Bab 3
Sahabat Mazaya juga hadir di acara tersebut. Wendy Verdin menggertakkan giginya ketika mendengar sindiran orang-orang itu.
"Kalian fitnah! Mazaya sama sekali nggak perlu bergantung pada Keluarga Madius. Mazaya selalu mendapat peringkat pertama di sekolah dalam setiap ujian. Walikota pun secara pribadi menyerahkan penghargaan padanya ...."
"Kalian fitnah dan menjelekkan Mazaya! Kalian iri dengan prestasi dan kecantikan Mazaya. Pak Steven dan pencari talenta awalnya mencari Mazaya, tapi direbut oleh Sherly ...."
"Plak!"
Seorang gadis mendorong Wendy. "Omong kosong apa kamu? Apakah Sherly perlu merebut sesuatu dari Mazaya? Lelucon apa ini? Sherly adalah tunangan Pak Erwin yang sesunggungnya dan nyonya bos Grup Melinor di masa depan. Sumber daya seperti apa yang nggak bisa Sherly dapatkan?"
Sherly menyeringai sinis seraya menatap gadis yang didorong hingga terjatuh itu. Lalu, Sherly membungkuk dengan ekspresi kecewa.
"Aku tahu kamu dekat dengan Mazaya. Bagaimana kalau kita taruhan? Kalau Mazaya datang hari ini, aku akan menumpahkan segelas anggur ini ke kepalaku. Kalau kamu kalah, segelas anggur ini akan ditumpahkan ke kepalamu. Bagaimana menurutmu? Kamu bisa menghinaku, tapi aku nggak akan menoleransi penghinaan terhadap Keluarga Madius!"
Mendengar itu, semua orang tertawa terbahak-bahak.
Sherly tahu betul bahwa Mazaya tidak akan bisa masuk!
Erwin mensponsori sebagian besar perjamuan itu dan semua hadirin harus membawa undangan ketika datang. Sherly telah membuat pengaturan khusus sehingga Mazaya tidak punya undangan. Selain itu, perjamuan mereka akan diunggah ke internet. Dia dan Erwin akan menjadi fokus seluruh acara. Hal itu akan meningkatkan popularitas drama barunya. Mazaya pasti akan melihat itu!
"Jadi, kamu mau melakukannya sendiri atau aku bantu?"
Sherly tersenyum sembari menyodorkan segelas anggur merah di tangannya kepada Wendy. Akan tetapi, ada kilat dingin yang bengis di dalam matanya.
Tepat saat itu, sebuah tangan yang putih pucat dan ramping mencengkeram pergelangan tangan Sherly. Lalu, dia memutar tangan Sherly untuk menyemburkan segelas anggur itu ke tubuh Sherly!
Byur! Cairan anggur merah mengguyur wajah Sherly dan menciprat ke mana-mana!
Sherly terhuyung. Bau alkohol yang kuat menusuk hidungnya. Riasan wajah dan gaun mewahnya yang cantik menjadi kacau!
Sherly marah dan ingin berteriak. Tiba-tiba, Sherly mendengar suara yang dingin dan cuek berkata, "Sherly, kamu kalah."
Sherly terbengong oleh suara yang familier itu. Sherly menatap Mazaya dengan mata membelalak.
Mazaya mengenakan setelan jas kasual dengan rambut panjang tergerai di bahu. Mazaya memiliki raut wajah yang cantik dan memesona, tubuh yang proporsional dan ramping, serta beraura dingin dan elegan ....
Setelah lama tak berjumpa, Mazaya sepertinya makin cantik. Semua orang cenderung menjadi pelengkapnya setiap kali ada Mazaya.
Itu adalah hal yang paling tidak ingin diakui dan dilihat oleh Sherly.
Terutama tatapan mata semua orang saat melihat Mazaya ....
"Mazaya? Siapa yang membiarkanmu masuk? Kamu pikir kamu masih menjadi Nona Keluarga Madius? Cepat minta maaf pada Sherly!"
Mazaya membantu Wendy untuk berdiri.
"Ma ... Mazaya ...."
Wendy tidak menyangka Mazaya akan datang ke acara tersebut. Matanya yang merah dan membawa perasaan kompleks tertuju pada Mazaya.
Mazaya mengangguk pada Wendy. "Rapikan dirimu."
"Mau pergi? Mimpi! Mazaya, cepat minta maaf pada Sherly!"
Seseorang mencegat Mazaya dan membentaknya.
Mazaya menoleh pada orang itu, Karen Halim. Karen adalah adik sepupu Erwin Susanto, serta sahabat Sherly dan penggemar setianya.
"Sherly pun nggak bilang apa-apa, kenapa kamu teriak-teriak? Ingin menonjolkan dirimu atau nggak bisa mengendalikan kecerdasanmu lagi?"
"Mazaya, kamu bilang apa?"
Wajah Karen menjadi masam. Wanita hina ini mengatainya bodoh!
"Aku nggak bilang apa-apa. Kalau kamu nggak mendengarku, belok kanan setelah ke luar pintu. Kamu bisa memeriksakan telingamu di rumah sakit," ucap Mazaya dengan tenang.
"Mazaya, kamu tetap biadab seperti dulu. Mana bisa kamu bilang begitu?" tukas seorang gadis lain di samping.
"Ada apa? Apa yang terjadi?"
Tepat saat itu, terdengar suara seorang pria yang dingin dari arah depan.