Bab 1 Diusir
Jalanan basah.
Hujan turun sepanjang hari di Kota Sulga.
Ransel Elisa dilempar keluar pintu oleh kepala pelayan yang menatapnya dengan tatapan meremehkan.
"Nona Elisa, Tuan Adrian tidak ingin menemui Nona, jadi saya akan mewakili beliau. Orang tua kandung Nona tinggal di desa dengan nama keluarga Suherman. Dulu keluarga Yuridis salah mengenali Nona sebagai putri mereka dan sekarang Nona Yabel telah ditemukan, jadi kami harap Nona juga bisa mengerti dan tidak lagi menghubungi keluarga Yuridis."
Kepala pelayan berbicara sambil mengeluarkan sebuah kartu. "Tuan Adrian meminta saya memberikan 20 juta ini ke Nona sebagai kompensasi."
"Nggak perlu."
Elisa tidak melihat kartu itu sama sekali dan hanya mengambil tas hitamnya.
Kepala pelayan menatap gadis di depannya dengan jengkel. Gadis ini tidak mau menerima uang ini karena mau pura-pura berlagak kaya, ya?
Apa dia tidak berpikiran jernih? Keluarga Yuridis sudah menemukan putri kandung mereka sendiri, jadi mana mungkin mereka akan menginginkan gadis desa yang miskin ini? Dia tidak mungkin akan bisa berada di level mereka.
"Kalau begitu silakan pergi, Nona Elisa!" Kepala pelayan menutup pintu dengan keras.
Elisa tidak memedulikannya. Dia hanya membawa tas hitam saat keluar dari Kediaman Yuridis dengan tubuh yang tegap.
Dia pergi dengan kondisi yang sama seperti saat dia datang.
Kecuali hujan yang jatuh di atas kepalanya sehingga membuatnya terlihat agak berantakan.
Orang di lantai atas melihat Elisa sambil tertawa tanpa peduli apa Elisa bisa mendengarnya.
"Akhirnya dia pergi."
"Mana mungkin nggak pergi? Aku cuma takut dia nggak ingin kembali ke desa dan malah menetap di rumah kita."
Elisa tidak menjawab, tetapi senyuman samar terlihat di bibirnya.
Apa Keluarga Yuridis tidak bisa mengenali barang yang berharga?
Ya, mereka memang tidak bisa mengenalinya.
Elisa memakan permen dengan santai. Rambutnya hitam pekat dan wajahnya sangat cantik meski terlihat pucat karena penyakit. Namun, hal itu tidak membuatnya tampak lesu dan malah menambahkan aura misterius pada dirinya ...
...
Pada saat yang sama di sebuah taman di ibu kota.
...
Keluarga Suherman sedang mengadakan konferensi lintas negara.
Tuan Besar Girin duduk di tempat teratas dengan tangan yang menopang tongkat. Dia tidak marah tetapi terlihat menakutkan.
"Apa selama bertahun-tahun ini benar-benar nggak ada kabar tentang adik perempuan kalian?"
Pertanyaan ini ditanyakan kepada enam cucunya.
Beliau adalah orang terkaya di ibu kota dan keenam putra keluarga Suherman adalah orang-orang yang luar biasa.
Setiap orang di sini punya kemampuan yang bisa menimbulkan kegemparan di dalam lingkaran sosial saat mereka keluar.
Namun, mereka semua tampak lesu hari ini. Mata mereka memancarkan rasa rindu dan kegelisahan.
Dulu mereka kehilangan adik perempuan ketujuh mereka.
Pada saat itu, adik mereka masih sangat kecil seperti bayi yang imut tetapi tidak rewel.
Mereka sudah mencarinya selama 18 tahun dan petunjuk terakhirnya terputus di sebuah desa kecil. Entah berapa kali pedagang manusia itu memindahkan adik mereka.
"Kakek, kami akan mencarinya lagi! Kami pasti akan menemukannya!"
Pada saat itu, seorang pria gemuk berlari mendekat sambil membawa dokumen dengan terengah-engah. "Ketua, kami menemukan Nona Luna!"
Tuan Besar Girin yang biasanya tenang langsung berdiri. Bahkan tangannya juga agak gemetar!
"Dia ada di mana? Cepat kirim orang untuk menjemputnya!"
Pria itu memberikan dokumen di tangannya. "Di Kota Sulga, tapi kami masih mencari informasi detailnya."
"Kalau gitu ayo kita berangkat ke Kota Sulga!" Tuan Besar Girin berkata dengan penuh semangat, "Siapkan mobilnya!"
...
Senja di Kota Sulga.
Elisa yang diusir tidak pergi ke desa, melainkan menunggu hujan berhenti dan kembali ke tempat tinggalnya.
Itu adalah sebuah kompleks kecil yang tidak mencolok. Ada seseorang yang menyapanya saat dia memarkirkan mobilnya, "Elisa, kamu sudah pulang, ya."
"Ya, aku sudah pulang." Elisa tersenyum.
Bibi yang menjual buah memberikannya sebuah apel. "Sudah setengah bulan aku nggak bertemu denganmu. Selama ini, nggak ada orang yang mengurusiku yang sudah tua ini."
"Aku juga! Elisa, tanganku gemetar saat bermain catur."
Semua orang tahu kalau Elisa sangat populer di Komunitas Lestari.
Beberapa pejabat yang sudah pensiun suka berobat padanya sambil berbincang-bincang.
Jangan tertipu oleh penampilannya yang sederhana, sebenarnya ada banyak rahasia yang tersembunyi di sini.
Orang yang bermain catur itu adalah pemain catur nasional di masa lalu.
Elisa tidak pernah menyelidiki identitas mereka. Dia tinggal di sini hanya karena ingin bersantai ...