Bab 6
"Benar. Sengaja memeluk prajurit di tempat umum jelas ingin memfitnahnya. Orang seperti ini sangat jahat." Orang yang tidak terburu-buru naik kereta menunjuk ke arah Viona yang ada di lantai.
"Ya, cepat lapor ke polisi. Laporkan dia karena bertingkah seperti preman dan tangkap dia. Orang jahat seperti itu harus ditangkap dan diberi pelajaran dengan baik supaya nggak merugikan orang yang nggak bersalah."
Beberapa orang melemparkan cangkang kuaci di tangan mereka ke arah Viona dengan penuh kebencian.
Scarlet sangat angkuh. Dia hanya tidak ingin Viona pergi ke Kota Barus bersamanya dan seharusnya gadis itu menikah dengan seorang bujangan tua berusia 40-an di desa.
Akan lebih baik kalau Viona ditangkap dan dibawa ke polisi karena tindakan liarnya.
Viona menunjukkan senyuman dingin dan mencubit pahanya dengan keras. Sudut matanya langsung memerah. Suara lembutnya terisak dan meraih tangan Scarlet sambil menangis, "Scarlet, kamu itu adikku. Tadi kamu juga nggak ada di sana, bisa-bisanya kamu salah paham terhadapku seperti ini?"
"Barusan aku tertabrak keranjang yang dibawa oleh seorang paman dan terjatuh ke depan. Aku nggak tahu kalau orang yang berdiri di depan itu adalah Steve, cuma melihat orang di depanku itu mengenakan seragam hijau. Atas dasar kepercayaan rakyat pada militer, itulah sebabnya aku mencengkeram Steve. Aku cuma nggak mau jatuh ...."
"Herbert bisa menjadi saksiku."
Viona menitikkan air mata saat berbicara. Air mata jernih mengalir di pipi merah mudanya bagaikan embun pagi di antara bunga yang membuat orang merasa sangat sedih.
"Benar, Komandan Steve, kamu benar-benar salah paham terhadap Nona Viona. Nona Viona benar-benar nggak sengaja." Herbert yang berada di sebelah langsung menjelaskan masalah sebelumnya dengan rinci.
Dia menjaga jarak dari Viona. Kejadian itu terjadi begitu tiba-tiba sehingga Herbert tidak sempat bereaksi, tetapi dia langsung berteriak memanggil paman.
"Benar, maafkan aku. Tadi anakku memanggilku. Begitu berbalik, keranjang di pundakku menabrak nona ini." Wajah paman itu terlihat penuh penyesalan.
Steve menatap Herbert yang menganggukkan kepala dengan penuh semangat seolah mengatakan, "Komandan Steve, kamu benar-benar salah menuduh Nona Viona. Dia tidak bersalah."
Scarlet tidak menyangka akan ada perubahan situasi dan segera berkata dengan raut wajah menyesal, "Maaf, kak, aku melihat Steve mendorongmu ke lantai dan memperingatkanmu untuk menjaga jarak antara pria dan wanita, jadi kupikir kamu menyukai Steve dan ingin menjalin hubungan dengannya. Maafkan aku."
"Scarlet, meskipun saat itu akulah yang melakukan kencan buta dengan Steve, tapi aku menolak saat ayah dan ibu menyuruhku untuk menikah dengannya. Bukankah tadi malam kamu sudah mendengar semuanya?"
"Kalau aku ingin menjalin hubungan dengan Steve, untuk apa aku berkata seperti itu kepada ayah dan ibu? Kenapa kamu masih salah paham terhadapku seperti ini?" Viona berkata dengan jelas dan menatap Scarlet dengan tatapan sedih serta bingung.
Seolah mereka adalah kakak adik yang sangat akur, tetapi tiba-tiba sangat terluka karena pengkhianatan yang dilakukan oleh adiknya.
Dia tahu Scarlet akan membicarakan hal ini, jadi dari awal dia sengaja tidak mengungkitnya dan hanya menunggunya masuk ke dalam jebakan.
Untuk menghadapi wanita jalang sok lemah ini, Viona harus lebih lemah lembut, menyedihkan dan polos daripada dia.
"Ternyata kakak yang awalnya kencan buta dengan perwira. Kakak nggak jadi bersamanya, jadi giliran adiknya tiba. Kubilang kakak lebih cantik dari adik dan setara dengan dewi, bagaimana dia bisa melakukan hal seperti ini?"
Setelah orang-orang di sekitar mendengar hal itu, mereka semua mulai membela Viona.
"Benar, sepertinya kakak dan perwira itu sangat serasi. Adiknya ini terlihat belum dewasa. Mungkinkah perwira juga nggak menyukainya dan sengaja mengatakan ini? Benar-benar licik."
Mendengar komentar di sekitarnya, sekarang Scarlet yang tadi sangat bangga terlihat sangat marah. Dia langsung terlihat menyedihkan, meraih tangan Viona dan menampar wajahnya, "Kak, maafkan aku, Ini semua salahku. Pukul saja aku. Nggak seharusnya aku salah paham padamu."
"Nggak apa. Sekarang masalah ini sudah selesai, kelak Scarlet nggak akan salah paham terhadapku lagi, 'kan?" Viona menarik tangannya dan berbicara dengan lembut.
Tidak ada sedikit pun celaan atau amarah, malah sangat pemaaf, murah hati dan ramah.
Tidak hanya membuat Scarlet gagal berlagak menyedihkan, tetapi juga membuat Viona terlihat penuh perhatian dan sayang adik.
Ini juga membuat Scarlet lebih sulit untuk menggunakan trik ini sebagai alasan untuk mencari masalah di lain waktu.
Scarlet tertegun sejenak, kemudian mengepalkan jari-jarinya dengan kuat dan keengganan melintas di matanya. Kemudian dia berpura-pura patuh dan menggelengkan kepalanya, "Nggak ... itu nggak akan terjadi lagi."
"Ini salahku, aku akan mengoreksi diriku sendiri. Kereta akan segera berangkat. Ayo naik kereta dulu." Steve mengatupkan rahangnya, kemudian melangkah maju dan berkata dengan suara dingin yang melembut.
Sepasang matanya yang gelap menatap air mata di bulu mata Viona yang lentik, terlihat kalau dia mengakui kesalahannya dengan jujur.
Benar saja, tekanan opini publik itu luar biasa. Pria yang dingin dan sombong itu justru tunduk untuk mengakui kesalahannya.
"Oke, nggak apa-apa." Viona menyeka air mata di pipinya dan menyunggingkan senyuman.
Dia berdiri dari lantai sebelum menepuk-nepuk debu di baju dan celananya, kemudian berjalan menuju ke tempat pemberhentian.
Herbert hendak pergi dan mencoba membujuknya. Tidak disangka Viona sangat lembut dan sopan, tabiatnya juga sangat baik. Kalau wanita lain disalahpahami seperti ini, mereka pasti akan menangis dan membuat Komandan Steve kehilangan muka.
Entah mengapa Komandan Steve begitu memusuhi Viona. Apakah karena Viona tidak menyukainya?
Herbert berpikir itu tidak mungkin. Setelah melihat ke arah Komandan Steve, dia mengikutinya untuk membantu membawa barang bawaan.
"Steve, aku takut kakak akan membuat masalah seperti yang dia lakukan di rumah, tapi nggak kusangka ternyata aku salah paham. Ini semua salahku." Scarlet menarik kaki kanannya yang terluka dan berjalan tertatih ke arah Steve sambil berkata dengan sedih.
"Ini bukan salahmu, ayo cepat pergi."
Steve teringat kedua tangan Viona langsung terulur ke dalam pelukannya saat menerjang ke arahnya ....
Sepasang matanya yang gelap menjadi muram. Lebih baik Viona tidak sengaja, daripada memanfaatkan kesempatan dengan berpura-pura jatuh ....
Hari ini Herbert yang membeli tiket kereta. Karena dia sedang terburu-buru dan tidak ada kasur, dia terpaksa membeli empat kursi empuk yang berdekatan.
Akan tetapi, itu jauh lebih baik daripada tiket berdiri dan kursi keras. Lagi pula, perjalanan dengan kereta akan membutuhkan dua hari satu malam.
Setelah naik kereta, Viona mengeluarkan telur yang diberikan Florencia kepadanya. Cuacanya terlalu panas dan barang tidak bisa ditaruh di tempat. Kebetulan ada empat telur, jadi Viona membagi satu telur kepada setiap orang.
Meskipun Steve mendorong Viona menjauh dan menghardiknya, serta membuatnya marah, tetap saja Viona tidak sengaja menyentuh sesuatu yang seharusnya tidak dia sentuh.
Pada tahun 1980-an yang kuno ini, keadaannya memang agak keras. Dia bisa mengerti seorang pria akan sangat marah.
Sepertinya Steve masih seorang perjaka tua yang begitu sensitif dan langsung berdiri tegak.