Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa
Pelabuhan TerakhirPelabuhan Terakhir
Oleh: Webfic

Bab 7

Shania terdiam. Wajah Jevan tampak tidak tenang, tetapi dia kelihatan tidak nyaman. Ponsel Jevan terus berbunyi, baik itu panggilan telepon maupun panggilan video. Tidak sampai di situ, pesan singkat datang terus menerus. Situasi menjadi tegang. "Nggak kamu angkat?" tanya Shania mengingatkan. Jevan mengambil ponsel dan langsung mematikan ponselnya tanpa melihatnya. Selanjutnya, dia menaruh ponselnya di meja samping tempat tidur lagi. Jevan menyentuh dahi Shania. "Masih agak panas. Tenanglah, kamu tidur saja, aku akan terus menjagamu." Shania berbaring kembali dan memejamkan mata. Satu jam kemudian, terdengar suara napas Shania yang teratur, seperti sudah tertidur pulas. Jevan mengambil ponsel di meja samping tempat tidur. Dia menyalakan ponsel sambil berjalan ke balkon. Setelah membaca pesan singkat, dia menghubungi seseorang, "Dia nggak apa-apa? Jangan takut, jangan takut, aku segera ke sana." Jevan berbicara dengan suara pelan. Kemudian, dia kembali ke kamar, mengambil jaketnya, lalu pergi. Di belakangnya, Shania membuka matanya perlahan. Sebenarnya, Shania belum tidur. Shania juga bingung pada dirinya yang masih berharap pria itu masih mencintainya. Pada kenyataannya, hati pria yang mendua bagaikan buah busuk, makin lama makin busuk ... Pada pukul 04.30 pagi. Jevan pulang ke rumah. Saat melihat Shania masih tertidur, Jevan menghela napas lega. Pria itu menyentuh dahi Shania dan mendapati demam Shania sudah turun. Pria itu berdiri, lalu pergi mandi. Tidak lama kemudian, Jevan keluar dengan mengenakan jubah tidur. Pria itu berbaring di samping Shania sambil memeluk pinggangnya. Shania memindahkan tangan yang ada di pinggangnya dengan hati-hati setelah pria itu tertidur lelap. Dia duduk di atas tempat tidur, memandang pria yang sedang tidur dengan tatapan dingin. Wajah pria itu tampan seperti biasa, memiliki bibir tipis, jakun yang seksi, dan ... Pandangan Shania tertuju ke bekas gigitan halus di tulang selangkangnya. Seketika itu juga, hati Shania terasa sakit. Dan ... Shania merasa jijik melihat tubuh Jevan, bahkan dia ada keinginan untuk membekap wajah Jevan dengan bantal. ... Saat Jevan sudah bangun, Shania sudah tidak ada di tempat tidur. Jevan turun ke bawah dan melihat Shania memakai celemek dan menyiapkan sarapan untuk mereka berdua. Shania memanggilnya turun untuk makan. "Kamu baru sembuh, kenapa nggak tidur lebih lama?" Jevan menghampirinya dan ingin menyentuh dahinya, tetapi Shania menghindar. "Hanya demam, bukan penyakit serius." Shania membuka celemek dan duduk. Ketika Shania menolak disentuh, Jevan merasa canggung. Namun, saat melihat emosi Shania sudah stabil, Jevan tidak mempermasalahkannya lagi. Jevan duduk. "Aku ingin bicara denganmu," ucap Shania. "Tentang apa?" tanya Jevan sambil minum jus. "Aku mau mengundurkan diri." Kata-kata Shania membuat Jevan terkejut. Sebelum Jevan sempat bertanya, Shania menjelaskan, "Aku lelah setelah bekerja di sana selama bertahun-tahun. Aku ingin menikmati kehidupan sebagai wanita kaya." Jevan menatapnya, seolah-olah ingin memastikan Shania serius atau tidak. "Apa kamu serius?" "Aku serius. Kenapa? Kamu mengira aku bukan orang yang suka menikmati hidup?" Shania bertanya balik dengan tersenyum. Jevan berpikir sejenak, lalu dia setuju. "Baiklah, kamu boleh berhenti bekerja dan di rumah saja. Kita berdua bisa fokus merencanakan memiliki anak." Shania tersenyum, tidak mengatakan apa-apa. "Huh, pintar juga kamu. Kamu menjadikanku sebagai alat punya anak, sedangkan kamu bisa terus bersenang-senang dengan selingkuhanmu setiap malam? Jangan mimpi!" cibir Shania dalam hati. "Dalam beberapa hari ini, aku akan mengurus prosedur pengunduran diri. Aku juga ingin pergi ke Benua Uro bersama Siska. Aku juga sudah lama nggak pergi jalan-jalan." "Apa Siska nggak sibuk? Memangnya dia punya waktu menemanimu jalan-jalan?" "Sibuk, tapi dia mau meluangkan waktu menemaniku," ucap Shania dengan tersenyum. Jevan tertegun sejenak, seperti sedang memikirkan sesuatu. Beberapa saat kemudian, Jevan berkata lagi, "Boleh, pergilah jalan-jalan. Nanti aku yang urus perjalananmu. Kamu nggak perlu urus apa-apa, fokus nikmati jalan-jalanmu saja." Shania masih menunjukkan senyuman dan tidak memberikan komentar apa-apa. "Saat itu tiba, aku akan mengucapkan selamat tinggal padamu," kata Shania dalam hati. Luka di dahi terlalu mencolok, Shania tidak ingin muncul di perusahaan dengan citra yang menyedihkan pada saat-saat penting seperti ini, jadi dia memutuskan untuk beristirahat beberapa hari lagi. Karena waktu yang cukup, Shania setiap hari merapikan dan mengemas pakaian, sepatu, tas, dan barang-barang kecil lainnya dengan santai. Satu per satu dipindahkan ke rumah baru. Shania memindahkan beberapa barang, besok juga memindahkan barang. Lemarinya sudah kelihatan kosong. Jika Jevan memperhatikan lebih teliti, dia akan menyadarinya. Namun, Jevan sama sekali tidak menyadarinya. Bahkan, ketika Shania sedang membakar foto pernikahan mereka di halaman, Jevan hanya fokus melihat ponselnya, pria itu membaca pesan dengan tersenyum. Seandainya, pria itu mengalihkan pandangannya sebentar ke arah istrinya di halaman ... Shania berdiri di bawah cahaya senja sambil menatap pria yang sedang tersenyum lebar. Shania menatapnya cukup lama. Baru ketika api yang menyala di ujung korek api mengenai jarinya, Shania melepaskan korek api itu. Seketika itu juga, api menyala menerangi foto pernikahan di dalam ember besi yang menampilkan kedua orang tersebut. Dalam foto itu, Shania tersenyum sangat manis dan bahagia, sementara Jevan menatap Shania dengan penuh cinta ... Kemudian, secara perlahan, wajah mereka di foto itu meleleh, dan akhirnya berubah menjadi sekumpulan abu hitam ... Shania merasa dadanya sesak. Dia menatap tumpukan abu itu dengan tatapan penuh kesedihan. "Kamu sedang membakar apa?" Jevan mendengar suara di halaman, jadi dia bergegas memeriksa ke halaman. Shania mengangkat kepalanya. Sambil menekan emosinya yang hampir tidak terkendali. "Nggak, hanya beberapa ... " Shania menoleh, lalu dengan mata berkaca-kaca dan suara lembut, dia menjawab, "Beberapa barang nggak berguna."

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.