Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 7

Malam itu, rumah Keluarga Morta tampak terang-benderang. Claire duduk di atas sofa dengan gelisah. Dia mengepalkan tangannya dengan begitu erat sampai-sampai telapak tangannya berdarah karena tertancap kuku. Namun, ekspresi Claire terlihat datar seolah dia tidak merasakan apa-apa. Dia hanya diam memandangi jam dinding. Dia terus memperhatikan jarum jam dinding bergerak dari pukul 12 malam ke pukul 7 pagi. Tepat pada saat itu, dari kejauhan terdengarlah suara langkah kaki yang tergesa-gesa dari arah luar pintu. Bola mata Gio yang hitam pekat terlihat diliputi dengan kebencian. Tatapan yang sangat tajam itu sontak membuat tubuh Claire menegang. Sensasi dingin juga menjalari sekujur tubuh Claire. Gio mengambil cambuk yang disodorkan oleh pelayan, lalu berjalan perlahan ke arah Claire. "Claire, kamu tahu nggak Nadine dan janin dalam kandungannya nyaris mati?" Janin? Nadine hamil? Claire yang merasa begitu kaget sontak tersadar. Benar juga. Di kehidupan yang sebelumnya, pada momen ini jugalah dia ketahuan hamil. Di kehidupan yang kali ini, Claire mendesak Nadine untuk menjadi obat penawar Gio. Jadi, wajar saja sekarang Nadine hamil. Sayangnya, Claire tidak punya waktu untuk berpikir lebih jauh. Saat melihat Gio yang rela mencambuknya demi membalaskan dendam Nadine, mata Claire sontak menjadi berkaca-kaca. Dia pun mencoba menjelaskan. "Aku nggak melakukan apa-apa terhadap gaun pengantin itu! Aku juga nggak pernah berniat menyakitinya! Apa kamu nggak curiga dengan serangkaian insiden yang terjadi beberapa waktu ini, mulai dari surat cinta yang tiba-tiba muncul pada pesta waktu itu sampai gaun pengantin hari ini? Kalaupun aku memang punya niat untuk menyakiti Nadine, masa aku selalu berhasil setiap kali melakukannya?" Awalnya, Claire pikir Gio yang selalu waspada itu juga akan merasa curiga setelah mendengarkan pembelaannya. Sayangnya, Gio yang merasa sangat marah itu hanya menyahut dengan dingin, "Maksudmu, Nadine yang justru sengaja menjebakmu? Buat apa juga dia melakukan itu di saat dialah yang kucintai dan akan kunikahi?" Sebenarnya, poin ini jugalah yang membuat Claire merasa kebingungan. "Aku nggak tahu ...." Akan tetapi, Gio keburu mengangkat cambuknya tinggi-tinggi dan mengayunkannya ke tubuh Claire dengan kencang. Ucapan Claire pun sontak terpotong dan berubah menjadi jeritan kesakitan. "Claire, kamu ini benar-benar keras kepala!" Wajah Claire langsung menjadi pucat, dia pun tersenyum dengan getir. Bisa-bisanya Claire masih memiliki secercah harapan bahwa Gio akan percaya padanya di saat Nadine-lah yang paling pria itu sayangi? Claire pun refleks ingin kabur. Namun, pengawal Gio yang berada di belakangnya bergegas mendekat dan menekan tubuh Claire ke atas lantai. "Claire, kamu mau mengaku salah atau nggak, hah!" Gio membentak sambil mengayunkan cambuknya lagi. Tubuh Claire sampai gemetar menahan rasa sakit, tetapi dia menolak mengerang sedikit pun. Dia hanya mengepalkan tangannya erat-erat. Karena Claire tetap diam, Gio kembali mencambuk punggung Claire dengan keras! "Kutanya sekali lagi, kamu mau mengaku salah atau nggak, hah!" Claire tetap mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Mengaku salah apanya! Dia tidak salah apa-apa! Sayangnya, sikap keras kepala Claire membuat Gio merasa sangat marah. Berulang kali dia mencambuk punggung Claire. Punggung Claire pun segera berlumuran darah, tetapi gadis itu tetap menolak mengaku salah. Akhirnya, si kepala pelayan yang menyaksikan semua ini dari samping menjadi sangat tidak tega. Dia bergegas melangkah maju dan meraih cambuk yang Gio pegang. "Pak Gio, dia bisa-bisa mati kalau terus Pak Gio cambuki seperti ini ...." Barulah setelah itu Gio menarik tangannya dan melemparkan cambuk itu dengan dingin. "Jangan sampai ada kejadian seperti ini terulang lagi, Claire!" Claire yang sudah tidak kuat bertahan lagi pun akhirnya jatuh pingsan, kepalanya tertunduk di atas lantai. Selama beberapa hari setelah itu, Gio tidak pulang ke rumah. Claire juga tidak bisa bangun dari tempat tidur saking kesakitannya dicambuki Gio sampai berdarah-darah. Claire hanya bisa berbaring selama beberapa hari sebelum akhirnya dia bisa turun dari kasur dan berjalan. Kebetulan sekali setelah Claire pulih, Kantor Imigrasi memberitahunya bahwa izin pindah tetap yang dia ajukan sudah selesai. Dengan begitu, Claire tidak punya alasan lagi untuk tinggal lebih lama bersama Keluarga Morta. Setelah mendapatkan dokumennya, Claire pun pulang untuk mengemasi barang bawaan terakhirnya dan bersiap pergi dengan kopernya. Akan tetapi, dia malah secara tidak terduga menubruk Gio yang baru saja pulang. Sebelum Claire sempat bereaksi, Gio langsung berkata dengan dingin, "Claire, kamu ini umur berapa sih? Masih saja mau kabur dari rumah! Sudah berulang kali kubilang kalau kamu nggak boleh menyimpan perasaan seperti itu padaku, tapi kamu begitu keras kepala dan malah berulang kali pula menyakiti Nadine! Sepertinya hukuman yang kuberikan padamu itu salah, ya!" Ucapan Gio hanya membuat Claire merasa lelah. Claire benar-benar tidak habis pikir harus berapa kali dia mengatakan bahwa dia sudah tidak menyukai Gio lagi sebelum pria itu percaya. Karena Claire tetap diam, ekspresi Gio pun menjadi makin muram. Pria itu akhirnya memijat alisnya. "Sudahlah, bagus juga kalau kamu menenangkan diri di luar. Kondisi kehamilan Nadine lagi nggak stabil dan aku juga sedang sibuk mempersiapkan pernikahan kami. Kalau kamu tetap di sini, entah apa yang akan kamu lakukan pada Nadine." Setelah itu, Gio mengambil barang bawaan Claire. "Biar kuantar langsung ke bandara!" Claire balas mengikuti Gio dalam diam, dia tidak memberikan argumen atau penjelasan apa pun. Mobil pun melesat menuju bandara. Setelah Claire mengumpulkan barang bawaannya dan bersiap turun dari mobil, Gio akhirnya bertanya, "Kamu beli tiket buat ke mana?" Claire hendak menjawab, tetapi Gio sudah menyelanya dengan dingin, "Perginya ke kota yang dekat-dekat sini saja, jangan jauh-jauh. Nanti kujemput begitu aku sudah resmi menikah dengan Nadine." "Oke," jawab Claire dengan patuh. Claire mengucapkan selamat tinggal, lalu berjalan memasuki bandara dengan semua barang bawaannya sambil diiringi tatapan Gio. Setelah memastikan mobil Gio sudah menghilang di tengah padatnya arus lalu lintas, barulah Claire mengeluarkan ponselnya. Dia memblokir nomor Gio, lalu berjalan memasuki pintu keberangkatan tanpa ragu. Menjemputnya? Tidak usah, Gio. Karena Claire tidak akan pernah kembali lagi.

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.