Bab 1
Ini adalah tahun ketiga pertunanganku dengan Oliver.
Di depanku, dia terang-terangan mengejar seorang mahasiswi dan membiarkan gadis itu duduk di pangkuannya sambil menciumnya.
Sambil tertawa Oliver berkata kepada teman-temannya, "Aku suka perempuan yang agak liar. Vica terlalu penurut."
Kemudian, paman Oliver yang seorang tentara tiba-tiba mengunggah fotonya denganku. Di foto itu, aku memeluk lehernya dan menciumnya dengan mesra. Dia bahkan menambahkan sebuah status yang terdengar ambigu.
"Pacarku ternyata liar juga."
Oliver yang basah kuyup di bawah guyuran hujan bergegas mencariku seperti orang gila.
Yang membukakan pintu adalah pamannya. Tampak bekas merah ciumanku di lehernya.
"Oliver, mengganggu pernikahan seorang tentara itu tindakan kriminal, tahu?"
Sudah tiga bulan Oliver terang-terangan mengejar seorang mahasiswi.
Aku pergi ke bar yang sering dia kunjungi untuk mencarinya.
Di sana, aku melihat seorang mahasiswi sedang duduk di pangkuannya dan mengobrol bersamanya dengan manja, "Pak Oliver ... "
Oliver menyeringai nakal. Tangannya memeluk dan mengusap-usap pinggang gadis itu.
Mahasiswi itu tertawa cekikikan dan langsung mencium bibir Oliver.
Keduanya begitu larut dalam ciuman itu, saling memagut dan tak ingin kalah.
Teman-teman Oliver menyorakinya, "Wah, Pak Oliver, punya pacar baru? Lalu, bagaimana dengan Vica?"
"Buat pacaran, perempuan yang liar lebih seru. Vica terlalu penurut. Kalau dia nggak terus-terusan mengejarku dan aku nggak dipaksa sama Kakek, sudah lama aku putus sama dia."
Setelah mendengar perkataan Oliver, aku mendorong pintu dan masuk.
Teman-teman Oliver yang tadinya tertawa dan bersorak langsung terdiam. Suasana di ruang VIP bar itu tiba-tiba menjadi hening.
"Kak Vica, Pak Oliver cuma bercanda. Jangan dianggap serius."
Seorang teman Oliver berdiri dan mencoba mencairkan suasana.
Aku tidak menghiraukannya dan menatap langsung ke arah Oliver.
Mahasiswi itu masih duduk di pangkuan Oliver. Dia memeluk melingkarkan lengannya di leher Oliver sambil tersenyum menantangku.
"Kamu betulan cinta sama dia?" tanyaku kepada Oliver.
Tanpa rasa bersalah sedikit pun, Oliver memeluk mahasiswi itu dan tersenyum padaku. "Jangan terlalu kaku. Apa salahnya aku senang-senang sama Selena? Tenang saja, posisi nyonya besar keluarga Ford akan tetap jadi milikmu."
Mendengar itu, Selena langsung cemberut dan mencubit pinggang Oliver.
Oliver hanya tertawa dan mencoba membujuk Selena.
Dalam hati, aku yakin Oliver merasa puas karena diperebutkan oleh perempuan seperti ini.
Oliver sebelumnya juga pernah dekat dengan mahasiswi lain, karyawan kantornya, dan bahkan seorang artis. Namun, aku selalu berusaha menutup mata.
Selama ini, tak satu pun dari perempuan-perempuan itu sengaja memprovokasiku.
Selena berbeda dari perempuan lain. Dia sengaja mengirimiku foto pribadinya bersama Oliver dan memamerkan hadiah yang diberikan Oliver padanya.
Hari ini, aku datang ke bar juga karena pesan yang Selena kirimkan.
Aku menatap Oliver yang masih memeluk Selena dengan mesra. Di sisi lain, teman-teman Oliver terdiam dan menelan ludah, menunggu kelanjutan drama ini.
Tadi, Oliver bilang dia suka perempuan yang liar, 'kan?
Mereka mungkin lupa. Saat seorang Vica Delano menunjukkan sisi liarnya, tidak ada seorang pun di Alverton yang berani macam-macam dengannya.
Aku meraih botol minuman di meja dan menuangkan isinya ke arah Selena dan Oliver.
Wiski dingin mengalir dari atas kepala kedua mereka.
Selena menjerit, sementara Oliver terlihat marah.
"Aaah!"
"Vica! Apa maumu, ha?"
Oliver menatapku dengan gusar. Seorang gadis yang dia anggap penurut ternyata berani menyiramkan minuman padanya.