Bab 3 Membatalkan Pertunangan
Hati Jessica terasa sesak.
Dia tidak mengatakan apa-apa, hanya menundukkan kepala sambil memandangi stiker itu. Seolah-olah benda kecil itu dengan garang mengingatkannya akan keberadaan Wenny.
Baru setelah mobil berhenti, Jessica tiba-tiba tersenyum simpul.
Setelah kembali dari perjalanan, dia bahkan menolak menyapa ibu mertuanya.
...
Zack adalah orang yang sangat tepat waktu.
Tepat pukul sepuluh pagi, dia muncul di ruang perawatan. Berbeda dengan sikap dinginnya kemarin, kali ini dia terlihat sangat sopan, bahkan nyaris sempurna.
"Bagaimana keadaanmu?"
Zack bertanya sambil meletakkan bingkisan berisi suplemen mahal di atas meja. Dia menggulung lengan bajunya sedikit seolah merasa panas, memperlihatkan lengan yang kokoh, lalu menarik kursi untuk duduk dengan tenang di samping tempat tidur Carly.
Melihat kedatangannya, Carly merasa sangat senang. Dia berusaha bangkit dari tempat tidur, meski tubuhnya yang kurus lemah hampir tidak kuat menopangnya.
"Aku sudah bilang, Zack pasti akan datang setelah selesai dengan pekerjaannya. Gadis bodoh ini malah bilang kalau kamu terlalu sibuk untuk punya waktu datang ke sini."
Carly berkata dengan nada jengkel sambil melirik Jessica dengan kesal. Kemudian, pandangannya kembali tertuju pada Zack.
Dia berbicara dengan nada menyanjung, mencoba memastikan, "Zack, belakangan ini kamu nggak pernah datang ke sini. Apa kamu sibuk sekali?"
Zack melirik Jessica yang tetap bungkam, lalu menjawab dengan nada manis di depan ibunya, "Sesibuk apa pun, aku tetap akan datang menjenggukmu."
Melihat sikapnya yang santai dan penuh kepalsuan, Jessica merasa muak.
Namun, Carly mendengar kata-katanya dengan senyum lebar. Mereka terlihat seperti ibu dan anak yang sangat akrab. Zack bahkan berubah menjadi sosok menantu yang baik hati, menjawab semua pertanyaan dengan ramah, membuat Carly yang sedang sakit merasa lebih baik.
Ini adalah sesuatu yang tidak bisa dilakukan Jessica.
Dia hanya berdiri di samping sebagai penonton, tanpa bisa ikut berbicara. Di mata Carly, dia tampak seperti gadis bodoh yang tidak berguna.
Melihat Jessica yang menundukkan kepala, Carly mendengus tidak puas, lalu menggerutu, "Lihatlah, sifatnya yang pendiam ini sungguh nggak menyenangkan. Dari dulu sampai sekarang, dia memang nggak pernah disukai siapa pun. Kalau bukan karena Zack adalah orang yang berhati baik, dia pasti akan menjadi perawan tua seumur hidupnya."
Setelah berkata demikian, ekspresi Carly berubah muram. Dia mendesah panjang. "Nggak seperti adik laki-lakinya. Kalau saja dia masih hidup ...."
Namun, saat mengingat masa lalu, wajah Jessica berubah pucat seketika. Dia paling tidak suka jika ada yang menyinggung tentang itu di depan Zack.
Dengan nada hampir memohon, Jessica berkata dengan suara lirih, "Bu, tolong jangan ...."
Namun, Carly yang teringat akan putranya menjadi makin sedih. Matanya melotot, lalu dia berkata dengan nada tajam, "Kalau saja waktu itu bukan karena kamu ...."
"Ibu."
Zack mengerutkan kening, langsung menyela tepat waktu, "Setelah berbicara begitu banyak, kamu pasti merasa haus, 'kan?"
Nada bicaranya mengandung tekanan tak terlihat yang membuat Carly tertegun. Dia segera tersadar, lalu menutup mulutnya tanpa melanjutkan.
Dengan tangan yang gemetar, Carly menerima termos dari Zack, tetapi dia tidak lupa melemparkan tatapan penuh kebencian ke arah Jessica.
Suasana menjadi tegang untuk beberapa saat.
Zack adalah orang yang akhirnya memecahkan keheningan.
Dia duduk dengan tenang, jari-jarinya yang panjang menggenggam pisau dengan terampil, memotong apel dengan rapi. "Belakangan ini aku baru saja mengakuisisi beberapa perusahaan luar negeri. Sepertinya nilai pasar perusahaan akan naik pesat lagi. Keluarga Sumner bisa menyambut tahun baru tanpa kerugian."
Setelah berkata demikian, dia memotong apel menjadi beberapa bagian, menaruh potongan itu ke dalam piring, lalu melanjutkan, "Nanti setelah kondisimu membaik, aku akan membawamu berjalan-jalan ke luar negeri untuk berbelanja."
Keluarga Sumner memiliki banyak aset di luar negeri. Sayangnya, beberapa tahun lalu terjadi konflik internal yang menyebabkan banyak kerugian.
Pada saat itu, Keluarga Sumner hampir bangkrut, tetapi Zack turun tangan untuk menyelamatkan situasi, membawa mereka kembali ke kondisi sekarang.
Carly tahu bahwa Zack adalah orang yang hebat. Dia tidak mengerti istilah nilai pasar atau saham, tetapi dia tahu itu adalah kabar baik yang menghasilkan uang.
Dia tersenyum simpul dengan ekspresi getir. "Bagaimana bisa aku punya nasib sebaik itu? Mungkin aku sudah nggak punya banyak waktu lagi."
Setelah jeda singkat, dia mengubah topik pembicaraan. "Zack, hidupku mungkin nggak akan lama lagi. Aku hanya khawatir dengan anak perempuanku ini."
Zack menangkap maksud tersirat dari perkataannya, tetapi dia tidak memberi Carly kesempatan untuk melanjutkan. Dengan cepat, dia memotong pembicaraan, "Kamu tenang saja."
Dia menggenggam tangan Carly yang kurus, lalu berkata dengan nada yang dalam untuk menghiburnya, "Orang baik selalu diberkati. Kamu pasti akan baik-baik saja."
Faktanya, Keluarga Sumner sudah mulai mempersiapkan pemakaman untuk Carly.
Zack, yang sepenuhnya sadar akan situasi ini, berpura-pura tidak tahu. Dia sama sekali tidak memberi ruang untuk membahas pernikahannya dengan Jessica.
Dia tidak terpengaruh sedikit pun.
Akhirnya, Zack menemukan alasan untuk pergi. Carly tidak memiliki alasan untuk menahannya lebih lama, jadi dia meminta Jessica untuk mengantarnya.
Meski merasa tertekan, Jessica tidak punya pilihan selain mengikuti perintah ibunya. Dia berjalan di belakang Zack dalam diam.
Namun, tak lama setelah keluar dari ruang perawatan dan berbelok di koridor, langkah Zack tiba-tiba berhenti. Dia berujar, "Jessica."
Dia jarang memanggilnya dengan namanya, tetapi kali ini dia melakukannya. Dengan ekspresi tenang, Zack berkata, "Sampai di sini saja."
Jessica tertegun, mengira dia hanya meminta agar dirinya cukup mengantar sampai di sini. "Baiklah, hati-hati di jalan."
Namun, Zack tertawa kecil dengan nada sinis. Dia mengangkat alis, menatap Jessica dengan tajam, lalu berkata, "Memaksa seseorang untuk menikah itu sangat membosankan."
Wajah Jessica berubah pucat. Sebagai wanita yang cerdas, dia segera memahami maksud pria ini. "Apa kamu ingin membatalkan pertunangan?"
"Kalau nggak, apa lagi?"
Tatapan Zack dipenuhi dengan kebencian yang dingin. "Apa yang membuatmu berpikir kalau aku akan menikahi wanita yang sudah pernah disentuh oleh kakakku?"