Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 6

Nama "Steven" membuat mata Clarine semakin gelap dan jantungnya berdegup kencang. "Angkat?" tanya Rio. "Angkat!" Rio menekan tombol speaker dengan hati-hati, tetapi tidak buru-buru berbicara. "Pak Rio, apakah istri saya bersama denganmu?" tanya Steven dengan suara serak. Api amarah tersulut di hati Clarine. Dia merasa kata "istri" terdengar sangat kasar. "Pak Steven, tolong jaga omonganmu. Sekarang aku adalah mantan istrimu." "Clara, ternyata kamu bersama dengannya," kata Steven dengan nada serius. "Kalau nggak, memang aku harus tinggal di rumahmu dan menunggu seseorang untuk mengusirku?" Itu sungguh kejam! Wajah Steven tampak sangat gelap dan berkata, "Kusarankan kamu untuk nggak buru-buru bertingkah seperti itu. Kita belum menyelesaikan proses perceraian dan belum mendapatkan surat cerai resmi. Secara nama, kamu masih menjadi istriku. Jadi, kamu perlu tahu batas untuk pertimbangkan kehormatan keluarga Octavian dan dirimu sendiri!" "Kamu membawa Rachel untuk tinggal di Vila Parama dan memaksaku untuk menandatangani surat cerai. Steven, saat kamu melakukan hal itu, apa kamu mempertimbangkan harga diriku?" Clarine tertawa sarkas dan berkata, "Kamu sama sekali nggak sopan, ya. Kenapa sekarang aku harus mempertimbangkan kehormatan keluarga Octavian? Lagi pula posisiku sebagai Nyonya CEO diserahkan pada Rachel. Kamu suruh dia saja untuk mempertimbangkan kehormatan keluargamu!" Rio mengangkat alisnya, lalu mengambil cangkir tehnya dan menyesapnya sedikit. Ini baru Clarine dari keluarga Tanuwijaya. Dulu dia adalah istri yang patuh dan lembut yang menderita di keluarga Octavian selama tiga tahun, tetapi itu hanya karakter eksklusif yang dia ciptakan untuk Steven. Walaupun adiknya selalu sempurna, Rio lebih menyukai mawar kecil terlarang dan mengerikan. Untunglah Clarine sudah kembali. "Sekarang aku nggak punya waktu untuk berdebat denganmu." Suara Steven terdengar lesu, "Kakek sakit. Sekarang dia di rumah sakit. Dia terus mengomel ingin bertemu denganmu. Dia bahkan nggak mau minum obat." Tiba-tiba Clarine merasa sedih. Walaupun Clarine dan Steven sudah berpisah, kakek sangat baik dan perhatian padanya selama tiga tahun ketika Clarine berada di keluarga Octavian. Ketika Clarine meninggalkan rumah keluarga Octavian, dia sudah siap untuk kehilangan semuanya. Namun, dia tidak bisa melepaskan kakek yang manis seperti anak kecil. "Apakah Kakek dirawat di rumah sakit Grup Tanuwijaya? Aku tahu. Sebentar lagi aku akan ke sana untuk menemui Kakek." Telepon ditutup dan Clarine menghela napas panjang karena merasa khawatir. "Clarine, aku antar kamu, ya," kata Rio dengan suara hangat. "Nggak perlu. Aku mau mengunjungi Kakek, bukan mencari masalah. Kalau kamu mengantarku, malah memperburuk masalahnya." Clarine melambaikan tangannya dengan ekspresi bingung dan berkata, "Aku bisa menyetir sendiri ke sana." * Di rumah sakit. Steven dan Felix berjaga di depan kamar kakek. Clarine langsung datang dengan ekspresi kesal. Namun, karena sudah tidak bertemu dengan Steven beberapa hari, Clarine menyadari bahwa pria itu kehilangan berat badannya. Sialan, kenapa Clarine malah peduli dengan hal seperti ini? Pada akhirnya, mau Steven menjadi gemuk, kurus, bulat, atau ideal, semua itu bukan demi Clarine. Cinta apanya! Begitu terdengar suara langkah kaki dari sepatu hak tinggi mendekat, kedua pria itu langsung menatap Clarine secara bersamaan. Mereka terkesiap melihat Clarine. Terutama Steven yang hampir tidak dapat mengenali bahwa wanita ini sudah menjadi istrinya selama tiga tahun. "Pak Felix, bagaimana kondisi Kakek?" tanya Clarine pada Felix tanpa menatap Steven. Felix tercengang melihat Clara dan dengan cerdik bertanya, "A, apakah Anda Nyonya Clara?" Wanita di hadapan Felix menggunakan riasan halus di wajah mungilnya yang cantik. Bibir merahnya berkilau mempesona, setelan jas hitam menawan bergaya CEO perempuan sangat cocok dikenakan padanya yang membuat pinggangnya tampak lebih ramping dari biasanya, kaki panjangnya yang mulus, dan bros kupu-kupu dari berlian merah di dadanya tampak sangat cocok, tetapi tidak secerah tatapan matanya. Tiba-tiba Clarine menyadari bahwa dia lupa mengganti pakaiannya dengan gaun putih dan sepatu sneaker karena buru-buru datang. Itu adalah citra Clara yang patuh dan lembut. "Inilah diriku. Bagaimana? Apa penampilan baruku ada yang nggak pas?" "Nggak! Penampilan baru Anda jauh lebih cantik dari sebelumnya! Terlebih lagi, Anda tampak lebih percaya diri ... Dan penuh bergairah ketika berdandan seperti ini," kata Felix dengan jujur. "Oh ya? Mungkin karena aku sudah bercerai." Clarine dengan lembut mengangkat bibirnya dan berkata, "Aku merangkak ke luar dari kubur dan melihat matahari lagi. Inilah kebangkitan kembaliku yang penuh semangat!" Wajah Steven yang tampan sejenak menjadi kesal. Dadanya terasa sesak saking gelisahnya dan berkata, "Karena kamu mengira itu kuburan, kenapa kamu masih berada di sisiku selama tiga tahun dan nggak langsung pergi saja?" "Aku sudah berkali-kali mengatakan padamu kalau kamu ingin mengakhiri pertunanganmu, aku bisa membawamu menemui Kakek kapan saja tanpa menjalani penderitaan selama tiga tahun ini." Hati Clarine terasa sakit. Dia adalah Tuan Steven yang tak bisa digoyahkan oleh siapa pun yang dia sukai. Apalagi orang yang tidak disukai, dia pasti tak ingin meliriknya. Saat itu Clarine sangat mencintainya sehingga hatinya yang dingin dan angkuh pun terjatuh ke dalam lautan cinta. Namun, dia juga membayar harga yang tak akan pernah dia lupakan. "Aku berjanji pada Kakek untuk menjaga kontrak ini dan mengatakan kalau tiga tahun ya tiga tahun. Nggak boleh kurang satu jam pun." "Tapi sekarang Pak Steven akhirnya terbebas dariku. Nanti kamu bisa membawa wanita mana pun yang kamu inginkan untuk dinikahi. Kamu nggak perlu lagi pergi keluar untuk bertemu dengan kekasihmu," kata Clarine sambil tersenyum sinis dan ekspresi menakjubkan. Steven merasa tenggorokannya tercekik. Kenapa wanita ini bisa bermuka dua? Apa menurut Clarine setelah mereka berpisah, dia bisa langsung menghancurkan semuanya? Harus dikatakan bahwa kepribadian Clarine yang keras dan galak lebih menarik daripada sebelumnya. Steven merasa bahwa mata almondnya tampak sedikit ada rasa kebencian. "Kak Steven!" Clarine menoleh ke belakang dengan ekspresi dingin dan melihat Rachel buru-buru berjalan menemani Mellisa. Ketika melihat Clarine datang, ada sedikit rasa permusuhan yang bersinar di mata Rachel. Namun, kilatan itu langsung berubah menjadi kelembutan yang menawan. "Kenapa kalian datang?" tanya Steven heran. Setelah selesai mendengar pertanyaan itu, Rachel melemparkan dirinya ke dalam pelukan Steven dan kedua lengannya yang lembut melingkar di pinggar pria itu dengan terampil. "Kak Steven, kenapa kamu nggak beri tahu aku tentang masalah sebesar ini? Apa kamu nggak menganggap aku sebagai kekasihmu?" "Ya, Steven. Kamu nggak tahu, Rachel sangat khawatir ketika mendengar Kakek masuk rumah sakit. Dia bahkan muntahin bubur makan siangnya ... " kata Mellisa di samping Rachel seraya menatap keponakannya dengan sedih. "Baiklah. Kenapa kamu muntah?" tanya Steven dan kekhawatiran muncul di sorotan matanya. "Rachel selalu punya gangguan gastritis. Tiap kali dia stres, perutnya terasa sakit. Dia sudah berkonsultasi dengan banyak dokter, dan mereka bilang ini bukan masalah besar, tapi tetap saja nggak bisa disembuhkan," kata Mellisa setelah menghela napas lega. "Aku akan mencari dokter untuk menyembuhkan penyakit Rachel. Kalau di dalam negeri nggak ada yang bisa menyembuhkannya, aku akan membawanya berobat ke luar negeri," kata Steven dengan nada lembut seraya memeluk pinggang Rachel. Clarine mencibir di dalam hati. Memikirkan bagaimana dia pernah mengalami gangguan gastritis hingga bercucuran keringat ketika pergi ke rumah sakit sendirian. Walaupun dia tidak memberi tahu pada Steven setelah pulang dari rumah sakit, wajah pucat dan tubuhnya yang lemas bisa tampak dengan jelas. Apa Steven tak pernah peduli bahkan mengatakan sepatah kata pun pada Clarine? Ternyata bukannya Steven yang tidak memahami tentang cinta. Hanya saja Clarine tidak pantas menerima hal tersebut di dunia Steven. Rachel bersandar ke pelukan Steven dan tersenyum dengan sinis pada Clarine. Tunggu sebentar! Kenapa tiba-tiba ... Wanita ini berubah drastis? Kenapa dia berubah secantik ini? Bahkan ada bros kupu-kupu. Bukankah itu karya terbaru Alexa, sang desainer dari Cahaya Asia? Bros itu seharga sepuluh miliar, lho! Bagaimana bisa gadis kampungan yang berdebu ini busa mengenakan perhiasan semewah itu? Bagaimana pelacur ini bisa sekaya itu? Bros itu pasti palsu! "Steven, biarkan Rachel menemanimu masuk menemui Kakek. Rachel sempat nangis saat perjalanan ke sini. Dia khawatir banget, lho," desak Mellisa dengan antusias yang menyadari sepenuhnya bahwa wanita yang sudah mengurus keluar mereka selama tiga tahun tidak ada di hadapannya. Namun, Clarine hanya memasang ekspresi acuh tak acuh. Dia bahkan tidak peduli dengan Steven, terlebih lagi dengan istri penggantinya di keluarga Octavian! Ketika pintu kamar pasien dibuka, sekretaris kakek Hendrik menghampiri. "Tuan Hendrik menyuruh saya keluar untuk menanyakan apakah menantu cucunya sudah datang." Ketika Rachel mendengar pernyataan itu, dia tak bisa menyembunyikan rasa cemburunya dan tampak tegang. "Om Xavier, aku di sini," kata Clarine cemas dan mendekati sekretaris tadi. Karena khawatir dengan kondisi kakek, Clarine tidak peduli dengan panggilan apa pun terhadap dirinya. "Nyonya Clara." Pak Xavier mempersilakan Clarine masuk dengan hormat dan berkata, "Tuan Hendrik meminta Anda dan Tuan Steven untuk masuk." Tanpa ragu-ragu, Clarine melangkah masuk ke ruang pasien. Steven mengerutkan bibir tipisnya dan berjalan ke belakang Clarine. "Kak Steven, tunggu aku ... " Rachel juga mengikuti di belakang, tetapi dihalang oleh Pak Xavier dengan ekspresi dingin. "Maaf. Tuan Hendrik bilang tak ada seorang pun yang boleh menemuinya kecuali cucu dan menantu cucunya. Silakan kembali."

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.