Bab 3
Sepertinya Miguel baru sadar kalau pacarnya masih ada di sini. Dengan wajah seperti baru terbangun dari mimpi, dia menarik tangannya yang sebelumnya melingkar di pinggang Molly dan mundur dua langkah.
Teman-teman Miguel yang melihat ke arahnya juga baru sadar kalau Valencia masih ada di sini dan mereka segera membantu memperbaiki suasana.
"Ayo lanjutkan permainan. Molly, lambungmu nggak sehat, jadi jangan minum alkohol lagi, kalau kalah ganti dengan permainan 'Jujur atau Tantangan' saja."
"Usul yang bagus, ayo kita ganti dengan 'Jujur atau Tantangan'."
Setelah Miguel menenangkan dirinya, dia kembali duduk di sebelah sofa.
Dia mengira Valencia akan cemburu dan marah padanya.
Namun, Valencia tidak mengatakan apa-apa.
Sikapnya yang seolah tidak peduli justru membuat Miguel merasakan kekhawatiran yang tidak jelas.
Dia merasa seolah-olah ada sesuatu yang berbeda dengan Valencia dibandingkan sebelumnya.
Keheningan mulai merambat di antara mereka berdua.
Miguel ragu-ragu ingin menjelaskan beberapa kata, tetapi dari kejauhan terdengar suara sorakan.
"Molly, kamu kalah lagi, kali ini pilih 'Jujur atau Tantangan'?"
Perhatian Miguel kembali tertarik pada Molly.
Matanya terfokus pada Molly.
"Aku pilih tantangan."
Molly menoleh, menatap Miguel dengan senyum misterius yang terukir di bibirnya.
"Ayo, ayo, kata tantangannya ada di sini, tinggal ambil." Seseorang mengeluarkan tumpukan kertas.
Molly dengan santai mengambil satu lembar, lalu orang itu membuka kertas itu dan seketika matanya terbelalak.
Matanya bergantian melirik ke arah Molly, Miguel, dan Valencia.
Beberapa gadis yang penasaran mendekat untuk melihat. "Apa yang dia dapatkan? Aku mau lihat."
"Ah!" Gadis itu melihat isi kertas dan langsung terkejut.
Semua orang makin penasaran.
"Apa yang dia dapatkan?"
"Cepat bilang, dia dapat apa?"
"Secara acak pilih satu lawan jenis di sini untuk berciuman," kata seorang pria, membaca isi kertas itu sambil dengan cepat melirik ke arah Miguel.
Benar saja, begitu Miguel mendengar kata-kata itu, ekspresinya langsung berubah menjadi beku.
Suhu ruangan di dalam ruang VIP tiba-tiba turun menjadi sangat dingin.
Namun, Molly seakan tidak merasakannya, dengan senyum ceria dia berdiri dan berjalan ke seorang pria tampan yang duduk tidak jauh darinya.
"Jonathan, apa kamu keberatan kalau aku menciummu?"
Jonathan mencuri pandang ke arah Miguel yang tampak seperti ingin membunuh dan tidak berani berkata apa-apa.
Melihat Jonathan tidak menjawab, Molly mendekat dan melingkarkan lehernya, berusaha mencium bibirnya.
"Cukup!"
Miguel menghardik dengan suara marah dan tidak bisa menahan diri lagi. Dia langsung maju, menarik tangan Molly, dan menyeretnya keluar dari ruangan.
Orang-orang di sana saling berpandangan, lalu akhirnya memandang Valencia dengan penuh rasa kasihan.
Valencia hanya meminum jus di atas meja dengan tenang dan tersenyum tidak peduli. "Buat apa kalian lihat aku?"
Mereka pun mengalihkan pandangan. Ada yang melanjutkan minum, ada yang melanjutkan percakapan. Mereka berpura-pura seolah tidak terjadi apa-apa.
Valencia meminum jusnya lagi, tetapi hatinya makin terasa dingin.
Dalam ingatannya, Miguel sepertinya tidak pernah peduli dengan apa pun.
Ini adalah pertama kalinya Valencia melihat Miguel kehilangan kendali seperti itu.
Setelah meminum habis jusnya, Valencia pergi ke toilet.
Dari balik pintu, dia mendengar percakapan beberapa gadis di dekat wastafel.
"Miguel gila, ninggalin pacarnya di sini dan bawa Molly pergi."
"Hah, itu berarti yang paling dia pedulikan itu Molly."
"Iya, kamu lihat nggak barusan, pas Molly mau cium Jonathan, muka Miguel langsung gelap banget."
"Aku lihat, pacarnya kasihan banget. Lihat saja dia cuma bisa liat pacarnya marah besar karena cewek lain."
"Memang kasihan banget, pacarnya cuma jadi pengganti saja."
"Menurutku, Miguel sama Valencia nggak lama lagi bakal putus. Orang bodoh saja bisa lihat kalau orang yang Miguel cintai itu Molly."
"Iya, aku juga ... " Perkataan gadis itu terhenti saat dia melihat Valencia keluar dari toilet melalui cermin. Dia langsung menutup mulutnya.
Dua gadis lainnya juga melihat Valencia. Mereka langsung menundukkan kepala dan buru-buru pergi.
Valencia berjalan ke depan cermin dan mencuci tangannya dengan tenang.
Iya, memang benar, dia dan Miguel memang tidak lama lagi akan putus.
Mereka akan putus bukan karena Miguel yang meminta atau karena Miguel tidak menginginkannya lagi.
Namun, karena dia tidak mencintai Miguel lagi dan tidak menginginkan Miguel lagi.
Setelah kembali ke vila Miguel, sudah jam sebelas malam.
Valencia sangat lelah. Setelah mandi dia langsung tidur di tempat tidur dan tertidur dengan cepat.
Miguel baru kembali pada siang hari keesokan harinya.
Dia membuka pintu kamar tidur. Saat melihat koper yang terbuka di lantai, ekspresinya menunjukkan kebingungannya.
"Itu untuk apa?"
Valencia menyembulkan kepalanya dari belakang lemari. "Kamu sudah kembali? Aku mau pulang sebentar ke rumah."
Benda-bendanya banyak karena sudah tinggal di sini selama dua tahun. Beberapa pakaian, sepatu, dan barang-barang kecil bisa tidak dia bawa ke Kota Emberton, tetapi beberapa harus dikemas untuk dibuang.
Saat dia pergi nanti, dia tidak akan meninggalkan apa pun yang berkaitan dengannya.
Setelah mengatakan hal itu, matanya melihat tanda merah mencurigakan di leher Miguel. Valencia terdiam sejenak, lalu dengan tenang mengalihkan pandangannya.
Dia sudah menyerah pada Miguel.
Oleh karena itu, dia sudah tidak peduli dengan siapa Miguel selingkuh.
Begitu mendengar itu, alis Miguel berkerut. "Kenapa tiba-tiba mau pulang ke rumah? Masih marah karena kejadian semalam? Mau menghindariku?"
"Nggak, aku cuma kangen sama orang tuaku, mau pulang lihat mereka."
Mendengar jawaban Valencia, kerutan di alis Miguel mulai mengendur. "Pulang sebentar juga nggak apa-apa."
Selama tiga tahun ini, Valencia belum pernah pulang ke rumah.
Bahkan saat tahun baru pun dia selalu sendirian.
Miguel tidak mungkin meninggalkan keluarganya untuk merayakan tahun baru bersama Valencia, apalagi membawanya pulang.
Itu karena dia tahu ibunya, Clarissa Taylor, tidak akan menerima gadis yang tidak punya latar belakang keluarga seperti Valencia.
Setelah beberapa detik, Miguel berkata lagi, "Tapi aku sedang sibuk belakangan ini, jadi nggak bisa menemanimu pulang. Tiketnya tanggal berapa? Aku akan suruh sopir antar kamu ke bandara."
Valencia memilih beberapa pakaian favoritnya, meletakkannya di atas tempat tidur, dan mulai melipat satu per satu ke dalam koper.
"Nggak perlu repot, aku akan pesan taksi, ada yang antar jemput."
Mendengar itu, Miguel pun merasa lega.
Dia khawatir kalau Valencia akan mengajaknya pulang ke rumah orang tua Valencia.
Mereka sudah berpacaran selama tiga tahun, seharusnya mereka sudah saling bertemu orang tua untuk membicarakan pernikahan.
Namun, dia bukan orang biasa.
Dia adalah satu-satunya anak laki-laki keluarga Zayden, penerus tunggal Grup Zayden.
Perbedaan status keluarga adalah jurang yang tidak akan bisa mereka lewati.
Miguel sangat tahu kalau tidak mungkin ada masa depan untuk dia dan Valencia.
Oleh karena itu, pertemuan dengan orang tua tidaklah perlu.
Untungnya, Valencia juga paham hal ini dan tidak memaksanya untuk pulang ke rumah.
Memikirkan hal itu, Miguel sekali lagi merasa Valencia adalah gadis yang tahu diri dan mengerti.
Malam sebelumnya, dia dengan gegabah meninggalkan Valencia dan pergi bersama Molly. Dia pikir Valencia pasti akan marah padanya. Namun, ternyata Valencia hanya diam, tidak menangis atau mengomel sehingga membuatnya merasa lega.
Selama tiga tahun berpacaran, Valencia tidak pernah seperti wanita lain yang selalu mengecek, tidak pernah bertengkar karena dia berselingkuh, atau berbuat mesum di luar.
Pada saat ini, kata-kata sahabatnya tiba-tiba terngiang di telinganya.
"Pacari saja keduanya. Kalau kamu merasa bersalah pada Valencia, belikan saja dia beberapa hadiah untuk menghiburnya. Perempuan itu mudah dibujuk."
Mungkin, dia benar-benar bisa mempertimbangkan untuk menikahi Molly dan menjadikan Valencia sebagai selingkuhan rahasia.
Bagaimanapun juga, dia adalah pria hebat dengan latar belakang keluarga yang kaya, sementara Valencia hanyalah gadis biasa yang tidak akan menemukan pria sepertinya lagi.
Valencia sangat mencintainya, jadi dia pasti tidak akan pernah meninggalkannya.
Setelah Valencia kembali dari rumahnya, dia akan berbicara serius dengan Valencia.
Miguel berkata, "Hati-hati di jalan, beri kabar kalau sudah sampai. Nanti kalau sudah kembali ke Kota Celestia, beri tahu aku, aku akan menjemputmu."
Valencia menunduk, lalu menjawab dengan lembut, "Oke."
Dia tidak akan kembali lagi.
Dia berkata dalam hati dengan pelan.
Miguel ingin berkata sesuatu lagi, tetapi ponselnya berdering.
Dia mengangkat teleponnya.
Beberapa menit kemudian, setelah menutup telepon, Miguel berkata kepada Valencia, "Aku ada urusan sebentar. Kejadian kemarin itu salahku, aku seharusnya nggak meninggalkanmu sendirian di sana. Aku sudah belikan hadiah untukmu, sebentar lagi asisten akan mengantarnya."
Valencia menjawab dengan tidak peduli.
Miguel tidak mengatakan apa-apa lagi dan berbalik pergi.
Saat Miguel baru saja pergi, Valencia menerima pesan dari Lorenzo.