Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 8

"Kalung berliannya hilang!" Suara pegawai toko menarik perhatian orang-orang di sekitar. Manajer toko perhiasan juga segera datang setelah mendengar itu. "Apa? Kalung itu ada di etalase, bagaimana bisa hilang?" "Ada apa? Kalung mana yang hilang?" Pegawai itu segera menunjuk ke arah Yolanda. "Ta ... tadi, dia mau mencoba memakainya." "Bu Nina, bagaimana kamu mendidik anakmu? Meski dia sangat menyukai kalung itu, dia nggak boleh mencurinya!" Bu Sudibyo bereaksi paling cepat. Dia langsung menuduh bahwa Yolanda telah mencuri kalung itu. Begitu Bu Sudibyo berbicara, semua mata pegawai toko langsung tertuju ke Yolanda. Meskipun tidak ada bukti, kecurigaan terbesar jatuh pada Yolanda. Dia sangat menyukai kalung itu dan ibunya juga tidak mau membelinya, jadi kemungkinan besar dia yang mencurinya. "Masih kecil sudah nggak tahu aturan. Bu Nina, apa kamu benar-benar bisa mendidik anakmu?" "Benar juga. Dia kan sudah pernah masuk Lembaga Pembinaan Remaja. Mencuri barang seperti ini, pasti bukan hal baru baginya." Bu Sudibyo kembali memanaskan suasana dengan kalimatnya. Ketika Bu Sudibyo mengatakan bahwa Yolanda pernah masuk pusat Lembaga Pembinaan Remaja, wajah para pegawai dan manajer toko langsung berubah. Bahkan Galih yang ada di sana, penasaran dan melirik ke arah mereka. Nina yang menyadari bahwa kejadian ini menarik perhatian Galih, langsung panik. "Yolanda! Cepat keluarkan kalungnya!" Dia sangat takut kalau perbuatan mencuri Yolanda akan merusak nama baik keluarga Hartanto. Dia marah dan panik, tanpa sadar ingin menampar Yolanda. Tepat ketika tamparan itu hampir mengenai Yolanda, tiba-tiba saja terdengar suara Galih. "Kalau nggak ada bukti, kalian nggak boleh sembarangan menuduh orang. Di toko ini ada CCTV, langsung saja periksa rekaman CCTV itu." Setelah Galih berbicara, ekspresi Nina tampak sedikit lebih tenang. Namun, pandangannya terhadap Yolanda sudah penuh dengan kebencian. Jika saja dia bisa, dia pasti akan mencekik Yolanda saat dia lahir. Nina menarik napas dalam-dalam dan berkata dingin, "Lebih baik kamu langsung akui saja kesalahanmu! Dengan begitu, orang lain jadi nggak perlu repot-repot. Anggap saja ini sebagai cara kamu memperbaiki kesalahan. Kalau sampai toko itu memeriksa rekaman CCTV dan melapor ke polisi untuk menangkapmu, aku nggak bisa lagi membantumu!" Dia berusaha untuk menunjukkan ketenangannya dalam menangani masalah ini. Dia ingin Galih tahu bahwa dia tidak akan membiarkan emosi menguasainya. "Aku nggak mencuri perhiasan, jadi aku nggak takut sama rekaman CCTV," Kata Yolanda sambil menatapnya dengan dingin. Nina menggertakkan giginya. "Kenapa kamu begitu keras kepala!" Senyum di wajah Bu Sudibyo makin lebar. "Kulihat kamu ini tipe orang yang nggak akan pernah mengaku salah sampai ada bukti yang sangat jelas!" "Di antara semua orang di sini, hanya kamu yang mungkin mencuri barang seperti ini." "Sekarang kalungnya hilang. Kalau bukan kamu yang mencuri, siapa lagi?" Hari ini dia benar-benar senang bisa berbelanja! Karena insiden pencurian ini, pasti Galih akan punya kesan yang sangat buruk tentang keluarga Hartanto. Sebelumnya, Yulia selalu lebih unggul dari putrinya di sekolah, tetapi kelihatannya hal seperti itu tidak akan terjadi lagi! "Kamu benar-benar mau mempermalukan diri sendiri?" Di antara semua orang yang ada di sana, orang yang paling tidak ingin memeriksa rekaman CCTV adalah Nina. Dia sudah yakin kalau Yolanda, putri nakalnya itulah yang mencuri kalungnya. Kalau Yolanda sekarang mengembalikan kalung itu, paling buruk dia hanya akan merasa malu. Kalau sampai masalah ini diperiksa rekaman CCTVnya, pasti akan jadi masalah besar. Sekolah akan segera dimulai dan dia benar-benar tidak ingin kejadian ini merusak nama baik Yulia di sekolah. Selain itu, demi menjaga reputasinya di kalangan para ibu sosialita, dia harus memastikan Yolanda masuk ke sebuah universitas yang bagus. Sebenarnya dia sudah punya rencana, yaitu menyogok orang supaya Yolanda bisa masuk ke universitas swasta yang kurang terkenal dalam beberapa hari ke depan. Namun, sekarang. Tamat sudah! Benar-benar tamat! Kampus mana yang mau menerima seorang gadis yang pernah masuk Lembaga Pembinaan Remaja remaja dan setelah keluar malah kembali mencuri? Nina makin marah, lalu mengangkat tangannya lagi untuk menampar Yolanda. Namun, kali ini Bu Sudibyo berpura-pura baik hati dengan menghalanginya. "Aduh, Bu Nina, jangan terlalu marah. Anak kecil memang perlu diajari, Yolanda juga bukannya nggak punya sopan santun sejak lahir." "Kalau saja kamu bisa meluangkan waktu dari bermain kartu dan perawatan kecantikan untuk mengajari anakmu sopan santun, dia nggak akan jadi seperti sekarang." Nina menepis Bu Sudibyo dengan keras. "Caraku mendidik putriku bukan urusanmu!" Setelah itu, dia memperingatkan Yolanda dengan tegas. "Kalau kamu mengakui kesalahanmu sekarang, aku bisa memaafkanmu." "Tapi, kalau kamu masih keras kepala, aku nggak akan peduli lagi." "Keluarga Hartanto nggak butuh putri yang nggak tahu sopan santun!" Setelah Nina berkata demikian, wajah Yolanda pun berubah dingin. "Kamu nggak paham apa yang aku katakan? Aku bilang, bukan aku yang mencurinya." Nina gemetar karena marah. "Masih nggak mau mengaku ya? Baiklah! Cari! Cari sampai ketemu!" Saat itu juga. Pegawai toko yang pergi memeriksa rekaman CCTV kembali dengan tergesa-gesa. "Manajer, ada masalah dengan CCTVnya. Rekaman pagi ini nggak bisa ditemukan." "Bagaimana bisa? Sudah panggil tim teknisi untuk memperbaikinya?" tanya manajer toko dengan terburu-buru. "Sedang diperbaiki, tapi mereka bilang hard-disknya rusak. Walau diperbaiki, rekamannya nggak bisa dikembalikan." Bu Sudibyo menutup mulutnya dan tertawa kecil. "Berarti nggak ada buktinya dong? Hehe, ini cocok dengan rencana seseorang!" "Siapa bilang nggak ada buktinya?" Yolanda menatapnya dingin. Kemudian. Dia dengan santai memasukkan tangan ke dalam saku dan mengeluarkan ponsel. Ponsel itu masih ponsel yang dia pakai sebelum masuk ke Lembaga Pembinaan Remaja. Ini adalah salah satu ponsel pintar keluaran pertama dan sekarang sudah ketinggalan zaman. Namun, bagi seorang peretas hebat seperti Yolanda, selama ponsel itu tidak rusak, dia bisa mendapatkan semua yang ingin dia temukan. "Untuk apa kamu mengeluarkan ponsel?" "Mau mempermalukan dirimu lagi?" Yolanda mengabaikan teguran ibunya dan fokus menekan layar ponselnya dengan jari-jarinya yang gemuk. Dua menit kemudian, dia mengangkat kepalanya dan menyerahkan ponselnya kepada manajer. "Apa ini?" Manajer merasa kebingungan saat menerima ponsel itu. Matanya membelalak setelah melihat apa yang ditampilkan di layar ponsel. "Ini rekaman dari CCTV toko, 'kan?" Semua orang yang mendengar itu segera berkumpul, mencoba melihat isi video di ponsel. Bu Sudibyo terdiam melihat reaksi mereka. Saat ini. Dia tiba-tiba merasakan firasat buruk di dalam hatinya. Namun, dia masih tidak percaya bahwa Yolanda bisa mendapatkan rekaman video toko hanya dengan beberapa ketukan di ponsel. Setelah ragu sejenak, dia juga mendekati layar ponsel. Rekaman itu dimulai dari saat Yolanda dan ibunya masuk ke dalam toko. Manajer toko itu menatap layar dengan penuh konsentrasi. Tak lama kemudian, dia melihat pegawai yang melayani Yolanda meletakkan kalung yang hilang di antara dua etalase. Saat itu juga, Bu Sudibyo muncul. Pegawai lain yang sedang sibuk melayani Bu Sudibyo tanpa sengaja menabrak etalase. Seketika itu juga, kalung itu jatuh ke celah antara dua etalase dan tersangkut di sana." "Plak!" Melihat kejadian itu. Bu Sudibyo merasa seperti ada tamparan keras tak kasat mata yang mengenai wajahnya. Saat itu, Nina yang juga sedang menonton video, tubuhnya tiba-tiba menegang seketika. Nina tidak hanya salah menuduh Yolanda, tetapi juga bersikap kasar di depan Galih. Bagaimana ini? Bagaimana jika Galih marah pada Yulia karena ulahnya? "Cepat pindahkan etalase itu!" Setelah menonton video tersebut, manajer segera memberi perintah kepada kasir. Tak lama kemudian, para pegawai menggeser etalase yang dimaksud dan melihat kalung berlian yang hilang itu terjepit di antara celah-celahnya. "Maaf, saya nggak memperhatikannya ... " Pegawai itu buru-buru meminta maaf. "Lain kali lebih hati-hati!" manajer memperingatkan dengan nada tegas. Dalam hati, dia merasa lega karena sebelumnya dia tidak langsung menuduh Yolanda mencuri kalung itu. Jika iya, keluarga Hartanto bisa saja menuntut mereka karena fitnah. Bu Sudibyo yang wajahnya sudah merah karena malu, masih mencoba untuk membela diri. "Bagaimana bisa dia punya rekaman CCTV toko? Apa rekaman itu palsu?" "Video ini rekaman asli dari toko. Semua sudut kameranya juga sama. Lagi pula, bagaimana mungkin videonya bisa dipalsukan dalam waktu sesingkat ini?" Nina segera menjawab. Meskipun dia sendiri tidak tahu bagaimana Yolanda mendapatkan rekaman CCTV itu. Dia harus mengatakan ini untuk menyelamatkan reputasinya di depan Galih. Galih memandang Yolanda dan tiba-tiba bertanya. "Kamu masih muda, tapi sudah sangat hebat! Bagaimana kamu bisa mendapatkan rekaman CCTV toko dalam waktu sesingkat itu? Apa kamu belajar teknologi peretasan khusus?" Meskipun ini adalah pertanyaan, nada suaranya penuh dengan kekaguman terhadap Yolanda. Pada saat itu, hanya dia yang tahu betapa hebatnya keterampilan peretasan Yolanda. Karena apa yang dilakukan Yolanda barusan bukan hanya sekedar mengambil video. Perlu diingat, pegawai tadi sudah mengatakan bahwa rekaman CCTV hilang. Jadi, sebelum Yolanda bisa mendapatkan video tersebut, dia harus memperbaikinya terlebih dahulu. Dalam beberapa menit saja, Yolanda berhasil meretas sistem CCTV toko, memperbaiki kerusakan dalam sistem, memulihkan rekaman, dan akhirnya menampilkannya. Dia berani menjamin bahwa peretas di negara ini yang bisa mencapai tingkat ini. Tidak lebih dari sepuluh orang! Yolanda melirik Galih dengan tatapan dingin. "Gampang saja bagiku." Setelah itu, dia berbalik menatap Bu Sudibyo, dan berkata dengan suara yang tenang namun penuh tekanan. "Minta maaf padaku!"

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.