Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 3

Giany tidak tahu harus cari siapa untuk meminjam 40 juta itu. Akhirnya dia pada pukul jam 9 malam menelepon Walace lagi. Terdengar suara serak dan dingin bagai es batu di kulkas. "Giany?" Tenggorokan Giany seperti dicekik saja, bahkan rasa sedih di hati juga meluap. "Halo, Walace. Bisakah meminjamku 40 juta? Aku di rumah sakit dan nggak sanggup bayar biaya rumah sakit." Terdengar suara napas dari telepon, serta suara gesekan baju. Saat Giany mengira dirinya akan ditolak, tiba-tiba Walace bertanya, "Berapa nomor rekeningmu?" "Aku ... aku cari dulu." Giany segera mengambil tas yang di samping untuk mencari karena takut Walace menutup telepon. Suster bilang ini adalah tasnya, tapi di dalam hanya ada make up saja. Akhirnya Giany dari bagian paling dalam menemukan satu kartu bank dan dia mengatakan nomor kartu itu pada Walace. Tak sampai satu menit sudah mendengar suara uang ditransfer masuk. Giany tak rela menutup telepon karena setelah dia amnesia, Walace adalah orang satu-satunya yang mau menghiraukannya. Namun, setelah dia ragu tiga menit, dia tak tahu harus berkata apa. Yang ajaib adalah Walace juga tidak menutup telepon. Hanya terdengar suara napas satu sama lain dari telepon. "Walace, aku ...." "Apa lukamu parah?" Suara bicara Walace tidak termasuk lembut, bahkan terasa dingin. Namun, Giany dapat merasakan perhatian yang diinginkan Giany dari Walace. Tiba-tiba Giany merasa terharu, tapi karena tidak pandai berbicara, dia hanya bisa menjawab, "Sudah nggak apa-apa, terima kasih. Aku akan mencari cara untuk membayar utangku." "Giany, kali ini berapa lama lagi kamu berencana membohongiku?" Giany terkejut, dia langsung menutup telepon dengan pemikiran yang kacau. Apa maksudnya? Apa dulu dia sering membohongi Walace? Setelah dipikir sini sana, dia masih saja tidak ada jawaban, malah makin bingung. Giany hanya bisa membayar biaya rumah sakit, lalu mengurus proses keluar dari rumah sakit. Namun, saat dia berdiri di depan rumah sakit, dia pun bingung karena tidak tahu harus ke mana. Ditambah dirinya tidak ada uang, jadi tidak tahu harus tinggal di mana. Akhirnya dia menemukan alamat rumahnya lewat WhatsApp dan naik taksi ke sana. Rumah itu sangatlah cantik, bahkan tamannya ditata dengan rapi. Sopir taksi menepuk setiran. "200 ribu, mau bayar tunai atau transfer?" Giany yang turun mobil terlihat malu, kebetulan ada satu mobil mewah berjalan ke arah sini. Kaca mobil itu diturunkan, lalu wajah Denis terlihat jelas dan juga ada Yoana yang duduk di samping pengemudi dengan riasan cantik. Yoana turun mobil sambil bertanya dengan penuh perhatian, "Kak, kok kamu sudah keluar dari rumah sakit?" Hari ini, dandanan Yoana sangatlah cantik, dia memakai gaun yang ada permata, juga memakai tas edisi terbatas yang setidaknya senilai 6 miliar. "Bukankah Kak Denis bilang padamu kalau pacarmu adalah Walace." Mata Yoana mulai memerah lagi. "Apa kamu mau cari masalah lagi denganku?" Giany belum menjawab apa pun, Denis yang duduk di posisi pengemudi langsung turun dengan ekspresi menghina. "Aku kira kamu bisa bertahan sangat lama, alhasil enam saja nggak bisa bertahan. Giany, apa kamu nggak tahu malu? Kamu harus berkali-kali mendengarku bilang aku suka pada Yoana, baru bisa, ya? Di mana martabatmu? Apa sehari nggak dimaki murahan nggak tahan?! Kenapa kamu selalu mengganggu Yoana?" Yoana bersandar di pelukannya dan menggelengkan kepalanya dengan hati-hati, "Sudahlah, Kak Denis. Aku sudah terbiasa." Wajah Giany langsung pucat, dia masih mengenakan baju pasien, bulu matanya yang tebal itu pun bergetar seperti kaca yang mudah pecah. Giany memaksa dirinya untuk tidak melihat mereka sambil berkata dengan serak, "Apa ada 200 ribu? Bisakah pinjam aku?" Denis hanya mendengus dingin dengan ekspresi benci. "Lebih baik kasih binatang, juga nggak mau kasih kamu." Denis membujuk Yoana yang di pelukannya, "Masuk saja, jangan peduli padanya." Yoana menyeka air matanya, lalu tersenyum. "Kak, ini kartuku, pakai saja." Giany hanya menunduk, dia ingin menahan rasa sedihnya dan melupakan martabatnya untuk mengambil kartu itu karena dia benar-benar butuh uang. Di depan realita, seseorang perlu melupakan harga dirinya. Namun, sebelum dia memegang kartu itu, satu mobil mewah berhenti di sampingnya. Carol selaku ibunya Giany turun dari mobil dengan marah. Bahkan langsung menampar Giany setelah melihat adegan ini. "Apa kamu menindas Yoana lagi? Apa uang yang kamu ambil darinya nggak cukup banyak? Giany, kamu mau kami bagaimana? Apa ingin kami hidup sengsara karenamu? Sejak Yoana kembali, kamu selalu menindasnya. Kenapa dulu bukan kamu yang diculik? Yoana sudah lama hidup menderita, kamu sungguh nggak pengertian!"

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.