Bab 82
Ketika mendengar itu, Giany hanya bisa tertawa pahit beberapa kali.
Namun, saat ini Giany benar-benar terlalu lelah untuk menjelaskan. Luka merah di pipinya masih mengeluarkan butiran darah.
Semua orang di Kota Dimar mengira bahwa Giany tidak akan bisa hidup tanpa Denis. Bahkan Walace pun berpikiran demikian.
Dulu, entah sudah berapa banyak hal konyol yang pernah Giany lakukan.
Giany menyandarkan punggungnya ke kursi, menutup matanya.
Tak lama kemudian, Giany merasakan ada sesuatu yang mendekat, disusul dengan sentuhan lembut di pipinya.
Giany membuka matanya sedikit, melihat wajah Walace yang tampak lebih besar di hadapannya.
Di tangan pria itu ada kapas, sementara dia sedang dengan serius membersihkan luka di pipi Giany.
Untuk sejenak, punggung Giany terasa seperti tersengat listrik, membuatnya segera ingin duduk tegak.
Namun, gerakan itu justru membuatnya makin dekat dengan Walace.
Wajah Walace benar-benar tampan. Bahkan dari jarak sedekat ini, tidak terlihat satu pun pori-pori di k

Klik untuk menyalin tautan
Unduh aplikasi Webfic untuk membuka konten yang lebih menarik
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda