Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 5 Tidak Pilih-pilih

Gaston melirik Maura dengan alis berkerut. Dia tidak mengerti apa arti kehadiran Maura. Melakukan pekerjaan semudah ini saja dikomplen. Hal ini sangat berbeda dengan kehidupannya di Kediaman Abalos. Mau tidak mau Gaston dengan sinis berkata, "Kalau nggak bisa merendah, nggak perlu menjaga pramuniaga." Maura tersengat oleh kata-kata ini. Gaston dan Lula membicarakan Maura seenaknya. Maura tersenyum dingin, nadanya sedikit kasar ketika berucap, "Baiklah, aku akan mencarikan orang lain. Semoga kamu bisa mendapatkan kontak Jill agar kami punya banyak pesanan." Setelah mengatakan itu, Maura meninggalkan ruang ganti. Dia memanggil asisten, kemudian berpesan, "Jangan sebut identitasku saat kamu masuk." Setelah itu, dia menambahkan, "Kalau mereka bertanya, katakan saja kalau suami Jill meninggal sehingga dia nggak punya suasana hati untuk mendesain." Mau menemui Jill? Bermimpilah! Asisten berjalan masuk, kemudian mendengar Lula mengeluh kepada Gaston. "Lihatlah sikapnya. Aku sangat menyukai gaun pengantin ini sehingga aku ingin meminta kontak Jill kepadanya, lalu dia bersikap seperti itu. Kualitas pramuniaga sekarang buruk sekali." Kepala Gaston sakit karena komentar Lula. "Jangan marah karena seorang pramuniaga. Aku akan meminta Jill untuk menemuimu." Asisten itu tidak bisa menahan cibirannya. Dia diam-diam berpikir, 'Jill ada di depanmu, kamu malah menyinggungnya. Ingin mencari Jill?' Dia menyampaikan kata-kata Maura tanpa mengubah ekspresinya, "Maaf, suami Jill baru meninggal sehingga dia nggak mau menemui siapa pun." Kelopak mata kanan Gaston tiba-tiba berkedut. "Kalau begitu kami tunggu saja." Menjadi janda memang cukup menyedihkan. ... Setelah insiden tadi, rasa kantuk Maura pun hilang. Dia menelepon Monica. "Hari ini aku menghasil delapan belas miliar tujuh ratus juta. Cepat adakan pesta untukku." Monica langsung tahu bahwa gaun pengantin itu terjual. Mereka sudah mau bercerai, gaun itu dijual juga bagus. Dia hanya penasaran. "Dompet siapa yang kamu kuras?" "Gaston." Maura tersenyum pahit. "Beli untuk Lula." Monica pun menaikkan nadanya. "Kamu menjualnya kepada mereka?" Maura tidak bisa menahan matanya memerah. Dia mengangkat kepalanya agar air matanya tidak menetes. "Itu nggak rugi, cukup untuk biaya satu tahun kita." Maura sibuk selama tiga tahun, akhirnya malah memberikan gaun pengantinnya kepada orang lain. Delapan belas miliar tujuh ratus juta. Delapan belas Juli adalah hari mereka menikah. Gaston mungkin sudah melupakannya. Malamnya, Maura minum banyak anggur. Monica juga mempertaruhkan nyawanya untuk menemani wanita itu. Dia minum lebih banyak hingga tumbang. Maura menghentikannya taksi untuk mengantar Monica pulang, lalu dia naik taksi untuk kembali ke toko. Dalam perjalanan, dia tiba-tiba teringat bahwa Gaston belum melihat surat perceraian. Dia harus pulang mengambilnya untuk dikirimkan kepada Gaston. Lantas, Maura pergi ke "rumah" yang telah dia huni selama tiga tahun itu. Taksi berhenti di depan apartemen. Maura memindai kode QR untuk membayar, lalu masuk ke dalam. Begitu masuk, dia didorong ke pintu, kemudian dicium seorang pria. Maura merasa pusing, aromma familier serta suhu tubuh yang panas memenuhi hidungnya, membuatnya merasa ingin menangis. Jika Gaston begitu aktif dan antusias beberapa hari yang lalu, Maura mungkin akan menjadi gila karena gembira. Akan tetapi, mengingat Gaston dan Lula mencoba gaun pengantin di depannya tadi sore, tubuh Maura menjadi dingin. Dia mengangkat tangannya untuk mendorong pria itu, kemudian dia menyeka mulutnya dengan jijik. "Lula nggak bisa memuaskanmu sehingga kamu nggak pilih-pilih?" Gaston jelas baru saja pulan. Dia belum berganti pakaian, masih mengenakan setelan jas yang rapi. Dia menatap wanita di depannya. "Bagaimana denganmu? Kamu bilang kamu ingin bercerai, tapi kamu malah datang ke sini malam-malam. Apakah kamu nggak tahan dengan pekerjaanmu?" Begitu Maura mendengar kata-kata yang meremehkannya itu, tangannya yang tergantung di sisi tubuhnya terkepal. Dia berkata dengan marah, "Aku nggak menghasilkan uang sebanyakmu, tapi pekerjanku nggak sulit." Dia berjalan mengitari pria itu ke dalam, kemudian menyalakan lampu di ruang tamu. Dia mengambil surat perceraian dan kartu-kartu di meja kopi, lalu menjejalkannya kepada Gaston. "Aku datang ke sini untuk mengambil ini. Karena kamu ada di sini, besok aku nggak perlu pergi lagi."

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.