Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa
Kejutan SemalamKejutan Semalam
Oleh: Webfic

Bab 4

Pintu terbuka, banyak lampu kilat langsung mengarah ke tubuh Julia. Di depannya adalah sebuah acara pernikahan yang sangat meriah. Di dalam ruang pesta penuh dengan tamu-tamu dan semua kursi terisi penuh. Tepuk tangan bergemuruh. Julia menggenggam jarinya erat-erat dan maju langkah demi langkah sampai ke ujung karpet merah. Pembawa acara tersenyum ceria. "Sekarang, mari kita sambut pengantin pria!" Namun, di ujung karpet merah kosong. Pembawa acara tertegun. Sekejap, seluruh ruangan tercengang dan gempar. Pada hari pernikahan, pengantin pria malah tidak muncul! Apa yang terjadi sebenarnya? Wajah Harris merah padam karena marah. Dasar durhaka, berani-beraninya mengacau di pernikahan! Dia segera menelepon Hans. Nada panggilan yang diterima adalah nomor yang dituju tidak dapat dihubungi, harap hubungi lagi nanti. Para tamu tidak tahan untuk saling berbisik, dengan seenaknya mencemooh dan mencela Julia. Seketika, suasana menjadi sangat canggung. Harris melambaikan tangannya, pengawal segera maju ke depan. Dengan wajah serius, dia berkata, "Bawa Hans ke sini!" Setelah itu, dia memberikan isyarat kepada pembawa acara. Pembawa acara melanjutkan acara dengan penuh semangat, membacakan ucapan doa untuk pengantin wanita. Di meja tamu, Henry Handoko yang sedang menghadiri pernikahan membuka Whatsapp dan melakukan panggilan video. Dalam dua atau tiga detik, Hans muncul di layar. Henry mengunyah kuaci sambil mengeluh, "Aku sengaja pulang untuk hadiri pernikahanmu, tapi kamu malah kabur!" Hans menggerakkan bibir tipisnya. "Dia bukan wanita yang ingin kunikahi." "Wajah kakekmu sangat marah." Hans malas panjang lebar. "Keluarlah, aku tunggu di ruang depan." "Aku sedang hadiri pernikahanmu, nggak ada waktu." Henry tersenyum, sambil mengalihkan kamera ke tengah ruang pesta. "Lihatlah, pengantin wanita begitu malang, begitu kesepian. Hans acuh tak acuh. "Kamu pergi temani dia, maka dia nggak akan kesepian lagi." "Cuih!" Sementara itu, terdengar suara pembawa acara dari panggung, "Sekarang, pasangan pengantin silakan bertukar cincin." Tamu-tamu menunggu untuk melihat pertunjukan. Melihat bagaimana pengantin wanita yang malu dan kasihan ini akan menghadapi situasi selanjutnya? Henry berbisik pelan, "Nggak ada pengantin pria, bagaimana bertukar cincin?" Hans tidak menghiraukannya, matanya menatap Julia dengan makna yang dalam. Sementara itu, Julia berdiri tegak. Seolah-olah tidak melihat tamu-tamu yang saling berbisik. Ini adalah harapan ibu. Bagaimanapun juga, dia akan menyelesaikan pernikahan ini. Meskipun diolok-olok oleh semua orang, dia tidak peduli! Dia berkata dengan suara kecil, "Beri aku cincin pengantin pria." Dia menerima cincin yang disodorkan oleh pembawa acara. Pandangan Julia menunduk, mewakili pengantin pria memasang cincin di tangannya sendiri. Melihat ini, pandangan Hans menjadi sedikit suram. Demi menikah ke keluarga Septian, bahkan bisa menanggung penghinaan seperti ini. Wanita ini cukup hebat. Tidak tertarik untuk melihat lagi, Hans mematikan panggilan video dan keluar dari rumah keluarga Septian. Anita berjongkok di lantai, sudah lama menunggu di depan pintu. Ketika melihat Hans, dia segera mengejar sambil mengangkat gaun pengantinnya. "Hans, bukankah hari ini hari pernikahan kita? Kenapa kamu berubah pikiran hari ini? Apa aku lakukan kesalahan?" Anita merasa sangat cemas. Apakah Hans tahu kebenaran di hotel pada malam itu? Dia ingin menanyakan, tetapi tidak berani. Dia hanya bisa bertanya secara tidak langsung. Hans berkata dengan suara rendah, "Nggak ada hubungannya denganmu. Ada sedikit kejadian tak terduga, jadi pernikahan ditunda sementara." Mendengar kata-kata itu, mata Anita memerah. Air matanya memenuhi bola matanya. "Bisa berikan malam pertamaku padamu, aku merasa senang dan bahagia! Tentang status, aku nggak pernah memikirkannya. Karena aku tahu aku nggak pantas untukmu. Tapi, sekarang pernikahan tiba-tiba dibatalkan, tamu-tamu mencemooh. Ibuku nggak tahan dan pingsan, aku juga nggak tahu apa yang terjadi ... " Anita terlihat tidak bersalah dan malang, hati Hans sedikit tergerak. Bagaimanapun juga, Anita memberikan keperawanannya. Sekarang pernikahan dibatalkan, Hans merasa sedikit bersalah. "Jangan khawatir, aku akan menikahimu. Hanya saja, sekarang nggak bisa." Anita mengusap air matanya. "Jadi, harus tunggu berapa lama?" "Delapan bulan." Mata Anita terbelalak, lalu berseru dengan tidak percaya, "Selama itu?" "Kalau kamu nggak bisa tunggu, aku nggak akan paksa. Pernikahan ini dibatalkan, aku akan ganti rugi." "Aku bisa tunggu. Asalkan kamu mau menikahiku, aku siap menunggu berapa lama pun." Dia tidak berani menunjukkan ketidakpuasan, segera menunjukkan niatnya. "Ya, akan buat kamu kecewa untuk sementara waktu." Namun, masih ada hal yang mengganjal di hati. Dia mencoba bertanya dengan hati-hati, "Hans, kenapa kamu menikahi kakakku. Apa kamu sudah lama kenal dia?" Hans acuh tak acuh menjawab, "Nggak kenal, juga nggak pernah bertemu. Alasanku menikahinya adalah karena perjodohan dari orang tua sejak kami kecil." Setelah mendengar penjelasan ini, hati Anita akhirnya tenang. "Hans, waktunya sudah tiba. Pergi nikahilah kakakku, aku akan pulang dulu." Dia berpura-pura bermurah hati. Namun, hatinya berdarah! Hanya tinggal satu langkah lagi, dia bisa menjadi istri Hans. Namun, sekarang harus melihat Hans dan Julia menikah. Dia sangat benci! Pandangan Hans jatuh pada gaun pengantin Anita, lalu berkata dengan nada datar, "Aku antar kamu pulang." Tiba-tiba, Anita tersenyum dan merangkul lengan Hans dengan mesra. "Baik." Pernikahan telah berakhir, hari pun sudah senja. Bi Marni membawa Julia ke kamar. Kamar ini memiliki gaya hitam putih yang sangat mewah dan terlihat begitu indah. Setelah lelah seharian, tumitnya juga tergores oleh sepatu hak tinggi. Julia melepas gaun pengantin, mandi dan tidur. Lingkungan yang asing membuatnya sulit untuk tidur. Julia membolak-balikkan badan, berguling-guling. Lama kemudian, akhirnya dia tertidur. Semalaman, Hans tidak pernah kembali. Julia juga tidak menghiraukannya. Hari berikutnya. Pukul delapan pagi. Bi Marni membawa Julia ke ruang utama untuk memberi salam kepada Harris. Melihat gadis yang cantik dan anggun ini, Harris makin puas. "Julia, apa semalam tidurmu nyenyak?" "Lumayan nyenyak, kamarnya sangat nyaman." "Kemarin sudah buat kamu sedih. Tenang saja, kakek pasti akan memberikanmu penjelasan." Suaranya baru berhenti, terdengar suara langkah kaki. Julia menoleh. Hans yang tidak pulang semalaman berjalan masuk, wajahnya tampan dan dingin. Harris memukul meja dengan keras dan memarahinya, "Kamu masih tahu pulang!" "Ya." Bibir tipis Hans bergerak, menjawab dengan datar. Melihat reaksinya seperti ini, Harris benar-benar marah. "Berengsek! Kamu kabur dari pesta pernikahanmu kemarin, reputasi keluarga Septian sudah hancur gara-gara kamu!" "Tanpa izin saya, Anda dengan semena-mena menggantikan wanita yang akan saya nikahi. Mengingat Anda adalah orang tua, saya nggak akan mempermasalahkannya. Saya setuju untuk menikahinya, itu adalah garis batas saya. Sedangkan, resepsi pernikahan dengannya, hehe ... " Hans mencibir sambil tertawa dingin. "Kurang ajar!" Harris melambaikan cambuk panjang dengan wajah penuh amarah. Gelas air pecah dihantam cambuk panjang dan pecahan gelas berceceran. Atmosfer terasa tertekan dan tegang! Julia mulai menahan napas, bahkan tidak berani bernapas kuat-kuat. "Jangan pikir kamu sekarang memimpin Grup Septian, jadi bisa bertindak seenaknya. Aku belum mati!" Harris menghardik, "Buka bajumu!" Tanpa ekspresi di wajah, Hans melempar pakaiannya ke lantai. "Ayo." Bahkan dipukul pun begitu kurang ajar! Harris tidak bisa menahan amarahnya lagi, dia mengayunkan cambuk dengan keras. Cambuk panjang jatuh di tubuh Hans, suaranya sangat nyaring. Setelah beberapa kali pukulan, kulit Hans sudah memerah dan darah segar mengalir. Julia memandang dengan takut dan cemas, tatapannya jatuh pada wajah pria itu. Terlihat ekspresi pria itu sangat santai, wajahnya yang dingin tidak mengeluarkan suara sedikit pun. Harris juga tidak berniat untuk berhenti. Julia mengernyit dan maju untuk menghentikan Harris. "Kakek, semua ini salah saya. Tiba-tiba menikah dengan Hans dan hancurkan pernikahannya! Ini semua bermula dari saya. Kalau Anda ingin menghukum, hukumlah saya. Kalau nggak, aku akan merasa bersalah dan hatiku nggak tenang." Hans melirik ke arah Julia, matanya penuh dengan aura dingin yang menusuk tulang. Hehe, pura-pura. Julia menundukkan kepala, tidak berani menatapnya. Harris melihat semuanya dengan jelas dan memarahi Hans, "Kenapa kamu melototi Julia? Sungguh nggak tahu diri!" Tidak peduli, jakun Hans bergulir. Dengan nada dingin dia berkata, "Masih mau pukul atau nggak? Kalau nggak, aku mau pergi ke kantor, ada rapat yang harus dihadiri." Harris mengelus dada, hampir mati karena marah! "Sudah bikin acara resepsi pernikahan, tapi belum ambil surat nikah. Sekarang kamu bawa Julia ke kantor catatan sipil dan ambil suratnya." Sepuluh menit kemudian. Dua orang duduk berdampingan di dalam mobil hitam. Julia duduk di dekat jendela mobil. Atmosfer di dalam mobil mencekam dan terasa sesak. Empat puluh menit kemudian, tiba di kantor catatan sipil. Setelah mengisi formulir, kedua pasangan tersebut dibawa untuk mengambil foto pernikahan. Fotografer mengambil beberapa foto berturut-turut dan tidak puas. "Bisakah kalian agak mendekat, yang mesra. Ini foto pernikahan, bukan tempat eksekusi." Hans terlihat dingin dan tidak bergerak. Melihat ini, bahu Julia mendekat ke arah pria. Pandangan Hans tajam seperti pedang, menusuk ke arah Julia. Terasa aura dingin, sebuah rasa dingin menyebar dari telapak kaki ke kaki dan tangannya. Julia berkata, "Aku hanya ingin segera selesai berfoto, kamu juga pasti nggak mau terus difoto seperti ini." Hans diam dengan ekspresi dingin, tidak berkata apa-apa. Fotografer masih tidak puas. "Ayo, kalian berdua tersenyum." Tersenyum? Julia tidak bisa tersenyum, dia hanya menarik ujung bibirnya dengan kaku. Hans juga sudah sepenuhnya kehilangan kesabaran, tatapannya tajam. "Begini saja fotonya." Fotografer tidak berani berbicara terlalu banyak, tangannya gemetar dan segera menekan tombol jepret. Setelah dicap stempel, petugas menyerahkan surat nikah. Sampai keluar dari kantor catatan sipil, Julia merasa tidak tenang. Seperti sedang bermimpi. Dia, menikah begitu saja. Tanpa menoleh sedikit pun, Hans langsung naik mobil dan melaju pergi. Julia pulang ke rumah keluarga Septian dengan taksi. Setelah sibuk selama dua hari, dia benar-benar lelah dan mengantuk. Dia langsung tidur di atas tempat tidur. Dalam mimpinya, seekor serigala jahat dengan mata bercahaya hijau mengejarnya tanpa henti dari belakang. Dia berlari ke depan dengan sekuat tenaga. Tiba-tiba, kakinya tidak menginjak apa-apa dan seluruh dirinya terjatuh ke jurang. Julia merinding dan terbangun dari mimpi. Terlihat Hans berdiri di depan tempat tidur, menatap dirinya dari atas. Dia ... kenapa tiba-tiba kembali? Julia terkejut, rasa kantuk sirna seketika. "Kamu sudah pulang?" Hans mengingatkan dengan suara dingin, "Ini kamarku." Setelah mendengar kata-kata itu, Julia turun dari tempat tidur dengan antusias dan menuju ke sofa. Hans melepas kemejanya, hanya mengenakan celana kain. Melihat situasi ini, Julia sedikit panik. "Tok, tok, tok ... " Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu. Julia pergi membuka pintu. Bi Marni berdiri di depan pintu. "Bu Julia, ini obat untuk Pak Hans, tolong berikan padanya." "Baik." Julia menutup pintu kamar dan kembali ke tempat semula. Pria itu berdiri memunggunginya. Terlihat banyak bekas cambukan di punggungnya, luka-lukanya sungguh mengerikan. Julia menyerahkan obat itu. Hans mengolesi punggung bagian bawah, tetapi bagian atasnya agak sulit. Dia tidak bisa menggapainya. Melihat Hans gagal beberapa kali, Julia merasa bersalah dan berkata, "Biar aku bantu kamu." Hans bahkan tidak menghiraukannya, terlalu malas untuk menoleh. Julia juga tahu diri. Namun, baru saja dia berbaring di sofa, terdengar suara Hans yang dingin, "Sini, oleskan obat!" Mendengar itu, Julia hanya bisa mengenakan sandal dengan pasrah. Tinggal seatap, terpaksa harus tunduk! Dia mencelupkan kapas ke dalam alkohol, lalu membersihkan luka dengan hati-hati. Jika dilihat dari dekat, hampir terlihat daging merah muda mencuat keluar. Makin mengerikan. Alkohol menyerap ke dalam luka, Hans mengernyit dan punggungnya pun ikut bergerak. Tanpa sadar, Julia meniup luka dengan lembut. Udara panas berembus ke luka. Panas dan gatal, seperti arus listrik yang mengalir di sekitar luka. Hans tegang, lalu berkata dengan nada tidak senang, "Apa yang kamu lakukan?" Suara yang tiba-tiba membuat Julia terkejut, tangannya gemetar dan kapas menusuk ke luka. "Sss ... " Punggung Hans tegang, mulutnya menarik napas. Kali ini, lukanya lebih parah. Julia panik dan bingung, lalu segera menjelaskan, "Maaf, aku nggak sengaja. Kamu tiba-tiba bersuara dan aku kaget, tanganku nggak sengaja tergelincir." Hans bertanya, "Apa yang kamu lakukan tadi? Hembuskan napas ke punggungku. Kenapa, coba menggodaku?" "Nggak. Waktu kecil, kalau aku jatuh, ibu selalu bilang kalau terlalu sakit, tiuplah. Setelah ditiup nggak sakit lagi." Julia menjelaskan dengan pelan. Hans menyipitkan mata, lalu mencibir, "Konyol! Simpan trikmu itu!" Julia tidak membela diri lagi, diam-diam mengoleskan salep pada luka. Malam makin larut. Mendengar napas pria yang tenang, Julia tidak merasa kantuk sedikit pun. Pertama kali berada dalam satu ruangan dengan seorang pria, dia merasa gugup dan cemas. Dia tidak tidur semalaman. Keesokan harinya, Julia muncul di meja makan dengan mata pandanya. Harris duduk di kursi utama. Julia duduk berdampingan dengan Hans. Sarapan sangat berlimpah, tetapi suasana hati tegang. Julia tidak ada nafsu makan, dia makan semangkuk bubur. Harris melirik Hans dan berkata, "Hari ini adalah hari kembali ke rumah orang tua pihak wanita. Setelah sarapan, jangan lupa bawa Julia kembali ke rumah keluarga Sianto. Tetap ikuti tradisi, nggak boleh diabaikan."

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.