Bab 7
Samuel yang telah terbangun memandangi wanita yang duduk di pinggangnya, satu tangan memegang baju di dadanya, sementara tangan lainnya terkepal.
Sakit kepala.
Baru saja bangun tidur, suara Samuel terdengar serak seperti bass rendah, "Lepaskan."
Melihat Samuel berbicara dan cengkeraman di lehernya sudah agak longgar, Rafina menggembungkan pipinya seperti tupai kecil yang marah dan berkata, "Kamu dulu yang lepaskan tanganku!"
Samuel melepaskan tangannya, dan melihat bekas cengkeraman ungu kebiruan di leher Rafina, matanya sedikit berkilat.
Dia berkata dengan suara rendah, "Siapa yang mengizinkanmu masuk?"
Rafina tiba-tiba merasa bersalah, "Aku melihatmu belum bangun pada jam segini, kupikir kamu pingsan atau terjadi sesuatu, jadi aku masuk untuk memeriksa keadaanmu."
Setelah mengatakan itu, Rafina makin merasa tidak enak hati.
Saat dia belum masuk, Samuel tidur nyenyak tanpa masalah apa pun.
Tapi setelah dia masuk, wajah tampan Samuel jadi ada memar, bahkan sudut bibirnya berdarah.
Rafina berpikir untuk mengatakan sesuatu untuk memperbaiki keadaan.
Samuel bisa merasakan suhu tubuh Rafina yang terlalu tinggi bahkan dari balik pakaian, sementara gadis ini masih duduk di pinggangnya, membuat wajahnya makin muram, "Kamu mau duduk di atas tubuhku sampai kapan?"
Dulu para wanita terkenal di Dalfield pernah mendiskusikan satu topik, tidak ada yang tahu apa atau siapa yang bisa menggugah emosi Samuel si "Raja Iblis".
Jika Rafina ikut dalam diskusi itu, mungkin dia akan mengatakan, "Coba saja pukul dia sekali."
Rafina menyadari dirinya masih duduk di atas tubuh Samuel pun buru-buru menyingkir.
Rasanya seolah-olah dia tidak melakukan kesalahan, tapi di sisi lain, dia merasa tidak beralasan.
Rafina masuk ke kamarnya, naik ke ranjangnya, dan bahkan memukulnya ...
Namun, ketika dihadapkan dengan bahaya, reaksi refleksnya adalah melawan.
…
Lagi pula, Samuel yang lebih dulu mencekik lehernya.
Dia hanya bereaksi secara naluriah.
Namun, bagaimanapun dia mencoba membela diri dalam hati, Rafina tetap merasa seperti dirinya yang salah.
Jadi dia dengan jujur meminta maaf, "Samuel, maaf ya, seharusnya aku nggak masuk ke kamarmu tanpa izin."
Setelah meminta maaf, Rafina cepat-cepat keluar dari kamar Samuel.
Setelah tiba di lantai bawah, Rafina menghela napas panjang.
Samuel dari awal memang tidak menyukainya. Di hari kedua pernikahan mereka, Rafina sudah memukul Samuel. Entah apakah kehidupan mereka ke depannya bisa berjalan dengan damai.
…
Di dalam kamar, Samuel mengusap bekas darah di sudut bibirnya.
Tatapan matanya yang dalam seperti permukaan danau yang dilempar batu kecil, menimbulkan riak yang halus.
Saat beristirahat, dia tidak pernah mengizinkan siapa pun berada di sekitarnya. Orang-orang di kediaman tua mengetahui aturan ini, tidak ada yang berani memasuki kamarnya, apalagi di Arjani, tempat tidak ada yang pernah menginap.
Sejak dewasa dan mengambil alih kekuasaan, dia tidak pernah mengalami situasi seperti ini.
Dia telah melukai orang lagi.
Dia bisa melihat bekas cengkeraman ungu kebiruan di leher lawannya dan tahu betapa kuatnya tenaganya tadi.
Namun, gadis kecil itu tidak merasa takut padanya, malah meminta maaf.
Rasa gelisah yang langka pun menekan perasaan kesal akibat insomnianya.
Rafina yang berlari keluar tidak tahu apa yang sedang dipikirkan oleh Samuel.
Dia kembali ke dapur untuk menghangatkan sarapan, dan setelah menunggu beberapa saat, akhirnya Samuel turun perlahan-lahan.
Rafina berpura-pura tenang, seolah-olah tidak ada yang terjadi, dengan wajah tersenyum tulus.
"Samuel, sarapan."
Samuel melirik Rafina, orang ini sepertinya tidak menyimpan dendam sedikit pun, setiap kali bertemu selalu tersenyum seperti orang bodoh, matanya jatuh pada memar-memar di lehernya, merasa agak menyakitkan untuk dilihat.
Rafina masih tersenyum dan berkata, "Samuel, Kakek Thomas menelepon dan bilang bahwa dia akan datang untuk makan bersama akhir pekan ini."
Rafina berpikir bahwa dia harus mengangkat topik yang memiliki kesamaan agar suasana lebih cair, berharap Samuel tidak terlalu marah karena telah mendapat bogem mentah darinya.
Namun, mendengar kata-kata itu, ekspresi Samuel langsung berubah dingin.
Apa ini upaya untuk mengancamnya dengan menggunakan Kakek?
Dia memandang sarapan di atas meja, lalu berkata dengan suara dingin, "Aku nggak makan makanan dari luar. Hari ini, kamu bisa mencangkul tanah dan mencabut rumput di halaman luar."
Setelah berbicara, Samuel langsung berbalik dan pergi.
Rafina menatap Samuel yang pergi tanpa menoleh, dan rasa bersalah yang tadi sempat ada, lenyap sepenuhnya.
Bukan karena dia harus mencabut rumput dan mencangkul tanah.
Tapi karena dia sudah bangun pagi-pagi, mengeluarkan lebih dari 120 ribu untuk membeli sarapan!
Dia sendiri bahkan tidak tega memakannya!
Pria ini bilang tidak mau makan begitu saja, benar-benar tidak ada sopan santunnya.
Terkait lehernya yang dicekik, dia tidak marah. Lagi pula, dia memang yang lebih dulu masuk ke kamar orang.
Tapi membuang-buang makanan dan uang itu tidak bisa dibiarkan!
Pria ini benar-benar setan yang menjengkelkan!