Bab 8
Waktu sudah menunjukkan pukul jam 9 malam tapi dia belum kembali pulang juga. Ling Yiran merasa khawatir jika terjadi sesuatu padanya, tapi Yi Jinli tidak memiliki ponsel sehingga Ling Yiran tidak bisa menghubunginya.
Ling Yiran keluar dari apartemennya dan berjalan menuju pintu masuk gerbang lingkungan tempat tinggalnya itu. Dia melihat keadaan di sekeliling, berharap bisa menemukan sesosok yang sedang ditunggunya.
Setelah beberapa saat, akhirnya Ling Yiran melihat sosok yang telah ia kenal berjalan ke arahnya.
“Jin!” Melihatnya berjalan mendekat kearahnya, dia menarik nafas lega.
Yi Jinli melihat sosok yang bergegas berjalan ke arahnya dan merasa sedikit terkejut.
Dia menatapnya saat wanita itu berlari ke arahnya, nafasnya terengah-engah, wajahnya berwarna merah karena kedinginan, namun matanya yang berbentuk almond terlihat sangat bersinar.
“Akhirnya kau pulang juga,” ucap Ling Yiran.
“Kakak, apakah kau menungguku?” Yi Jinli menatapnya dan bertanya. Dengan lembut dia menyentuh pipi Ling Yiran, dan merasakan hawa dingin meresap ke ujung jarinya. Sepertinya Ling Yiran sudah cukup lama menunggunya di luar.
“Iya, aku sangat khawatir karena kau belum kembali, dan sekarang sudah larut malam. Untungnya kau sudah tiba dengan selamat,” ucap Ling Yiran sambil tersenyum.
Sekilas Yi Jinli memutar matanya, Dia mengkhawatirkan Jin, bukan Yi Jinli dari grup Yi. Namun jika nanti Ling Yiran mengetahui bahwa dia adalah seorang Yi Jinli, apakah dia masih mengkhawatirkan dirinya?
Sambil mengangkat sudut bibirnya, dia berkata, “Aku sedikit terlambat setelah selesai membagikan brosur. Tanganmu sangat dingin, aku akan membantumu menghangatkannya.” Saat dia selesai berbicara, Yi Jinli memegang tangan Ling Yiran. Dan berbuat hal yang sama yang pernah dilakukan Ling Yiran kepadanya, dia mengusap punggung tangan Ling Yiran dengan telapak tangannya.
Ling Yiran merasakan seketika tangannya perlahan-lahan menjadi hangat. Hari itu sangat dingin, tapi … namun terasa sangat hangat.
“Jin, aku senang sekali kau ada disini,” gumam Ling Yiran dengan suara yang pelan.
Bibirnya tersenyum. “Aku akan mengingat ucapanmu ini kak, aku berharap suatu saat nanti kau tidak akan pernah menyesal karena telah mengucapkan hal itu.”
“Aku tidak akan menyesalinya,” ucap Ling Yiran. “Nah tanganku sudah hangat sekarang. Ayo kita kembali ke rumah dan aku akan memanaskan makanan.” Ling Yiran menarik tangan Yi Jinli, dan tidak menyadari ada sebuah mobil hitam yang terparkir di sudut jalan di luar.
Sementara itu, di dalam mobil, Gao Congming tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Tuan muda Yi baru saja … menghangatkan tangan seorang wanita.
Dia belum pernah melihat Tuan Muda Yi melakukan hal itu kepada wanita manapun. Bahkan Hao Meiyu, yang pernah menjadi tunangan Tuan Muda yi sekalipun, dia tidak pernah diperlakukan seperti ini.
Tapi sekarang, Tuan Muda Yi melakukan hal itu ke Ling Yiran. Dan Ling Yiran adalah sosok yang menyebabkan mobil Hao Meiyu mengalami kecelakaan!
Jika ia kembali mengingat peristiwa itu ketika Tuan Muda Yi pergi ke sebuah klub dan menjemput Ling Yiran yang sedang dalam keadaan mabuk, Gao Congming merasa otak Tuan Muda Yi tidak bekerja dengan baik.
Apa yang ada didalam pikiran Tuan Muda Yi? Apakah Ling Yiran sudah mengambil tempat di hati Tuan Muda Yi?
Keesokkan harinya, di dalam ruangan Direktur, ketika Gao Congming melaporkan jadwal dan daftar pekerjaan Yi Jinli, pandangannya tidak bisa lepas dari tangan Yi Jinli.
Tangan Yi Jinli sangatlah indah, Jari-jarinya terlihat panjang dan ramping, dan sendi-sendi di tangannya terlihat dengan jelas. Bahkan Gao Congming yang notabene adalah seorang laki-laki pun merasa tangan Bosnya terlihat sangatlah indah.
Gao Chongming telah melihat sepasang tangan itu mencekik leher seseorang tanpa belas kasih, dan hampir merenggut nyawa orang itu. Dia tidak peduli tangannya yang berdarah, dan hanya dengan memikirkan peristiwa itu membuat orang menggigil dan membuat mereka merinding.
Namun, Gao Congming belum pernah melihat sepasang tangan ini digunakan untuk menghangatkan tangan orang lain, apalagi tangan seorang wanita yang pernah terkurung di dalam penjara.
“Apa ada yang salah dengan tanganku?” Suara Yi Jinli tiba-tiba terdengar oleh Gao Congming.
“Ah, tidak ada yang salah Tuan.” Gao Congming kembali sadar dan segera mengalihkan pandangannya. Dia menyerahkan sebuah kartu undangan kepada Yi Jinli. “Ini adalah undangan dari keluarga Hao. Keluarga Hao dan keluarga Xiao terhubung karena adanya pernikahan. Dalam waktu dua minggu ini, Hao Yimeng dan Xiao Ziqi akan melakukan bertunangan. Ketua Hao berharap Anda bisa datang ke acara ini.
“Tunangan?” Yi Jinli melirik ke arah kartu undangan itu.
Tentu saja, dia mengerti tujuan dari Keluarga Hao dengan mengirimkan undangan ini. Bagaimanapun juga Hao Meiyu adalah anak tertua dari keluarga Hao, dan pernah menjadi tunangannya. Namun Xiao Ziqi dan Ling Yiran, yang terlibat dalam kecelakaan itu pernah menjadi sepasang kekasih.Keluarga Hao ingin melihat Sikap Yi Jinli. “Kalau begitu, mari kita pergi ke pesta pertunangan itu.”
Gao Congming segera mengingatnya.
Pada sore hari, Gao Congming menemani Yi Jinli mengunjungi sebuah rumah sakit swasta di tengah kota. Mereka yang datang ke rumah sakit ini biasanya hanya orang kaya atau keluarga bangsawan.
Gao Congming berdiri di luar bangsal. Yi Jinli membuka pintu dan perlahan masuk ke dalam.
Gao Congming tahu dengan jelas bahwa laki-laki tua yang ada di dalam bangsal pernah menjadi penguasa dunia. Di kota Shen, dia bisa mengendalikan angin dan hujan, tapi putra satu-satunya yang dimilikinya kabur dari rumah demi seorang wanita.
Bertahun-tahun kemudian, satu-satunya hal yang kembali kedalam keluarga Yi adalah segenggam abu dan seorang anak.
Di dalam bangsal, Yi Jinli memandangi pria tua yang sedang tertidur di ranjang rumah sakit. Pria tua ini yang pantas di panggilnya sebagai kakek, tengah mengenakan baju baju rumah sakit dengan selang infus berada di tangannya. Tubuhnya lambat laun semakin melemah dari hari ke hari, dan dia terlihat sedikit kurus.
Tuan Yi memandang cucu satu-satunya dan berkata “Kau di sini.”
“Iya, aku disini,” jawab Yi Jinli.
Kakek dan cucu saling berhadapan satu sama lain dan mereka terdiam. Keduanya terlihat telah terbiasa dengan keadaan seperti ini.
Setelah beberapa lama, Tuan Yi memecah keheningan. “Aku dengar dari sekretarisku bahwa Keluarga Hao dan Keluarga Xiao akan bersatu dalam sebuah pernikahan?” Walaupun Tuan Yi sedang di rawat di rumah sakit, Sekretarisnya akan selalu melaporkan beberapa informasi penting kepadanya setiap hari.
“Mereka akan bertunangan dua minggu lagi, dan sudah mengirimkan undangan kepada kita,” ucap Yi Jinli.
“Apakah kau akan datanga?”
“Kenapa idak?” Yi Jinli bertanya kembali.
Tuan Yi tiba-tiba menatap cucu yang berada di depannya. Setelah sekian lama tiba-tiba dia tertawa dan berkata, “Bagus ... bagus, kau tidak seperti ayahmu.”
Sejak kematian Hao Meiyu, cucunya tidak mempunyai hubungan dengan wanita manapun selama tiga tahun. Tuan Yi pernah merasa khawatir kalau cucunya akan bernasib sama seperti anak laki-lakinya yang terperangkap dalam cintanya pada seorang wanita dan tidak dapat menerima perjodohan yang dilakukan oleh dua keluarga, yaitu keluarga Hao dan keluarga Xiao.
Terlebih, mantan pacar Xiao Ziqi adalah orang yang membunuh Hao Meiyu.
Yi Jinli, mengerti apa yang dimaksud oleh Tuan Yi, ‘Kau tidak seperti ayahmu’. Dia menjawab, “Tidak, aku bukan ayahku, dan aku tidak akan menjadi seperti dia.”
Tuan Yi tiba-tiba meraih pergelangan tangan Yi Jinli. Dia menggunakan tenaganya untuk menggerakan jari-jarinya yang berkeriput. “Ingat apa yang kau katakan hari ini, Jangan bertingkah seperti ayahmu, jika dulu dia mendengar kan perkataanku, dia tidak akan …”
Tuan Yi menggertakan giginya ketika disaat yang bersamaan kebencian terlintas dari sorot matanya. Kukunya tertancap di pergelangan tangan Yi Jinli, yang meninggalkan bekas berwarna kemerahan.
Yi Jinli bertindak seolah-olah dia sama sekali tidak bisa merasakan rasa sakit dan senyum cibiran perlahan muncul dari sudut bibirnya. Dia tidak akan pernah menyerahkan segalanya demi seorang wanita. Dia tidak akan pernah melakukan sesuatu seperti merendahkan dirinya sampai tidak ada yang tersisa padanya.