Valerie Pingsan!
Keanu sudah selesai merapikan berkas-berkas di atas mejanya saat ponselnya berdering. Nomer telpon asisten rumah tangganya berkedip-kedip di layar.
"Halo, Mbak?"
"Pak, saya mau kasih kabar," suara diujung sana terdengar lirih setengah berbisik.
"Kabar apa?"
"Mas Kevin, Pak."
"Kenapa lagi Kevin?" suara Ken seketika berubah serius.
"Mas Kevin pulang sama pacarnya. Tadi saya lihat mereka naik ke lantai atas berdua."
"Oh ya?"
"Iya, Pak."
Seketika Ken melangkah keluar dari ruangan kantornya dan berjalan cepat menuju pintu lift di ujung koridor.
"Oke, makasih ya, Mbak. Saya pulang sekarang. Tolong terus awasi mereka."
"Baik, Pak," sahut asisten rumah tangganya dengan patuh.
"Kalau ada apa-apa cepat hubungi saya," perintahnya lagi.
"Siap, Pak!"
Setengah berlari, Ken melewati koridor kantor dan tak sengaja dia bertemu dengan Sely di depan toilet.
"Ken, mau kemana?" Mendengar namanya dipanggil, Ken menghentikan langkahnya dan berbalik menghadap Sely.
"Sel, sorry ya. Lain kali kita makan siang bareng, aku lagi ada urusan penting," jawabnya lalu kembali melanjutkan langkah.
Begitu sampai di depan pintu lift yang terbuka, Ken langsung masuk ke dalam dan menekan tombol menuju lobby.
Sebelah kakinya mengetuk-ngetuk lantai merasa tidak sabar, dan begitu lift berdenting bersamaan dengan pintunya yang terbuka, buru-buru Ken melangkahkan kakinya dan berlarian keluar kantor.
Sementara itu, Kevin dan Valerie sudah berada di dalam kamar. Dalam perjalanan pulang dari sekolah tadi, Kevin sengaja mampir di sebuah apotik dan membeli beberapa alat tes kehamilan untuk Valerie. Hanya untuk berjaga-jaga, siapa tau hasilnya akan berbeda.
"Kamu cobain semua ya," kata Kevin menyerahkan tiga buah alat tes kehamilan pada Val yang berdiri di hadapannya.
Ragu-ragu Val menerima, tangannya masih gemetaran dan dingin. Perasaan takut yang sejak kemarin menggelayuti hatinya belum juga berkurang sama sekali. Justru semakin bertambah setelah dia merasakan gejala-gejala kehamilan yang dia alami beberapa hari ini.
Salah satunya adalah setiap pagi dia selalu muntah-muntah, tak bisa mencium bau-bau yang tajam dan yang lebih membuatnya takut adalah bahwa bulan ini Val belum mendapatkan haid.
"Kev, aku takut," suara Val berubah serak, sejak tadi dia sudah menahan air matanya. Takut kalau teman-teman sekolahnya curiga. Apalagi Nadin yang berkali-kali bertanya tentang wajah Val yang pucat dan selalu menutup hidung karna tak tahan dengan bau parfum teman-teman sekelasnya.
"Coba aja dulu. Siapa tau tes kamu yang kemarin salah," ucap Kevin seraya mengusap lembut kepala Val, mencoba menenangkan pacarnya. Padahal di dalam hati, Kevin sendiri juga merasa cemas bukan main.
Jujur saja, cowok belasan tahun itu merasa belum siap dengan kemungkinan terburuk yang akan terjadi. Kalau Val benar-benar hamil, bisa kacau semuanya. Meskipun Kevin sadar, semua kejadian ini akibat dari ulahnya sendiri.
Perlahan Val masuk ke dalam toilet dengan membawa ketiga alat tes kehamilan. Sedangkan Kevin hanya bisa menunggu di depan pintu dengan gelisah.
Cowok itu bahkan tak bisa diam, dia terus saja mondar-mandir sambil meremas-remas jemarinya sendiri.
"Val? Udah belum?" Kevin mengetuk pintu kamar mandinya saat di rasa Val sudah terlalu lama berada di dalam sana.
Namun gadis itu sama sekali tidak menyahut, membuat Kevin semakin cemas.
"Val! Buka pintu!" ketuknya lagi dengan suara lebih lantang, dan sesaat kemudian, pintu di hadapan Kevin terbuka sedikit, menampakkan wajah Val yang sudah basah oleh air mata.
"Kenapa, Val?" tanya Kevin cemas, perasaannya sudah tak enak sejak melihat air mata Val yang mengalir deras.
"Kev, semua hasilnya sama," ucapnya dengan suara bergetar. "Aku benar-benar hamil," lanjutnya dengan mata terpejam dan isak tangis yang tak bisa di tahannya lagi.
Tubuhnya yang sudah lemas terduduk di hadapan Kevin, wajah Val yang putih bersih kini berubah pucat pasi.
Gadis itu benar-benar sudah tak ada tenaga, apalagi sejak pagi Val belum makan apapun, di tambah dia juga muntah-muntah di sekolah.
Belum hilang perasaan terkejut Kevin saat melihat ketiga alat tes kehamilan yang ada di tangan Val, tiba-tiba seseorang membuka pintu kamarnya tanpa mengetuk.
Kevin yang kaget seketika menoleh, dan betapa terkejutnya dia saat melihat Ken sudah berdiri di ambang pintu dengan wajah merah penuh amarah.
"Mas Ken?" bibirnya bergerak sendiri menyebut nama kakaknya.
"Ngapain kalian berduaan di dalam kamar?!" hardik Ken sembari berjalan menerobos masuk ke dalam kamar.
Buru-buru Kevin meraih alat tes kehamilan dari tangan Val dan menyembunyikan di belakang punggungnya. Namun terlambat, Ken terlanjur melihatnya dan semakin membuatnya merasa penasaran.
"Kevin, itu apa?" tanyanya, berjalan mendekati adiknya.
"Bukan apa-apa."
"Bawa sini."
"Nggak!"
"Sini!!" teriak Ken seraya menarik tangan Kevin hingga test pack itu berjatuhan ke lantai, membuat Ken terkejut bukan main. "Punya siapa ini?"
Kevin dan Val hanya bisa saling melempar pandang, tidak ada yang berani menjawab.
"Punya siapa ini?!" ulang Ken dengan suara menggelegar, hingga membuat tubuh Val bergetar ketakutan.
Gadis itu benar-benar takut, apalagi saat melihat kemarahan di wajah Ken. Bibirnya yang pucat mendadak bergetar, dan pandangannya perlahan kabur, kepalanya terasa berputar dan sesaat kemudian semuanya mendadak gelap.
Gadis itu tak lagi merasakan apapun. Tubuhnya limbung ke samping, kepalanya jatuh di atas pangkuan Kevin yang duduk di sebelahnya, membuat cowok tampan itu terkejut bukan main.
Valerie pingsan!
***