Jadi?"
Arman menatap Thalia dengan acuh tak acuh.
"Jadi, apa kamu akan mati kalau nggak bohong?"
Melihat sikap tenang yang dibuat-buat oleh Arman, Thalia pun menjadi marah hingga naik darah.
Arman mengerutkan kening.
Kenapa dia tidak menyadari sebelumnya jika Thalia adalah wanita berkualitas rendah seperti ini?
"Sudahlah, Thalia. Nggak perlu marah karena orang seperti ini."
Pada titik ini, Chris berkata, "Dia suka menggertak dan keras kepala karena ingin menyelamatkan harga dirinya. Biarkan saja dia terus seperti itu. Sekarang, kamu adalah salah satu dari pengusaha paling terkemuka di Kota Setala. Dia pasti iri padamu."
Sambil berkata seperti itu, Chris juga melirik Arman dengan penuh penghinaan.
Orang seperti itu tidak masuk hitungan baginya.
"Arman, belajarlah dari Tuan Muda Chris. Pelajari sikapnya!"
Thalia berkata kepada Arman.
Arman terlalu malas untuk peduli pada wanita ini. Itu sebabnya, dia ingin menghindari mereka dengan berjalan masuk ke perusahaan.
"Berhenti di situ!"
Akan tetapi, Thalia menghentikan Arman.
"Ada apa lagi?"
Arman mengerutkan kening dan menatap Thalia.
"Mengenai kompensasi perceraian. Kita belum menyelesaikannya!"
Thalia berkata dengan dingin.
"Aku nggak butuh kompensasi. Cukup bercerai saja. Jangan khawatir. Setelah bercerai, aku nggak akan mengganggumu lagi."
Setelah berkata demikian, Arman pun bersiap untuk pergi.
"Memberimu kompensasi? Aku memberimu muka saja sudah bagus!"
Thalia tertawa marah mendengar kata-kata Arman.
"Lantas, apa maksudmu?"
Arman berhenti di tempat dan menatap Thalia dengan dingin.
"Aku ingin kamu memberikan kompensasi atas kerusakan mental yang sudah kamu sebabkan padaku selama lima tahun kita menikah!"
"Kerusakan mental apa yang kutimbulkan padamu?"
Arman terkejut untuk sesaat. Kemudian, dia tidak bisa menahan tawa. "Kamu selingkuh dan kamu memintaku memberikan kompensasi atas kerusakan mentalmu? Thalia, pepatah mengatakan, ketika kita menjadi suami istri, maka akan timbul rasa kasih sayang yang sangat mendalam. Apa kamu sudah menjadi sekejam ini sekarang?"
"Suami istri? Apa kamu pantas mengucapkan kata-kata seperti itu?"
Thalia menatap Arman dengan sinis. "Sekarang, aku merasa muak setiap kali melihatmu. Aku nggak pernah menyangka kalau kamu itu mesum!"
"Kenapa kamu menganggapku mesum?"
Arman mengerutkan kening.
"Coba jelaskan padaku, apa yang terjadi dengan surat cinta itu?"
Thalia bertanya pada Arman.
Tatapan Arman berkedut. Benar saja, Thalia sudah melihatnya.
Jadi, jepit rambut itu seharusnya juga sudah dilihat oleh Thalia.
Kenapa dia begitu acuh tak acuh?
Meskipun terlalu malas untuk menjelaskan, Arman tetap menjelaskannya. "Surat cinta yang kamu sebutkan itu, semuanya memang benar adanya."
"Bohong!"
Thalia berteriak dengan marah, "Kamu pikir kamu itu siapa bisa membuat putri kerajaan dan ratu menulis surat cinta untukmu? Benar-benar nggak ngaca!"
"Benarkah itu, Thalia?"
Chris seperti sudah mendapat wawasan baru.
"Itu benar, Tuan Muda Chris. Pria ini diam-diam membuat sejumlah surat cinta palsu melalui otak mesumnya. Dia juga mencuri jepit rambut seorang gadis dari suatu tempat. Benar-benar memuakkan!"
"Hahaha!"
Chris tertawa terbahak-bahak. Dia mendekati Arman dan menepuk bahunya. "Arman, kamu hebat. Aku benar-benar terkesan."
Arman hanya diam saja. Akan tetapi, wajahnya perlahan menjadi muram.
Dia menatap Thalia. "Sebagai suami istri, apa perlu bagimu mencemarkan nama baikku seperti ini?"
"Mencemarkan nama baikmu? Kamu pikir kamu itu siapa sampai aku harus mencemarkan nama baikmu? Kalau kamu memang nggak melakukannya, kenapa mesti takut omongan orang?"
"Mengenai surat cinta, aku sudah menjelaskannya padamu. Sementara untuk jepit rambut, bukankah itu milikmu sendiri?"
"Omong kosong! Aku selalu menyimpan jepit rambut itu di laciku! Katakan padaku, dari mana kamu mendapatkan jepit rambut itu? Apa kamu mencurinya dari sahabatku?"
"Sahabatmu?"
Kepala Arman terasa meledak.
Mungkinkah, dia melakukan kesalahan selama ini?