Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa
Pelabuhan TerakhirPelabuhan Terakhir
Oleh: Webfic

Bab 2

Mata Jevan berwarna hitam pekat. Sementara itu, tatapan mata Shania kosong. Suasana di parkiran menjadi tegang. Meskipun Shania memergoki mereka, gadis itu bukannya menjaga jarak dengan Jevan, sebaliknya gadis itu justru melingkarkan tangan di leher Jevan dan membisikkan sesuatu di telinga Jevan. Melihat itu, Shania merasa hatinya terluka. Shania membuang mata, lalu masuk ke mobil. Dia mengemudikan mobil meninggalkan parkiran tanpa menoleh ke belakang. Tidak lama setelah sampai di rumah, terdengar suara mobil di depan rumah. Shania berdiri di depan lemari kaca di ruang ganti sambil melepas kalung, tiba-tiba ada seorang pria bertubuh tinggi dan besar berdiri di belakang Shania. Aroma kuat pria itu memenuhi hidung Shania. Pria itu menempelkan kedua tangannya di atas lemari kaca, membungkuk untuk melihat wajah Shania lebih dekat sambil bertanya, "Kamu marah?" Shania tidak menatapnya. Dia meletakkan kalung dengan wajah tenang, lalu menjawab dengan nada santai, "Kalau aku marah, bisa membunuh orang, sebaiknya kamu menjauh." Jevan terdiam sejenak, kemudian menjelaskan, "Keluarga Gustama memiliki kerja sama proyek dengan perusahaan kita. Aku sering berkomunikasi dengan Martin Gustama, putra sulung Keluarga Gustama. Nona Qiara adalah adiknya." "Memangnya kalau kamu nggak menemani adiknya, dia nggak mau kerja sama denganmu?" "Shania, aku sedang memberi penjelasan kepadamu. Tolong jangan bersikap sinis padaku." "Aku nggak butuh penjelasan." Shania menoleh dan menatap Jevan. Tatapan Shania yang dingin seolah-olah menembus ke dalam jiwa Jevan. "Jevan, kalau kamu sudah bosan denganku dan ingin mencari istri baru, katakan langsung padaku, aku nggak keberatan menyerahkan posisiku padanya." Ekspresi Jevan berubah serius. "Apa maksudmu?" Shania menghela napas, kemudian berkata, "Maksudku, kita bercerai." Shania mendorong tubuh Jevan. Ketika Shania hendak pergi, Jevan menariknya. Sambil mencubit wajah Shania, Jevan memperingatkan, "Hilangkan niat bercerai dari pikiranmu." Shania terdiam. Shania tidak hanya berpikir untuk bercerai, tetapi dia sudah memproses perceraian mereka. Dia ... Shania akan meninggalkan Jevan. Jevan berada di rumah sampai tengah malam. Kemudian, pria itu pergi lagi setelah mendapat telepon dari seseorang. Shania mendengar suara manja seorang gadis di telepon, sepertinya gadis itu sedang menangis. Keesokan paginya, sahabat sekaligus pengacara yang mengurus perceraian Shania mengirimkan tangkapan layar dari media sosial gadis selingkuhan Jevan. Pada waktu subuh, di suatu puncak gunung, ada foto dua tangan besar dan kecil yang menempel membentuk hati, disertai dengan keterangan: [Di pelukan fajar, merasakan getaran hati satu sama lain.] Shania mengenali tangan yang berukuran besar itu adalah tangannya Jevan. Shania belum beranjak dari kursi. Entah sudah berapa lama dia masih memegang gelas di tangannya. Lalu, Shania menaruh gelasnya hingga mengeluarkan bunyi. Sekali lagi, pria itu menghancurkan hatinya. Sejak saat itu, Jevan tidak pulang ke rumah selama beberapa hari. Jevan dan Shania hanya bertemu di rapat kantor. Jevan duduk di kursi utama di tengah, sedangkan Shania dan para eksekutif lainnya duduk di kedua sisi meja. Sepanjang rapat, tidak ada kontak mata di antara mereka berdua. Shania juga tidak mencari Jevan di ruang kantornya. Di waktu luangnya, Shania sibuk mencari rumah dan membuang semua hadiah dari Jevan, seperti hadiah ulang tahun pertama pernikahan, hadiah ulang tahun, hadiah Valentine, hadiah pernikahan ... bahkan dia juga menjual cincin kawinnya. Toh, mereka sudah bercerai, tidak ada gunanya Shania menyimpan semua hadiah darinya. ... Malam harinya, Silvia, Bos Klub Sonata, mengundang Shania datang ke klub. Sudah pukul 11 malam, sebenarnya Shania tidak ingin pergi. Namun, setelah bercerai dengan Jevan, dia akan mengundurkan diri dari Grup Mahesa. Dia masih membutuhkan koneksi untuk memulai bisnisnya sendiri, sehingga dia memutuskan pergi ke klub. Setelah masuk ke klub, dia bertemu Silvia. "Kak Silvia, aku bisa naik ke atas sendiri, kamu nggak perlu turun menungguku." Silvia menggandeng lengan Shania masuk ke lift. "Aku takut kamu tersesat. Kamu belum pernah ke sini, 'kan?" Memang benar, Shania belum pernah ke klub. Mereka berdua naik ke lantai atas. Silvia membawa Shania ke ruangan VIP yang luas, dengan sebuah sekat di tengah sebagai pemisah. Saat masuk, Shania melihat ada banyak orang di ruangan sebelah, tetapi Silvia tidak mengajaknya ke sana. Silvia menyuruh Shania duduk di sebelah seorang gadis. Gadis itu tampak familier, sepertinya dia adalah kekasih dari salah satu teman Jevan. Gadis itu juga sepertinya mengenal Shania. Wajah gadis itu tampak canggung, tetapi dia masih tersenyum. Shania melepas mantel dan duduk, sedangkan Silvia keluar ruangan. Shania mengambil minuman yang disodorkan kepadanya dan meminumnya. Suara tawa dan obrolan orang-orang di ruangan sebelah terdengar di telinga Shania. Saat orang-orang itu mengobrol, Shania mengetahui bahwa mereka sedang membicarakan dirinya. "Omong-omong, sekarang Jevan nggak pernah mengajak Shania kumpul-kumpul dengan kita." "Jelas dong, sekarang 'kan ada Nona Qiara yang muda, cantik, dan imut di sampingnya. Jevan selalu mengajaknya ke mana-mana dan memanjakannya." "Setelah sekian tahun, akhirnya Jevan melirik wanita lain." "Meskipun Shania cantik, mereka sudah menikah selama 8 tahun, dia pasti sudah bosan." "Shania memang bodoh mau menikah dengan Jevan. Setelah menikah selama bertahun-tahun, pada akhirnya, Jevan mengkhianatinya. Bagaimana kalau aku mengejar Shania setelah Jevan meninggalkannya? Bagaimanapun juga, aku sudah mengincarnya sejak lama." ... Di ruangan sebelah, sorot mata Shania tampak dingin. Shania mengenali suara orang-orang itu. Mereka adalah teman-teman Jevan. Setiap bertemu dengan mereka, mereka selalu memanggilnya "Kak Shania" dengan ramah. Gadis yang duduk di sebelah Shania tampak canggung, dia bahkan tidak berani menatap Shania. Saat melihat Shania berdiri, gadis itu mengira Shania berniat melarikan diri karena panik. Namun, dia melihat Shania berdeham, kemudian memegang gelas minuman sambil mendekat ke sekat. Shania bersandar di sekat dan bergabung dalam obrolan orang-orang di ruangan sebelah, katanya, "Kalian semua salah. Saat berpacaran denganku, Jevan masih perjaka. Bukankah itu artinya aku yang beruntung bisa menidurinya secara gratis selama 8 tahun?" Seketika itu juga, suasana dalam ruangan menjadi hening. Semua orang menatap Shania dengan wajah terkejut. Saat Shania mengatakan kata-kata itu, kebetulan ada dua pria berperawakan tinggi masuk ke ruangan. Setelah mereka menatap Shania dan melihat dua orang di belakang Shania ... Mereka tampak putus asa.

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.