Bab 15
Begitu mentari tenggelam di barat, cahaya keemasan menembus awan dan bersinar dengan terang.
Steven duduk di barisan belakang kursi mobil mewah yang menuju Vila Parama.
"Pak Steven, saya sudah menangani berita skandal Nyonya Clara yang diposting dari beberapa akun resmi. Selain itu, saya sudah memberikan surat pengacara pada mereka. Saya yakin itu sudah cukup."
"Untuk masalah berita pernikahan, saya tidak bisa menekan topik trending ini ... Ini sulit sekali," kata Felix dengan wajah pucat.
Steven menatap ke luar jendela dengan tatapan muram.
Di sepanjang perjalanan, Steven beberapa kali ingin menghubungi Clara, tetapi begitu mengingat percakapan mereka terakhir yang tak menyenangkan, yang mana dia harus bergantung pada Rio untuk bisa menghubungi Clara, dia merasa sedikit malu.
Walaupun Steven meneleponnya dan Clara mengangkatnya, apa yang bisa dia katakan?
Maaf untuk kejadian hari ini?
Steven sama sekali tak bisa mengatakan apa-apa. Namun, seolah-olah ada batu besar yang menekan di dalam hatinya. Batu itu begitu besar sehingga sulit baginya untuk bernapas.
Ketika mobil Rolls-Royce hampir memasuki area Vila Parama, tiba-tiba tatapan Steven membeku.
"Berhenti."
Sopir menginjak rem dan berhenti di samping jalan.
Sebelum Felix bertanya, Steven sudah membuka pintu dan turun dari mobil.
Steven menyeberang jalan dan berjalan lurus menuju toko penjahit bergaya retro.
Di etalase kaca transparan tergantung setelan yang dipotong dengan cermat dan di bagian atasnya terdapat sebuah plakat bertuliskan "Jesse".
Steven tiba-tiba teringat kado yang berisikan setelan jas pemberian Clara dan juga terdapat nama itu.
Tubuh tinggi dan tegap Steven mendorong pintu masuk dan lonceng angin bergerak. Seorang penjahit tua pun menghampirinya.
"Tuan, Anda ingin mengambil pakaian atau membuat pakaian?"
Steven ragu-ragu sejenak sebelum akhirnya bertanya, "Apakah ada seorang wanita berumur 20 tahun membuat setelan jas pria di tempat Anda sekitar sebulan yang lalu?"
"Ah! Iya, ada! Dia seorang gadis kecil! Duh, dia pandai sekali! Aku sangat terkesan padanya!"
Penjahit tua itu teringat kilauan mata Clara dan berkata, "Gadis itu sangat berbakat dalam bidang desain. Aku sudah berkecimpung di industri ini selama 40 tahun. Sejujurnya, aku tak bisa dibandingkan dengannya!"
"Apakah saat itu ... Dia datang ke sini untuk menjahit baju setiap hari?" tanya Steven dengan suara rendah dan merasa tenggorokannya tercekat.
"Ya, setiap pagi dia datang ke sini tepat waktu, lalu bekerja di tempat kami hingga tutup di malam hari. Beberapa kali aku melihat dia kelelahan dan berbaring di meja untuk beristirahat. Bahkan suatu hari dia sempat tidak minum air seteguk pun. Aku sungguh merasa kasihan padanya."
Penjahit tua itu teringat dengan Clara dan berkata, "Aku tanya padanya, jas itu mau diberikan pada ayahnya atau pacarnya? Lalu dia tersipu dan mengatakan bahwa itu untuk diberikan pada kekasihnya. Duh, aku nggak nyangka dia begitu muda, tapi sudah menikah. Entah pria mana yang seberuntung itu!"
Kekasih.
Kata itu seolah-olah duri di batang bunga mawar yang diam-diam dan menusuk ujung hatinya yang ragu.
"Dia sering mengobrol tentang kekasihnya dengan matanya yang bersinar. Menurutku, gadis ini pasti sangat mencintai kekasihnya. Kalau nggak, bagaimana mungkin dia bisa menjahit pakaian itu dengan serius dan rajin?"
"Setiap jahitannya dipenuhi dengan kasih. Duh, maaf, siapa Anda? Kenapa Anda bisa tahu dia?"
Jakun Steven bergerak dan berkata setengah sadar, "Akulah kekasihnya tersebut."
Penjahit tua itu tercengang dan memperhatikan Steven dengan saksama, lalu berkata, "Pria yang berbakat dan wanita yang rupawan. Kalian memang sangat serasi!"
Steven keluar dari toko penjahit. Sinar mentari yang terbenam menyinari wajahnya dan membuat segalanya tampak seperti mimpi.
Mimpi yang ditinggalkan oleh Clara.
Apakah wanita itu benar-benar tulus padanya?
Apa ada orang di dunia ini yang begitu rasional hingga seolah-olah menderita skizofrenia, lalu ketika mengikuti Steven, dirinya bisa begitu tulus, dan bisa langsung melepaskan kontaknya begitu saja ketika meninggalkan Steven, kemudian dirinya bisa langsung beralih ke pelukan pria lain?
Steven merasa hatinya tak pernah sekosong ini sebelumnya.
"Pak Steven! Kenapa Anda bisa langsung belari ke toko penjahit? Biasanya Anda selalu mengenakan merek kelas atas. Sejak kapan selera Anda berubah?" tanya Felix bingung karena tidak paham dengan situasinya.
"Nggak. Ayo pulang."
Tiba-tiba, ponselnya bergetar.
Hari ini Steven merasa terkena gangguan stres paska trauma begitu mengeluarkan ponselnya. Dia mengernyitkan keningnya ketika melihat ponsel, lalu bernapas lega.
Orang yang meneleponnya adalah sahabat karibnya, Tuan Muda keluarga Hudaya, Michael Hudaya.
"Ada apa?"
"Malam ini keluar, yuk. Teman-teman mau merayakan sesuatu untukmu," kata Michael dengan ceria dan sedikit nada mengejek.
"Perayaan apa?"
"Tergantung. Perayaan pernikahan baru boleh, perayaan perceraian juga boleh."
"Enyahlah."
"Haha! Bercanda, kok. Hari ini bisnis baruku dibuka. Apa kamu nggak bisa datang untuk mendukungku? Kamu bilang sudah lama semenjak kita terakhir bertemu. Apa kamu sudah bosan? Atau nggak menyayangiku lagi?"
Steven merasa ragu sejenak, lalu menarik napas.
"Sampai jumpa nanti malam."
*
Malam itu, Clarine memasak dan menyajikan makan malam yang mewah untuk Gerry.
"Clarine, kamu alergi asap. Meskipun asap minyak di dapur ini nggak begitu parah, sebaiknya kamu kurangi," ucap Gerry yang peduli dengan kesehatan tubuh Clarine sambil melihat hidangan lezat di atas meja.
"Nggak apa-apa. Toh aku sudah ... "
Clarine baru menyadari bahwa dirinya keceplosan. Tak ada yang bisa dia lakukan. Dia terlalu santai bersama kakaknya dan merasa tak ada yang pelu dikhawatirkan.
"Wah! Kamu nggak mungkin masak untuk Stevani tiap hari selama tiga tahun, kan?! Sialan, aku bakal beri dia hukuman!" ucap Gerry kesal dan hampir mengangkat meja.
"Nggak, kok. Seorang istri mencuci dan memasakkan sup untuk suaminya adalah hal yang wajar. Nggak apa-apa, kok. Toh aku juga nggak mempermasalahkannya. Toh selanjutnya, aku juga nggak bakal melakukannya lagi."
Clarine terkekeh, tetapi tawanya tak bisa menyembunyikan rasa kecewa dan kepedihan di matanya.
Gerry yang selalu ceria dan pemarah, tiba-tiba berubah serius dan menghampiri Clarine. Dia membuka tangannya dan memeluk adiknya, seperti cangkang kerang yang melindungi mutiara.
"Selama tiga tahun ini kamu memberi makan pada para brengsek itu. Selanjutnya seumur hidupmu, kakak-kakakmu ini akan menjagamu! Yang Mulia Tuan Putri!"
...
Pukul sembilan malam tepat.
Klub malam ACE yang baru dibuka oleh keluarga Hudaya sudah mengumpulkan banyak sosialita dan pemuda dari keluarga konglomerat. Lagi pula siapa yang tak mau datang dan memberikan dukungan pada Kaisar Sanmara, Michael Hudaya, di industri ini.
Terdengar suara mesin menderu dan muncul mobil Bugatti edisi terbatas yang membuat semua wanita iri dan semua pria meneteskan air mata.
Dari kursi penumpang depan mobil, Gerry yang pertama kali turun dari mobilnya. Malam ini dia mengenakan pakaian kasual. Dia mengubah citra serius yang biasa dia miliki sebagai seorang jaksa dan terlihat cerah, tampan, dan berkelas.
Saat ini, pintu sopir terbuka.
Clarine keluar dari mobil dengan kaki panjangnya yang putih mulus dan menaruh tangannya pada pria itu. Malam ini dia mengenakan gaun pendek kamisol berwarna perak yang ketat dan seksi, seperti galaksi yang romantis di bawah cahaya kabur. Rambut hitamnya dikeriting bergelombang besar dan sepasang anting-anting rumbai berlian yang unik membuat wajahnya yang mungil tampak seindah bintang dan bulan.
Semua pria tampan di luar mobil terpukau hingga meneteskan air liur.
Gerry sangat ketakutan sehingga dia buru-buru memeluk adiknya dan berkata, "Ya ampun, bukankah malam ini pakaianmu terlalu seksi?"
"Kenapa? Apa aku nggak cantik?" tanya Clarine seraya mengerutkan keningnya untuk menggoda.
"Cantik! Cantik banget! Aku hanya takut pria cabul langsung menghampirimu dan menggigitmu!"
"Siapa yang berani menggigitku? Aku akan cabut gigi mereka satu persatu, oke?" ucap Clarine dengan menaikkan ujung bibirnya yang merah dan tersenyum jahat.
Di kelab malam yang penuh dengan kemewahan dan keseruan, membuat adrenalin terpacu.
Gerry tidak berani membiarkan adiknya duduk di meja bar. Jadi, dia memesan ruang VIP dan meja yang berisikan wine yang enak, dan membuat aura agar orang asing tidak bisa mendekati adik kesayangannya.
"Duh, banyak sekali pria tampan yang datang ke sini. Aku merasa sedikit kesal datang bersama Kak Gerry."
Clarine mengguncang gelasnya dan mengerucutkan bibirnya karena frustasi. "Aku memang baru saja bercerai, tapi apa Kakak berada di sisiku untuk menghalangi jodohku datang?"
"Duh, Dik Clarine. Meskipun sudah bercerai, bukan berarti kamu merendahkan dirimu. Bisakah kamu untuk nggak memilih pria yang menjijikkan di tempat ini?"
Gerry duduk begitu dekat dengan Clarine dan tak bisa menahan untuk terus menatap Clarine.
Sementara itu, ruang VIP di lantai dua begitu tenang.
Dua pria tampan, Michael dan Steven, masuk ke dalam.
Malam ini, Pak Steven masih tetap mengenakan setelan jas dengan rapi. Michael meliriknya dan menggelengkan kepalanya. "Kenapa kamu masih mengenakan jas? Kamu tahu kita bakal main ke sini, tapi orang-orang bakal mengira kita mau membahas tentang akuisisi bisnis."
"Sekarang hampir seluruh kelab malam di Sanmara mengalami penurunan dan merugi dari tahun ke tahun. Kelabmu ini nggak pantas aku akuisisi," kata Steven sambil duduk dengan elegan.
"Haha karena orang-orang pada merugi, kamu pikir aku pun rugi?"
"Kamu nggak rugi?"
"Rugi. Tapi aku nggak takut. Aku bakal miskin kalau uangku nggak bersisa lagi hahaha!"
Michael tertawa lebar. Dia mengambil gelas wiskinya dan meminumnya sambil melihat ke arah kerumunan di lantai bawah.
Tiba-tiba Michael menyipitkan matanya yang lentik dan berseru, "Gila cantik banget! Dia berpakaian bagaikan ratu malam! Tingkah laku dan dedikasinya jelas dia adalah putri konglomerat!"
Steven tak pernah mendekati wanita lain. Dia memang tidak tertarik. Karena dia terus dipaksa oleh Michael, dia pun melihat wanita yang ditunjuk Michael.
Tidak ada masalah meskipun tak melihatnya. Namun, begitu Steven melihat wanita yang ditunjuk Michael, mata Steven langsung terbelalak dan darahnya melonjak naik!
Itu Clara! Ternyata dia Clara!
Siapa pria di sampingnya?
Ge ... Gerry?!