Bab 132
"Lelucon macam apa yang sedang kamu buat?"
Teguh menatap Rina, lalu menjawab dengan tak berdaya, "Hanum masih sangat muda. Dia sudah kuanggap seperti adikku. Bagaimana mungkin aku menyukainya?"
Setelah berbicara, Teguh menggelengkan kepala seraya tertawa.
Dia kagum dengan cara berpikir Rina.
"Apakah makan bersama sudah berarti suka?" pikir Teguh.
"Sungguh pemikiran yang luar biasa!" pikirnya lagi.
"Huh! Memangnya umur itu menjadi masalah?"
Dengan raut wajah masam, Rina berkata dengan nada ketus, "Kalau memang suka, bilang saja. Tidak perlu menyembunyikan atau malu-malu mengakuinya."
Teguh merasa nada bicara Rina berbeda dari biasanya.
...
Namun, Teguh tidak terlalu memikirkannya. Dia hanya berkata, "Bukankah kami hanya makan bersama? Bagaimana mungkin aku suka kepadanya? Pemikiranmu itu … "
Ada-ada saja wanita ini.
Mungkin ini adalah saatnya Tuhan membuka sebuah jendela baginya, tetapi juga menutup sebuah jendela lainnya.
"Sudahlah!"
Rina langsung memotong perkataan Teguh dengan kesal,
Klik untuk menyalin tautan
Unduh aplikasi Webfic untuk membuka konten yang lebih menarik
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda