Bab 8
Perayaan ulang tahun Arin, nenek dari Keluarga Hartono diadakan hampir setiap tahun.
Namun, tahun ini adalah ulang tahun ke-80. Jadi, perayaan dan hadiah ulang tahunnya dibuat lebih mewah.
Pada dasarnya, keluarga-keluarga terhormat di kota ini semuanya akan datang untuk memberikan ucapan selamat.
Keluargaku dan Keluarga Wijaya tentu tidak terkecuali.
Karena pekerjaan di perusahaan, aku sibuk hingga sore hari sebelum akhirnya bergegas menuju vila Keluarga Hartono.
Begitu memasuki gerbang, aku langsung melihat raut wajah kedua orang tuaku yang tampak tidak bersahabat.
Raut wajah yang sama juga terlihat dari kedua orang tua Keluarga Wijaya.
"Dirga, cepat ke sini!"
Ibu berteriak padaku. Jadi aku hanya bisa menurutinya.
"Bagaimana bisa kamu berani memukul Linda?"
"Plak!"
Sebuah tamparan mendarat di wajahku.
Aku tidak menghindar, hanya menutup wajahku dengan tangan sambil melirik Linda yang bersandar di pelukan ibunya.
Linda tampak puas. Dia memandangku dengan senyum simpul dan kepala yang sedikit terangkat.
Aku tertawa dingin dalam hati. Ternyata ini rencana mereka.
Ketika Ibu menamparku, ini sebenarnya untuk menjaga citra di hadapan Keluarga Wijaya. Aku sangat paham itu.
Di telingaku masih terdengar suara Ibu, "Pergi minta maaf sekarang juga!"
Namun, suara Adel langsung terdengar.
"Haih, hari ini adalah perayaan ulang tahun Nenek Arin dari Keluarga Hartono, bukan acara kita. Jangan ribut di sini."
"Lagi pula, Dirga sangat baik pada Linda sebelumnya. Pasti ada alasan di balik kejadian ini."
Begitu selesai bicara, Linda langsung bersikap manja, "Bu! Apa yang Ibu katakan?"
"Dirga memperlakukanku dengan sangat kasar."
"Kami ini. Kamu sendiri yang sudah melakukan sesuatu yang membuat orang marah. Kenapa nggak kamu ceritakan?" balas Adel.
Adel masih bisa berpikir rasional. Dia menegur Linda sedikit.
Namun, Linda hanya memasang wajah cemberut, tak peduli padaku.
Perayaan ulang tahun segera dimulai. Arin didorong keluar dengan kursi rodanya.
Para tamu mulai memberikan hadiah mereka. Suasananya sangat meriah.
Namun, setelah acara makan malam, Linda kembali membuat ulah.
Dia membawa sebuah foto, sambil berdiri dengan wajah marah di samping Arin.
"Nenek Arin, tolong bantu aku mendapatkan keadilan!" ujar Linda.
"Aku ingin memutuskan pertunanganku dengan Dirga."
Arin mengangkat kepalanya, lalu berujar, "Kamu ini, ini nggak masuk akal!"
"Dirga itu baik sekali, bertanggung jawab, tampan pula."
Suara Arin terdengar lembut dan ramah.
Namun, karena beliau adalah pusat perhatian malam ini, Linda berhasil menarik perhatian semua orang.
"Lihat ini, ini adalah perbuatan Dirga," ujar Linda.
Linda mengatakan ini sambil menyerahkan sebuah foto.
"Dia memukulku karena wanita ini. Bagaimana bisa aku menikah dengan pria yang punya kecenderungan terhadap kekerasan seperti ini?" lanjut Linda.
Ucapan itu membuat banyak orang tersentak.
Bahkan beberapa orang mulai berbisik-bisik.
Adel segera memarahinya, "Linda, kembali ke sini! Kamu benar-benar nggak tahu sopan santun! Hari ini adalah ulang tahun Nenek Arin. Apa yang kamu lakukan?"
"Bu! Kalau Ibu nggak mau membelaku, biar Nenek Arin yang membelaku!" balas Linda.
Aku sedikit mengerutkan kening. Apa lagi yang dia rencanakan?
Hari ini adalah perayaan ulang tahun Arin. Aku sudah berniat tidak membuat keributan. Namun, siapa sangka dia malah terus memprovokasi.
Aku berjalan mendekat untuk melihat foto itu. Ternyata itu adalah foto adegan ketika Ratna sedang melakukan audisi.
Karena masalah sudut pandang, dalam foto itu terlihat seperti Ratna bersandar di pelukanku.
Aku merasa sangat marah, "Linda, apa kamu pikir provokasi seperti ini lucu?"
Linda dengan sombong melemparkan foto itu ke wajahku.
"Kamu sebut ini provokasi?" tanya Linda.
Dia melanjutkan, "Nenek Arin, kamu harus memberiku keadilan. Di hadapan semua orang ini, batalkan saja pertunangan antara aku dan Dirga!"