Bab 6
Namun, kondisi Pak Calvin lemah. Dia hanya siuman sejenak, kemudian kembali terlelap.
Direktur tidak memperhatikan keadaan Pak Calvin yang setengah pingsan.
Dia menatap Pak Calvin di atas tempat tidur dengan lekat, masih belum kembali dari rasa tercengangnya.
"Ajaib!"
"Benar-benar ajaib!"
"Kondisi Pak Calvin jadi stabil!"
Dia tidak mengerti bagaimana Pak Calvin yang sebelumnya divonis sekarat, tiba-tiba sembuh.
"Direktur, apa Pak Calvin sekarang baik-baik saja?"
Pria paruh baya di sebelah bertanya dengan hati-hati.
Dia adalah asisten pribadi Pak Calvin, Gideon Chardony. Dia biasanya bertanggung jawab atas rutinitas Pak Calvin dan mengatur jadwal perjalanan.
"Sementara nggak ada masalah, tapi ... "
Direktur tidak melanjutkan pembicaraan.
Dia memeriksa lagi dan menemukan bahwa kondisi Pak Calvin hanya sementara terkendali.
Selain itu.
Dia menemukan jejak terapi akupunktur di pelipis dan dada Pak Calvin.
Mungkinkah, gadis dari keluarga Hartanto itu benar-benar mengerti ilmu kedokteran?
Direktur berusaha tetap tenang, dengan susah payah dia tersenyum dan menatap Gideon.
"Sementara nggak ada masalah, tapi kondisinya sekarang hanya bisa bertahan beberapa bulan. Kalau dalam waktu ini nggak dapatkan perawatan yang memadai, akan terjadi kegagalan jantung."
Meskipun tidak ingin mengakui, dia terpaksa mengakui Yolanda benar-benar menyelamatkan Pak Calvin.
"Jadi, apa yang kalian tunggu? Segera berikan pengobatan kepada Pak Calvin!" teriak Gideon dengan cemas kepada direktur.
Direktur menghela napas. "Kita nggak bisa berbuat apa-apa. Harus segera cari gadis dari keluarga Hartanto itu!"
Jika bukan karena Yolanda tidak menyelamatkan Pak dengan tuntas, maka jasa penyelamatan Pak Calvin hari ini adalah milik rumah sakit.
Karena perlu dilakukan perawatan lanjutan, rumah sakit tidak bisa mengambil keuntungan dari ini.
"Keluarga Hartanto?"
Gideon bukan orang dari Kota Jarga, dia tidak tahu tentang keluarga Hartanto.
"Keluarga Hartanto adalah keluarga kelas menengah yang memulai usaha di sini. Mereka nggak punya latar belakang yang istimewa. Gadis yang gemuk dan jelek tadi adalah putri dari keluarga Hartanto."
"Aku nggak tahu metode apa yang dia gunakan, tapi dia berhasil menstabilkan kondisi Pak Calvin. Kalau mau Pak Calvin sembuh tuntas, hanya bisa mencarinya."
Meskipun rumah sakit tidak bisa mengambil keuntungan dari prestasi Yolanda, tuduhan ini sudah dilontarkan.
Pak Calvin bisa sembuh atau tidak, itu tidak ada hubungannya dengan rumah sakit.
Jika tidak bisa sembuh, itu berarti Yolanda tidak mampu dan hanya berpura-pura.
"Keluarga Hartanto? Aku mengerti."
Sambil mengernyit, Gideon berpikir dengan serius sejenak. Selanjutnya, dia mengeluarkan ponselnya dan menelepon.
...
Yolanda kembali ke kediaman keluarga Hartanto. Begitu masuk pintu, dia langsung mendengar suara makian tajam dari Bu Nina.
"Kamu pergi ke mana lagi?"
"Baru keluar dari Lembaga Pembinaan Remaja, ingin masuk lagi ya?"
"Entah keluarga kita sudah bikin dosa apa di kehidupan sebelumnya, kenapa bisa punya anak yang memalukan begini!"
Bu Nina menatap Yolanda dengan tatapan penuh kebencian.
Di hatinya.
Yolanda yang bodoh dan jelek adalah aibnya seumur hidup!
Jika bukan karena nama baik, dia bahkan ingin putus hubungan dengan Yolanda.
Mendengar kata-kata itu, wajah Yolanda yang acuh tak acuh terlihat sedikit dingin.
Di kehidupan baru ini, dia mengalami hubungan keluarga yang benar-benar berbeda dengan kehidupan sebelumnya.
Bagi dirinya yang dulu, baik keempat kakaknya maupun para gurunya sangat menyayanginya.
Dia tidak pernah tahu ternyata tidak semua orang disayang oleh keluarga mereka sendiri.
Namun, sekarang.
Yolanda sadar ketika Bu Nina menghinanya dengan kasar, dia merasakan rasa sakit yang berasal dari hati pemilik tubuh ini.
Rasa sakit ini seakan sudah berakar di dalam hati pemilik tubuh ini.
Karena belum bisa menghubungi saudara-saudaranya sekarang, lebih baik dia tinggal di rumah keluarga Hartanto sementara. Dia akan mengambil kembali barang-barang yang dicuri oleh adik pemilik tubuh ini satu per satu.
Anggap saja ini sebagai balasannya karena telah mengambil tubuh dari pemilik tubuh ini.
Ketika Yolanda sedang merencanakan beberapa siasat di dalam hati, tiba-tiba sebuah buku dilemparkan ke arahnya.
Yolanda secara naluriah ingin menghindari, tetapi racun di tubuhnya benar-benar membatasi kekuatannya.
"Plok!"
Buku itu menghantam wajahnya dengan keras.
"Kenapa masih melamun? Pergi belajar pengetahuan melukis! Besok kita akan ke pameran lukisan. Kalau kamu bikin malu di pameran itu, lihat bagaimana aku akan menghukummu!"
"Bu, kakak sejak dulu nggak niat belajar. Saya buatkan teh jeruk lemon untuk Ibu, silakan diminum dulu. Jangan sampai Ibu sakit karena terlalu kesal."
Yulia berjalan dari dapur dengan membawa nampan, sambil menghibur dengan nada yang lembut.
Ketika berbicara, dia memberikan minuman dari nampan kepada Bu Nina dengan penuh perhatian. Sikapnya anggun dan sopan, seperti seorang anak orang kaya yang berpendidikan.
"Yulia memang anak baik."
Melihat Yulia, mata Bu Nina penuh dengan kasih sayang.
"Kak, kamu baru pulang dan jadi begini, wajar kalau ibu nggak bisa terima. Kalau bisa, jangan sering-sering muncul di depan ibu! Lebih baik gunakan waktumu untuk membaca dan belajar."
Mendengar kata-kata itu, wajah kesal Bu Nina yang baru saja mereda kembali penuh dengan rasa benci.
"Aku benar-benar khawatir tentang dia, tapi lihat dia? Dia nggak hanya buat dirinya jadi seperti hantu, juga nggak ada kemajuan sama sekali! Kalau tahu begini, lebih baik dia ditahan seumur hidup!"
Sambil berbicara, dia sekali lagi menoleh ke arah Yulia.
"Banyak-banyak belajar dengan adikmu. Lihat adikmu, nilainya bagus, keahlian melukisnya juga diakui oleh guru-guru tingkat master. Dia punya banyak teman di sekolah, selalu jadi pusat perhatian di mana pun dia. Sedangkan kamu ... "
"Kalau kalian bukan kembar, aku curiga apa aku salah menggendongmu di rumah sakit!"
Jika Yolanda tidak berguna sejak kecil, Bu Nina tidak akan ada kesenjangan psikologis yang begitu besar. Dia tidak akan marah seperti sekarang.
Namun, Yolanda yang kecil sangat disukai oleh semua orang. Membuat Bu Nina menjadi pusat perhatian di antara tetangga.
Awalnya, dia bisa memiliki dua putri yang cantik dan pintar.
Namun, sekarang salah satu yang paling diharapkannya justru menjadi aib.
Bagaimana dia bisa menerima ini dengan lapang dada?
"Bu, saya pikir kakak akan berubah jadi lebih baik suatu hari nanti. Tolong berikan dia lebih banyak waktu!"
Yulia berdiri di belakang Bu Nina. Tanpa sengaja, dia menunjukkan rasa angkuh dan remeh di matanya.
Hehe!
Waktu kecil, begitu banyak orang berkata kakaknya lebih unggul darinya. Sekarang, kakaknya bahkan tidak pantas untuk bersaing dengannya.
Roda kehidupan selalu berputar!
Yolanda melihat ekspresi bangga dari Yulia, dia tidak merasa sedih atau kesal sedikit pun.
Dia tersenyum tipis dan berkata kepada Yulia.
"Apa kamu pikir kamu akan jadi putri yang agung karena bisa tipu muslihat?"
"Apa maksudmu?"
Ekspresi di wajah Yulia yang mungil tiba-tiba menjadi dingin.
Namun, Yolanda tidak menghiraukannya, melainkan melihat ke arah Bu Nina.
"Lalu, kamu. Tanyalah dirimu sendiri, apa kamu benar-benar mencintai putri kesayanganmu? Bagimu, dia hanya sebuah alat. Sebuah alat yang kamu gunakan untuk memamerkan diri di kalangan ibu-ibu!"
"Apa yang kamu bilang?"
Wajah Bu Nina tiba-tiba berubah, dia marah besar.
Melihat reaksi Bu Nina setelah terbongkar, Yolanda merasa lucu.
Dia memiliki banyak cara untuk membuat hubungan ibu dan anak ini renggang.
Namun, semua siasat tidak sebanding dengan kepuasan ketika mengatakannya secara langsung.
Sebelum pergi, dia menatap Yulia dengan penuh belas kasihan.
"Kalau suatu hari nanti kamu nggak sebaik sekarang, dia akan memperlakukanmu seperti dia memperlakukanku sekarang. Kamu benar-benar malang. Kasih sayang ibu yang mudah didapatkan oleh anak-anak orang lain, kamu perlu berjuang keras. Bahkan kadang-kadang kamu perlu gunakan beberapa tipu muslihat."
"Kalau ada waktu, pikirkan baik-baik. Tindakanmu untuk dapatkan perhatiannya itu sepadan atau nggak."
Setelah itu, Yolanda meninggalkan ruang tamu dengan tegas dan menuju kamar tidurnya di lantai atas.
Yulia berdiri termenung di tempat.
Perlahan-lahan, ekspresi di wajahnya menjadi makin buruk.