Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 12

Carina memejamkan mata secara refleks. Tepat saat itu, sebuah tangan tiba-tiba muncul dan langsung mencengkeram pergelangan tangan penjahat. Penjahat itu terkejut dan segera menoleh ke belakang. "Siapa kamu?" Carina langsung membuka mata karena tidak merasakan rasa sakit seperti yang dipikirkan. Matanya membelalak. Seorang pria yang memakai mantel hitam berdiri di belakang penjahat. Ekspresinya tegas dan tatapan matanya sedingin es. Tangan pria itu yang kekar mencengkeram pergelangan tangan penjahat dengan kuat sehingga ujung pisau tajam tidak menggores wajah Carina. Henry berkata dengan suara dingin, "Melukai orang lain dengan sengaja dapat dijatuhi vonis kurungan di atas 3 tahun sampai di bawah 10 tahun." Penjahat itu panik karena tidak menyangka akan ada orang yang muncul di sana. Jangan sampai dia ditangkap. Penjahat itu hendak menendang dada Carina. Di saat Henry melindungi Carina, penjahat itu mengambil kesempatan untuk kabur. Sret! Di tengah perlawanan, darah hangat terciprat ke wajah Carina .... "Henry!" Penjahat itu tidak berani berlama-lama di sana dan segera kabur. Henry ingin mengejarnya, tetapi Carina berseru, "Jangan kejar dia. Tanganmu terluka!" Tangan Carina masih diikat oleh isolasi. Saking cemas, matanya memerah. Henry seolah-olah tidak merasakan sakit. Henry menyingkirkan isolasi di tangan Carina dan membantunya berdiri. "Cepat ke rumah sakit ...." Carina memegang lengan Henry. Suaranya penuh dengan kecemasan. Henry menatap Carina dengan tatapan kelam. "Bukan luka serius, balut di rumah saja." Untungnya, Carina selalu menyiapkan kotak P3K. Setelah membawa Henry ke apartemennya, Carina mengambil kotak P3K dan membalut luka Henry. Panjang luka itu sekitar 5 cm, tidak dalam. Akan tetapi, luka itu tampak mengerikan karena banyak darah. Wajah Carina masih agak pucat. Bibirnya gemetar. Henry mengira Carina ketakutan karena penjahat itu. Henry memegang tangan Carina dengan tangannya yang tidak terluka dan menenangkan Carina, "Jangan takut, kamu sudah aman. Nanti aku temani kamu ke kantor pengelola untuk cek CCTV." "Aku nggak takut, dia nggak berani benar-benar melakukan sesuatu padaku. Justru kamu ...." Carina mengkhawatirkan luka Henry, tetapi saat hendak mengatakannya, Carina berubah pikiran. Carina membersihkan luka Henry dengan sungguh-sungguh. "Oh, ya. Kenapa kamu bisa muncul di saat genting?" Henry menjawab dengan tenang, "Aku mendengar suaramu." Carina bertanya-tanya dalam hati, kebetulan sekali? Carina tahu Henry memiliki pendengaran yang tajam, tetapi tidak menyangka akan setajam itu. Henry memikirkan ucapan Carina tadi bahwa "dia nggak berani benar-benar melakukan sesuatu padaku". Lalu, penjahat itu tidak mengambil uang Carina dan tidak melecehkan, hanya ingin menggores wajah Carina. Hal itu sangat mencurigakan. Henry menatap lurus ke wajah Carina. "Siapa yang ingin mencelakaimu?" Carina yang sedang mensterilkan luka Henry tertegun. Bulu matanya yang lebat berkepak. "Selain ibu mertuaku, siapa yang akan begitu kejam dan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya?" Henry membantu Carina melakukan gugatan sehingga punya pengetahuan dasar tentang kehidupan Carina. Ibu mertua Carina bernama Mina Saris dan cukup terkenal di kalangan nyonya elite. Henry tidak tahu banyak tentang yang lain. "Kalian punya dendam?" Carina menerangkan, "Mina nggak mau aku membagi separuh harta Marco. Penjahat tadi adalah suruhannya. Dia mengancamku untuk menandatangani surat persetujuan untuk menyerahkan harta dengan sukarela." Ternyata begitu. Tidak heran penjahat itu tidak lupa untuk memungut barang di lantai saat melarikan diri. Henry mengusulkan, "Kamu bisa lapor polisi." Carina langsung menjawab tanpa mendongakkan kepala, "Nggak bisa." "Kenapa?" Carina tidak menjawab. Carina menatap Henry dan segera memalingkan tatapan. Carina merapatkan bibir, diam saja. Jika melapor polisi, Michael akan tahu dan kondisinya akan memburuk. Mina sudah gila, tetapi Carina tidak bisa ikut gila. Akan tetapi, semua itu adalah masalah pribadi Carina, juga adalah kegalauan yang sulit diselesaikan. Dalam alam bawah sadarnya, Carina tidak ingin Henry tahu terlalu banyak. "Jangan tanya. Pokoknya, aku nggak lapor polisi." Kemudian, Carina menundukkan kepala dan lanjut menangani luka Henry. Melihat wajah Carina yang serius, timbul perasaan yang sulit diucapkan di dalam Henry .... Kelihatannya, pernikahan Carina selama beberapa tahun ini tidak bahagia. Setidaknya, Carina tidak terlihat bahagia. Kulit Henry relatif berwarna pucat. Luka yang sudah dibersihkan itu justru tampak sangat jelas. Warna darah yang pekat itu sangat menonjol, pasti sangat sakit. Carina tanpa sadar meniup luka Henry dengan pelan. Henry terbengong sambil menatap wajah Carina. Perasaan yang ganjil dengan cepat menjalar dari lengan Henry yang terluka ke seluruh tubuh. Tubuh Henry membeku seketika. Saat hidup serumah dulu, ketika Henry terluka, Carina juga akan meniup luka Henry dengan pelan dan mengatakan itu akan meredakan rasa sakit. Sama seperti sekarang. Setelah bertahun-tahun, Carina tetap mempertahankan kebiasaan itu. Tatapan mata Henry makin kelam. Carina mengambil salep. Carina menatap Henry dan berkata dengan suara pelan, "Aku pelan-pelan, usahakan nggak membuat lukamu sakit." Suara Carina pelan dan lembut. Ekspresi Henry linglung sejenak. Henry teringat akan malam pertama mereka .... Di malam itu, Henry berulang kali mencium mata dan bibir Carina. Henry berkata dengan suara serak di telinga Carina, "Jangan takut, aku akan pelan-pelan. Nggak sakit." "Sudah. Ingat, lukamu nggak boleh kena air." Pada saat ini, suara Carina yang pelan membangunkan Henry dari lamunan. Henry menatap lurus pada wajah Carina yang putih halus. Di tengah kelinglungan, wajah ini menyatu dengan wajah dengan rona merah dalam ingatannya .... Itu memang Carina, dari dulu sampai sekarang. Ketika Henry mengulurkan tangan dan ingin meraba pipi Carina, Henry tiba-tiba tersadarkan. Henry langsung menghentikan gerakannya. Untungnya, Carina tidak memperhatikan kejanggalan Henry. Carina beranjak dari tempatnya untuk menyimpan kotak P3K yang sudah dikemas. Sesaat kemudian, Carina menyodorkan segelas air hangat pada Henry. "Kutambahkan madu, bagus untuk kesehatan." Henry mengambil gelas kaca bening itu dan menggosok pinggirnya dengan ibu jari. Carina duduk di sofa tunggal di seberang Henry. Mereka bertatapan satu sama lain dalam diam. Suasana menjadi hening. Ketika Carina ingin mencari topik, Henry menatap Carina dan berpura-pura cuek saat mengajukan pertanyaan. "Waktu itu, kenapa kamu tiba-tiba menikah dengan Marco?"

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.