Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 3

Bibi Sinta tertegun sejenak, lalu turun untuk memasak sup penghilang mabuk. Setelah sekian lama, akhirnya sup matang dan disajikan, "Pak, minumlah sup penghilang mabuk sebelum tidur." Marco minum terlalu banyak dan tidak bisa berpikir terlalu jernih. Dia mengira Carina telah memasak sup penghilang mabuk dan langsung meminumnya dari tangan Bibi Sinta. Setelah itu, Marco membaringkan diri ke kasur kembali dan berkata seolah sudah terbiasa, "Carina, bantu aku menyeka tubuhku." Bibi Sinta terkejut. Tidak masalah membuat sup penghilang mabuk, tetapi menyeka tubuh itu sudah keterlaluan. "Pak, hari ini Nyonya belum kembali sejak pergi. Kamu ...." Sebelum Bibi Sinta menyelesaikan ucapannya, dia hanya mendengar suara napas dari orang di atas kasur. Ternyata Marco tertidur. Bibi Sinta menghela napas, kemudian menyelimuti Marco sebelum berbalik dan turun. Di pagi hari, matahari menyinari ruangan melalui pepohonan besar di luar jendela, memancarkan cahaya dan bayangan samar. Marco terbangun karena rasa sakit. Dia menekan pelipisnya yang sakit sambil bangun dan turun ke bawah setelah mandi. Dia berkata seolah sudah terbiasa, "Carina, kepalaku sakit. Tolong bantu aku pijat." Bibi Sinta mendengar suara itu dan berjalan keluar dapur dengan membawa sarapan yang baru dimasak, "Pak, Nyonya belum kembali." Marco, "..." Dia hampir lupa kalau Carina mengamuk dan pindah. Wanita itu cukup keras kepala dan belum kembali setelah sehari semalam. Oke, ayo lihat kali ini berapa lama dia bisa mengacau. Marco duduk di depan meja makan, melihat makanan di atas meja dan mengerutkan kening, "Ini sarapan yang kamu siapkan?" Segelas susu dan roti lapis sederhana, apakah ini bisa dimakan? Bibi Sinta menggaruk kepalanya dan berkata dengan kesal, "Pak, biasanya tiga kali makan harianmu diurus oleh Nyonya. Nyonya nggak ada di rumah, jadi kenapa nggak makan saja apa yang ada dulu?" "..." Marco ingat dia telah mempekerjakan seorang pelayan yang bertanggung jawab memasak. Setelah menikah dengan Carina, ibunya memecat pelayan dan menyuruh Carina bertanggung jawab atas tiga kali makan sehari. Carina sangat pandai memasak dan bisa membuat setiap makanan menjadi sangat menggiurkan, bahkan sarapan juga bisa dibuat bervariasi yang sangat lezat. Marco tidak nafsu makan setelah melihat roti lapis dan susu di depannya, jadi dia berdiri untuk pergi. Sore ini dia akan menghadiri pesta koktail bisnis dan harus berpakaian lebih formal. Marco masuk ke ruang ganti untuk berganti pakaian. Dia ingin memakai bros rubi yang dibeli pada acara lelang terakhir, tetapi tidak bisa menemukannya. Biasanya barang ini disimpan oleh Carina, jadi dia meneleponnya. "Halo, siapa ini?" Sepertinya wanita itu baru bangun tidur, suaranya lembut dan terdengar mengantuk. Ini adalah pertama kalinya Marco mendengar suara Carina seperti ini dan tercengang. "Siapa ini? Kumatikan saja kalau nggak mau bicara." Sebelum panggilan diakhiri, Marco pun sadar, "Di mana kamu simpan bros rubi itu?" Ada keheningan di ujung lain telepon selama beberapa detik sebelum terdengar suara yang agak ketus. "Laci keenam di baris ketiga lemari perhiasan putih di ruang ganti. Ada di dalam kotak biru." Marco membuka laci sesuai yang Carina katakan dan menemukan bros rubi. "Ketemu." "Oke. Kalau nggak ada masalah lain, tutup dulu." Setengah detik kemudian, Carina tiba-tiba berkata, "Suruh Bibi Sinta rapikan ruang ganti untukmu saat ada waktu. Kelak kalau nggak bisa menemukan sesuatu, tanyakan saja padanya." Artinya jangan mencarinya lagi ... seketika raut wajah Marco menjadi muram dan agak marah. Setelah dipikirkan, Marco merasa mungkin Carina sengaja mengatakan itu karena ingin membuatnya marah dan berpikir dirinya tidak bisa hidup tanpa wanita itu, sehingga dia akan segera menjemput Carina. Heh, angan-angannya terlalu tinggi. Karena begitu suka melarikan diri dari rumah, silakan saja. Bagaimanapun, pada akhirnya dia akan kembali sendiri. "Aku tahu, aku akan menyuruh Bibi Sinta untuk menata ulang." Setelah mengakhiri panggilan, Marco memakai bros. Saat hendak pergi, Marco tiba-tiba berhenti dan tanpa sengaja berjalan ke arah ruang ganti Carina. Tidak ada pakaian yang hilang dari lemari, perhiasan dan tas ternama pemberian Marco sebelumnya juga masih ada. Marco mengangkat sudut bibirnya dan tersenyum sinis. Carina memang sedang mengamuk. Kalau benar-benar ingin bercerai, dia pasti akan sudah membawa semua barang mewah ini dan sekarang masih ingin menunggu Marco tunduk untuk berinisiatif menjemputnya kembali. Carina tidak mengetahui apa yang Marco pikiran. Alasan mengapa Carina tidak ingin membawa pergi semua barang mewah tersebut hanya karena merasa itu merepotkan. Lagi pula, Carina belum menyewa rumah dan tidak ada tempat untuk menyimpannya. Carina tidak akan sebodoh itu sampai tidak menginginkannya. Dia pantas mendapatkan semua barang mewah yang Marco berikan kepadanya sebagai permintaan maaf atas ketidakadilan yang dia derita karena sang ibu mertua selama tiga tahun terakhir. Setelah mengakhiri panggilan dari Marco, Carina terus tidur sampai pukul sepuluh sebelum bangun sendiri. Dia menghadap matahari sambil berbaring dengan nyaman dan tersenyum bahagia. Setelah menikah dengan Marco, setiap pagi ibu mertua akan membangunkan Carina pada pukul lima pagi dan tidak bisa tidur nyenyak setiap hari. Sungguh menyenangkan bisa tidur sampai bangun sendiri. Dia pergi mandi dulu sebelum sarapan sederhana dan pergi ke panti jompo untuk menemani ibunya. Sore hari saat kembali ke hotel, Carina melihat "tamu tak diundang" di depan pintu kamar. Marco bersandar ke dinding sambil memegang sesuatu yang mirip dengan dokumen dan menatapnya dengan ekspresi muram. "Mau gugat cerai? Carina, tahu nggak apa yang kamu lakukan?" Saat kembali ke vila dari acar sosialisasi, Bibi Sinta menunjukkan surat panggilan pengadilan kepada Marco. Tidak disangka ternyata Carina ingin mengajukan gugatan terhadapnya. Carina menjawab dengan tenang, "Kamu nggak setuju, makanya aku terpaksa mengambil tindakan hukum. Ada masalah apa?" "Mengamuk juga harus tahu batasannya. Apa kamu pikir gugatan itu permainan anak-anak? Kalau sampai tersebar dan diketahui pemegang saham serta konsumen, itu pasti akan membuat harga saham perusahaan nggak stabil." Marco mengerutkan kening. Dia benar-benar tidak bisa memanjakan Carina. Semakin dimanjakan, tabiatnya semakin buruk. Dibandingkan dengan Marco yang marah, Carina malah bersikap sangat tenang, "Sekali lagi, aku nggak main-main denganmu. Kalau nggak mau bercerai dalam damai, sampai jumpa di pengadilan." Carina telah menanggung penderitaan sendiri selama tiga tahun dan tidak akan menunda lebih lama lagi. Pernikahan ini harus diakhiri. Marco menahan amarahnya dan berkata setenang mungkin, "Jaga sikapmu dan besok cabutlah tuntutannya." Carina ingin bilang itu mustahil, tetapi ponsel Marco berdering sebelum dia bisa mengatakan sesuatu. Marco melirik ke arah ponsel dan menjawabnya, kemudian berjalan ke lift sambil berbicara. Carina mengangkat bahu, membuka pintu dengan kartu kamar dan masuk. Apa pun yang terjadi ... dia tidak akan pernah mencabut gugatannya. Saat keluar dari kamar mandi, ponsel Carina berdering dan ternyata yang menelepon adalah sahabatnya yang bernama Elsa. "Halo, Elsa, ada apa?" Suara ceria Elsa terdengar, "Datanglah ke Bar Kejora, aku pesan delapan model pria dengan gaji yang baru kuterima dan kita bagi dua. Suruh Marco si bajingan itu enyah saja!"

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.