Bab 96
Aku duduk di kursi, memanggilnya dengan suara lembut, "Nindi."
Nindi tiba-tiba menoleh ke arahku, tetapi tidak ada tindakan selanjutnya.
"Apa yang ada di tanganmu? Boleh aku melihatnya?"
Nindi dengan cepat meringkuk dan memeluk barang itu lebih erat, takut barang itu akan direbut darinya dalam sekejap.
Teringat polisi mengatakan ada sesuatu seperti buku harian di dalamnya, aku berkata, "Apa itu surat yang ditulis ibumu untukmu? Apa kamu ingin aku membacanya untukmu?"
Mendengar kata-kata itu, bulu mata Nindi bergetar sedikit, sepertinya dia mulai tertarik.
Aku melanjutkan, "Kamu nggak bisa baca? Memangnya kamu nggak mua tahu apa yang ditinggalkan ibumu?"
Jari-jari yang memutih mulai longgar, Nindi menatapku dengan ragu. Aku terus sabar membimbing, akhirnya, sebuah buku harian yang menguning diserahkan padaku dengan hati-hati.
Aku perlahan memegang tangannya, dan dia terkejut tiba-tiba.
Aku menjelaskan, "Bagaimana kalau kita lihat bersama? Sambil kita melihat, aku akan membacakan untukmu
Klik untuk menyalin tautan
Unduh aplikasi Webfic untuk membuka konten yang lebih menarik
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda