Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 12 Menyinggung Hal yang Tak Seharusnya

Sudah hampir saatnya siaran langsung acara "Aku Cinta Alam". Diana bangun pagi-pagi. Dia membersihkan rumah dan menyiram bunga. Karena dia mau pergi ke gunung, dia memakai pakaian olahraga. Nenek Rosnah adalah orang yang mencintai kehidupan. Dia tidak hanya menanam sayur di halaman, tapi juga bunga. Lalu, Diana memapah Nenek Rosnah keluar, membiarkannya berjemur di halaman dan menghirup udara segar. Penyakit Nenek Rosnah pulih dengan sangat cepat. Dua hari yang lalu dia tidak bisa turun dari tempat tidur, tapi sekarang dia sudah bisa berjalan dengan bantuan orang atau memegang dinding. "Diana-ku memang hebat. Dokter lain nggak bisa menyembuhkanku, tapi Diana malah bisa. Kamu pasti bisa menjadi dokter hebat di masa depan." Nenek Rosnah tidak berhenti memuji cucu perempuannya. Diana pun tertawa setiap kali. Namun, dia tiba-tiba berpikir seharusnya dia membawa Nenek Rosnah ke ibu kota di masa depan. Neneknya selalu mengungkit ibu kota, dia pasti ingin sekali pergi ke sana. Selain ibu kota, Nenek Rosnah juga ingin pergi ke tempat lain dengan pemandangan indah. ... Setelah mendudukkan Nenek Rosnah, Diana pergi ke dapur untuk memasak. Di dapur, Ronald sudah mencuci beras dan bersiap-siap untuk membuat bubur. Diana tidak menyangka setelah dia pergi lebih dari setahun, adiknya yang autis sudah bisa menjaga dirinya sendiri. Setengah jam kemudian, ketiga orang itu mulai makan sarapan di meja. "Nenek, Ron, aku akan ikut serta dalam satu acara. Nanti ketika kru acara datang, kalian jangan gugup. Kalau kalian nggak ingin masuk ke dalam kamera, kalian nggak perlu masuk," kata Diana sambil menggigit telur dadarnya. "Acara apa itu? Acara yang seperti di televisi itu?" Nenek Rosnah menatap cucu perempuannya dengan bingung. "Ya." Diana mengangguk. "Kenapa kamu menyuruh mereka syuting di sini? Suruh mereka pergi ke rumah orang tua kandungmu, dong. Bagaimana kalau orang lain mentertawakanmu?" Nenek Rosnah tampak panik. Rumah mereka kecil dan usang. Cat pada pintu dan jendela pun telah terkelupas. Ada juga setumpuk sampah yang dipungutnya di sudut. Mereka juga memiliki seekor sapi, jadi rumah mereka pasti bau. Alasan Diana mengatakannya sekarang adalah karena dia takut neneknya akan cemas. "Menurutku, rumah kita lumayan bagus," kata Diana sambil tersenyum. Tidak peduli seberapa usangnya rumah mereka, dengan adanya nenek dan adik laki-lakinya, suasana di sini tetap hangat. "Cepat, buang dulu kardus-kardus dan botol-botol di sana." Nenek Rosnah hendak berdiri. Diana segera memapahnya. Pada saat ini, terdengar suara ketukan pintu di luar. "Permisi, apa Nona Diana ada di dalam?" tanya orang di luar. "Me ... mereka sudah datang?" Saking gugupnya, Nenek Rosnah terbata-bata. "Nenek Rosnah, tenanglah. Acara-acara orang zaman sekarang suka syuting di pedesaan. Acara kami kali ini akan syuting di desa." Diana memapah Nenek Rosnah ke kursi, lalu dia berjalan ke pintu. Setelah dia membuka pintu, empat orang sedang tersenyum kepadanya. Seorang juru kamera berbadan kekar mengarahkan kamera ke wajahnya. "Pagi, Nona Diana. Siaran langsung akan mulai dari sekarang," kata seorang kru sambil tersenyum. "Silakan masuk. Apa kalian sudah sarapan?" Diana membuka lebar pintu, lalu mengundang mereka masuk. Juru kamera mulai menggerakkan kameranya dan mengambil gambar seluruh rumah. "Kami sudah makan di mobil," jawab kru. Tidak banyak orang yang menonton siaran langsung Diana. Hanya ada seratus pembenci. Alasan kenapa Diana memiliki banyak pembenci adalah pertama, karena dia selalu memainkan peran penjahat yang sangat buruk, kedua, karena dia juga punya banyak sifat buruk dalam kehidupan nyata. Seperti bersikap kasar, mencuri perhatian, menindas orang lain, mengikat orang lain untuk sensasi, mencuri peran orang lain dan lain-lain. Beberapa pembenci mengedit beberapa bahan ini, lalu menyebarkannya ke mana-mana. Seiring berjalannya waktu, dia mendapat julukan "Mak Lampir". [Rumahnya jelek sekali.] [Mak Lampir jangan-jangan ingin membuat orang mengasihaninya dengan rumah usang ini, lalu membersihkan reputasinya?] [Bisa jadi!] [Kenapa ada sampah? Dia sudah membuat persiapan!] Diana tidak menyembunyikan apa-apa. Pertama-tama, dia memperkenalkan nenek dan adiknya kepada semua orang. "Ini nenekku dan adikku. Mereka malu, jadi jangan rekam mereka lama-lama." "Ha ... halo." Wajah Nenek Rosnah memerah. Dia berdiri dengan bantuan cucunya, lalu menyapa dengan sedikit kaku dalam aksen pedesaannya. Sementara Ronald terus menundukkan kepalanya agar dirinya tidak diperhatikan. "Pagi, Nenek. Kalian nggak usah malu dan silakan lanjut makan," sapa kru sambil tersenyum. Kemudian, Diana menunjukkan halaman rumah. Sebenarnya, tidak ada yang perlu ditunjukkan. Diana berkata, "Ini sayur yang ditanam nenekku. Ini bunga nenekku, lalu di sini ada seekor sapi peliharaan keluargaku." Sapi di kandang menjerit beberapa kali seolah-olah menanggapi Diana. [Apa kalian mendengar suara sapi itu? Apa hanya aku yang merasa senang?] [Keluarga Mak Lampir nggak semiskin itu, 'kan? Menurutku, dia hanya ingin membangun citra seperti ini.] [Benar, seharusnya ini cuman citranya. Dia ingin sekalian membersihkan reputasinya.] Sebenarnya, anggota kru sudah bertahun-tahun bekerja dan ini pertama kalinya mereka melihat rumah artis yang seperti ini. Rumah artis lain kalau bukan luas, maka besar. "Nona Diana, apa orang tuamu nggak tinggal di sini?" tanya kru dengan penasaran. Saat Diana mendengar itu, ekspresinya menjadi kaku sejenak dan senyumannya tampak canggung ....

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.