Bab 9 Mark Tremont Telah Kembali
Ketika mereka mengumpulkan tugas itu, gurunya tersenyum mengecek melihat hasil gambarnya.
“Kau menggambar Mark Tremont hah? Kau biasanya pendiam, tetapi sekarang kau sama seperti anak perempuan kebanyakan. Beberapa dari mereka juga menggambar dirinya tetapi gambarmu yang terbaik. Kau punya foto? Bagikanlah.”
Guru itu adalah seorang wanita berumur tiga puluhan. Belum menikah, mudah emosi, dan tergila-gila dengan Mark Tremont, dia mengoceh tentangnya bersama murid-murid lain setiap hari.
Arianne Wynn menggelengkan kepalanya. “Aku tidak punya foto…”
Wajah gurunya mengkerut.
“Tetapi gambarmu begitu baik? Semua itu hanya dari imajinasi? Pernahkah kau bertemu langsung dengannya? Berbaik hatilah, tunjukan aku fotonya. Gambarmu… terlihat seperti ia duduk di sekitar rumah? Foto seperti ini tidak ada di internet. Darimana kau mendapatkannya?”
Tifanny Lane tidak lagi dapat menahan dirinya.
“Apa yang diributkan saat ini? Dia bilang bahwa dia tidak punya foto, sudah. Kemampuan gambarnya memang selalu bagus, tidakkah kau memahami murid-muridmu?”
Dihadapkan dengan murid-murid dari latar belakang keluarga ternama dan berkuasa seperti Tiffany Lane, guru itu selalu berpikir dua kali sebelum bertindak. “Baiklah, baiklah. Aku tahu dia dalam perlindunganmu. Aku tidak mau foto, oke?”
“Bagaimana kau melakukannya? Kau belum pernah bertemu Mark Tremont, kan? Aku pernah bertemu dengannya satu kali, di sebuah pesta. Aku kira kau berbeda dari yang lain. Ternyata kau berfantasi tentang pria ideal skala nasional juga, hehe…” Tiffany bertanya pada Arianne setelah kelas selesai.
Terbiasa diam, Arianne tidak punya fantasi tentang Mark Tremont. Apa yang perlu dibayangkan saat mereka tinggal satu atap setiap hari? Dia dapat menggambarnya dengan sempurna karena sedalam itu sosok dirinya dipikirannya. Dia mungkin tidak akan pernah mampu kabur dari ketakutan yang Mark telah bawa ke kehidupannya.
“Ari, aku dengar Mark Tremont datang ke acara kampus tahun ini. Tidak aneh juga. Dia telah berkontribusi banyak pada sekolah. Masuk akal bahwa sekolah mengundangnya,” Ucap Tiffany yang telah terbiasa dengan sikap pendiam Arianne.
Acara kampus itu diadakan setiap semester sebelum libur musim dingin dan musim panas. Yang tidak lain hanyalah sejumlah acara membosankan dan sebuah seminar yang dirancang sekolah.
Tersisa dua puluh satu hari lagi sampai acara kampus itu. Mark Tremont akan sudah pulang dari perjalanan bisnisnya nanti.
“Ari, kita tidak punya kelas apapun sore ini. Ayo main. Aku akan mengajakmu berseluncur es. Ada gelanggang seluncur es baru. Lapangan ski berada terlalu jauh, aku akan mengajakmu kesana selama masa liburan,” Tiffany dengan cepat memberi saran ketika dia melihat Arianne membereskan barang-barangnya, terlihat seperti akan pergi.
Terdapat kerutan diantara alis Arianne. Dia merasa cemas Mark Tremont akan pulang tiba-tiba lagi. Jika dia ketahuan tidak berada di rumah sekali lagi, dia tidak yakin akan dimaafkan dengan mudah.
“Bagaimana menurutmu? Ayo, ayo,” Tiffany mengayunkan tangannya terlihat imut.
Arianne menggelengkan kepalanya pelan. “Tidak bisa pergi, aku harus pulang.”
Tiffany menggenggam lengan Arianne lengket-lengket. “Mengapa kau terburu-buru pulang setiap hari? Apakah keluargamu sekeras itu? Apakah kakakmu akan menggigitmu?”
“Mm.” Arianne menggenggam. Mark Tremont akan benar-benar akan melumatnya utuh-utuh.
Tiffany Lane terdiam, sangat penasaran dengan kakaknya. Melihat begitu serius wajah Arianne, dia hanya dapat melepaskan lengannya dan membiarkannya pergi, tidak ingin memojokkannya.
Meninggalkan kampus, rantai sepeda Arianne putus tiba-tiba sebelum dia bahkan sampai setengah perjalanan.
Dia tidak tahu bagaimana memperbaikinya, hanya dapat bergerak perlahan dan mendorong sepedanya. Salju turun lagi dengan deras. Tangannya, yang tampak tidak terlindungi, sudah mulai kedinginan, semetara pipinya merona merah dari terpaan badai es.
Langit menjadi kelam ketika Arianne tiba di rumah. Malam meliputi rumah keluarga Tremont yang mewah namun tetap tidak dapat menutupi keindahannya. Mark Tremont menyukai ketenangan dan kedamaian, karenanya lokasinya cukup jauh dari Universitas Southline. Namun, tanpa sepeda untuk dikendarai, Arianne merasa sengsara.
Memasuki pintu, Mary menggiring dirinya ke kamar pengasuh dan menghangatkannya dengan menyalakan alat pemanas.
“Apa yang terjadi denganmu? Mengapa kau pulang begitu larut dan menggigil kedinginan pula? Jika kau merasa sulit untuk berbicara dengan tuan, aku akan pergi menyampaikannya. Kau bahkan tidak punya baju tebal lainnya.”
Arianny Wynn menggosok-gosokan kedua tangannya yang kebas dari kedinginan dan menjawab lemas, “Dia memberikanku uang. Aku tidak menggunakannya sama sekali.”
Dia akan merasa bersalah untuk menggunakan uang itu...
Mary menunjuk-nunjuk dahi Arianne dengan kesal. “Dia telah memberimu uang, kau menolak menggunakannya. Mengapa kau keras kepala tentang hal itu? Bertahun-tahun telah berlalu sejak kejadian itu. Tuan tidak memperlakukanmu buruk, mengapa kau yang terus mengingat-ingat? Tuan pulang hari ini dan kau pulang larut malam lagi. Dia pasti akan membahas hal ini!”
Mark Tremont pulang?!