Bab 1
"Bu Susan, suami Anda bunuh diri!"
Saat aku sadar, yang terlihat hanyalah cahaya putih menyilaukan.
Belum aku sempat bereaksi, pergelangan tanganku terasa sakit menusuk tulang.
Begitu aku agak tenang, terdengar suara wanita yang begitu cemas di telingaku.
Kemudian, aku melihat seorang wanita berdiri membelakangiku sambil berbicara di telepon.
"Bu Susan, Kevin sekarang ada di rumah sakit. Apa Anda ingin datang melihatnya?"
Dari seberang telepon terdengar suara wanita yang dingin dan tanpa perasaan.
"Apa dia sudah mati? Kalau belum, jangan ganggu aku!"
Telepon itu ditutup. Wanita itu menghela napas, lalu berbalik melihatku, tampak terkejut sesaat.
Setelah beberapa saat, dia mendekatiku. "Anda sudah sadar?"
"Kamu siapa?" Aku memandangnya dengan bingung. "Kamu bicara sama aku?"
"Kamu nggak mengenaliku?" Wajah wanita itu berubah. "Aku Yulia Cahyono, asisten Bu Susan."
"Bu Susan itu siapa?"
Yulia mengernyitkan dahi, wajahnya mulai tampak tidak sabar. "Kevin, Bu Susan sekarang sibuk bekerja. Meski kamu pura-pura bunuh diri, itu nggak akan berguna. Apalagi pura-pura amnesia! Sudahlah, Bu Susan nggak akan datang membesukmu!"
Aku makin bingung, tidak tahu apa yang dia bicarakan.
Melihatku diam saja, Yulia melangkah lebih dekat lagi, mencoba membujuk dengan nada yang lebih lembut. "Kevin, kamu sudah menikah dengan Bu Susan selama lima tahun dan selama lima tahun itu kamu terus bikin masalah. Bu Susan nggak pernah mencintaimu. Bukankah kamu seharusnya introspeksi diri dan berhenti merepotkan Bu Susan?"
Meskipun aku belum memahami apa yang sedang terjadi, sikapnya ini membuatku merasa sangat tidak nyaman.
Entah kenapa, aku merasa tidak senang, terutama melihat ekspresi wajahnya.
Tunggu...
"Kamu bilang...lima tahun?"
Aku buru-buru masuk ke kamar mandi yang ada di kamar rumah sakit dan melihat wajahku di cermin.
Itu memang aku, wajah yang sama, tetapi terlihat lebih dewasa dengan sedikit jejak kesedihan yang masih tersisa.
Apa yang dikatakan wanita bernama Yulia tadi benar?
Apa lima tahun sudah berlalu?
Apa aku benar-benar sudah menikah?
...
Sesungguhnya, aku memang sudah menikah.
Tepatnya, sudah lima tahun menikah.
Aku tidak sedang melakukan perjalanan waktu dan ini bukan mimpi. Aku hanya mengalami amnesia.
Ingatanku saat ini masih berada di usia 18 tahun, tepat saat baru masuk universitas. Aku punya seorang kakak kelas yang diam-diam aku sukai. Namanya Susan Sulistyo.
Dia adalah seorang wanita dingin yang cantik, sempurna dalam penampilan maupun kemampuan, serta memiliki latar belakang keluarga kaya.
Dia lompat kelas sejak kecil. Meskipun dia kakak kelasku, usianya sebenarnya lebih muda beberapa tahun dariku.
Ternyata, sekarang aku menikah dengannya.
Menurut Yulia, aku menikah dengan Susan saat berusia 22 tahun, pernikahan kilat, tanpa dasar cinta yang kuat.
Saat itu, aku bahkan belum lulus kuliah. Kami hanya mendaftarkan pernikahan tanpa mengadakan pesta.
Setelah menikah, aku menyadari bahwa hati Susan tidak tertuju padaku. Sebaliknya, dia sangat dekat dengan sahabat prianya, Stefan Yudanta.
Konon, Stefan adalah cinta pertama yang tidak bisa diraih Susan.
Sementara, aku yang tidak dicintai Susan, mulai merusak pernikahan kami sendiri.
Aku menggunakan berbagai cara aneh untuk menarik perhatian Susan, tetapi hanya mendapatkan kebencian yang makin dalam darinya.
Teman-temannya menganggapku sebagai bahan lelucon, menunggu tibanya hari ketika kami akan bercerai.
Stefan juga tidak pernah menganggapku secara serius. Dia adalah salah satu pewaris keluarga kaya di lingkaran mereka. Setiap kali aku membuat keributan, di mata mereka aku hanya seperti badut.
Akhirnya, aku mengancam untuk mengakhiri hidupku agar Susan menjauh dari Stefan.
Namun, Susan tidak mau menjauh, dia bahkan menyuruhku untuk mati saja.
Lalu, aku pun bunuh diri.
Itulah yang terjadi sebelum aku sadar...
Semua ini terasa seperti cerita fantasi.
Bunuh diri demi cinta? Itu bukan sesuatu yang akan aku lakukan!
Aku sangat membenci seorang penjilat!
Tidak mungkin aku jadi penjilat untuk wanita mana pun!
Setelah aku memahami semua ini, aku sudah berada di kamar utama rumah kami.
Dokter mengatakan bahwa aku tidak mengalami masalah serius, jadi Yulia langsung mengantarku pulang. Sebelum pergi, wanita itu bahkan memberi semacam peringatan agar aku tidak membuat masalah lagi.
Melihat vila yang sangat besar di depanku, aku kehilangan keinginan untuk membuat keributan. Aku benar-benar terkejut dengan kekayaan yang begitu luar biasa ini.
Bahkan ruang kecil untuk lemari pakaian di sini lebih besar dari rumahku dulu!
Ketika aku masih terkagum-kagum melihat kamar tidurku dan Susan, suara langkah kaki terdengar di pintu.
Aku buru-buru menoleh, tatapanku bertemu dengan sorotan mata Susan yang sedingin es.