Bab 19 Membujuknya untuk Menyerah
Setelah Leonard memberikan perintah, seluruh jalur transportasi di Kota Bromwal langsung dikendalikan.
Dia sendiri mengikuti langkah Harry dan istrinya, lalu sampai di depan vila kembar di belakang rumah sakit.
Wajah Emily saat ini sangat pucat. Dia terus menangis sambil menjelaskan, "Sayang, tadi aku melihat wanita tua itu masuk ke vila sebelah. Aku nggak menyangka dia adalah orang yang datang untuk mengobati Pak Oliver."
"Kamu selalu melarangku untuk mengunjungi orang yang tinggal di sebelah, jadi aku penasaran!"
"Sayang, lihatlah pesan yang aku terima, semuanya benar-benar seperti yang dikatakan di sana."
Emily segera mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan pesan itu kepada Harry.
Namun, Harry tidak melihatnya karena pada saat seperti ini, apa pun yang dikatakan sudah terlambat.
"Menyerahlah!"
"Jangan berjuang lagi."
Setelah melalui ketidakpercayaan dan kemarahan yang awalnya melanda, sekarang emosi Harry benar-benar tenang. Tidak sedih atau senang, datar dan tidak ada gelombang, seolah-olah dia telah berubah menjadi mayat hidup.
"Pak Leonard, percayalah pada saya. Sebelumnya, Anda juga sudah melihat pesan itu dan melihat bukti dari Nona Medeline. Meski Nona Medeline bukan Elim, dia tetap luar biasa, 'kan?"
"Sekarang Elim menolak untuk mengobati Pak Oliver, lebih baik biarkan Nona Medeline mencobanya."
Emily berbalik dan berteriak pada Leonard, sementara Leonard menatap vila sebelah.
Saat itu, Connie sedang memegang secangkir kopi dan berdiri di balkon lantai dua sambil mengamati mereka.
Suara Emily sangat keras sehingga Connie bisa mendengarnya. Dia tersenyum dengan sinis, lalu meminum kopi itu tanpa mengucapkan sepatah kata pun dan kembali ke dalam vila.
Beberapa detik kemudian, bel pintu vila di sisi Connie berbunyi dan suara Leonard terdengar melalui sistem interkom.
"Nona Connie, apa kita bisa bertemu?"
"Saya ingin meminta maaf dengan tulus kepada Guru Elim, apa itu bisa?"
Suara Leonard yang dalam dan berwibawa terdengar sangat tulus. "Nona Connie, kami nggak memerlukan uang muka dan denda yang dikembalikan oleh Guru Elim, kami hanya ingin meminta satu kesempatan lagi dari Guru Elim."
"Pak Leonard, karena Anda meragukan dan memercayai Nona Medeline, sekarang Anda nggak perlu lagi berbicara dengan kami."
"Elim sudah pergi. Kalau dia sudah mengembalikan uang muka, dia nggak akan menerima permintaan Anda lagi."
"Pak Leonard, saya sarankan sebaiknya Anda menyerah!"
Suara Connie yang dingin terdengar. "Meski Anda menemui saya, itu nggak akan mengubah kenyataan."
"Nona Connie, orang yang menyinggung guru Elim adalah saya, bukan kakek saya. Saya meminta maaf dengan tulus dan mengakui kesalahan saya. Saya akan berusaha sebaik mungkin untuk memberi kompensasi. Saya hanya berharap Guru Elim mau memberi kami satu kesempatan lagi."
"Saya sudah memikirkan rencana pengobatan yang diajukan oleh Guru Elim sebelumnya."
Connie turun ke lantai bawah, membuka pintu, dan melihat Leonard yang tubuhnya tegap serta sikapnya dingin berdiri di depan pintu. Pria itu sebelumnya terlihat sangat angkuh dan jauh, tetapi saat itu sikapnya tampak lebih rendah hati.
Namun, karena Elim sudah memintanya untuk mengembalikan uang, itu berarti tidak ada lagi ruang untuk negosiasi.
"Saya sangat menyesal dan minta maaf."
Connie menepi dan membiarkan Leonard masuk ke vila. "Elim sudah pergi dan saya nggak bisa menghubunginya lagi."
"Apa itu?"
Leonard berjalan menuju sofa dan melihat sebuah keranjang buah di atas meja. Di dalam keranjang itu ada sebuah kartu ucapan dengan tulisan doa dan harapan yang ditandatangani oleh Felicia.
Connie maju dan memindahkan keranjang buah itu ke sisi lain.
"Ini nggak ada hubungannya dengan Pak Leonard."
"Nona Connie kenal Felicia?"
Leonard mengerutkan alisnya. Tiba-tiba dia teringat, sebelumnya dia meminta Ricky untuk mengantar Felicia bertemu dengannya, tetapi saat itu dia tidak menemui Felicia dan setelah itu tidak pernah melihatnya lagi.
Bukannya Felicia itu putri palsu dari keluarga Lumington?
Kenapa dia bisa mengenal orang seperti Connie?
"Kenal."
Leonard sudah melihat kartu itu, jadi menyangkalnya tidak ada gunanya lagi.
Connie tersenyum. "Felicia adalah sahabat saya, dia tahu kalau saya pergi ke Kota Bromwal, jadi dia datang khusus untuk menemui saya. Setelah itu, dia nggak sengaja mengetahui kalau Pak Oliver dirawat di rumah sakit di sini, jadi dia membeli keranjang buah dan bersiap untuk mengunjungi Pak Oliver."
"Tapi, tiba-tiba dia mendapat telepon yang sangat mendesak dan harus pergi, jadi dia meminta saya untuk mewakilinya mengunjungi Pak Oliver."
"Oh, begitu?" Leonard tersenyum. Sepertinya setelah wanita itu menerima pesannya dan tahu kalau dirinya tidak diterima, dia pergi dengan sadar.
Namun, meski dia pergi, dia tetap ingin memberikan kesan baik di depan Oliver.
Ternyata dia memang wanita yang ingin menjadi menantu keluarga Osbert dan mendaki pohon tinggi. Semua taktik liciknya hanya ditujukan kepada Oliver seorang.
"Kenapa? Sepertinya Pak Leonard nggak suka pada Felicia?" Connie melihat ekspresi dan nada suara Leonard, jelas ada sekilas kebencian yang melintas, dan dia pun langsung merasa tidak senang.
Gurunya adalah yang terbaik di dunia. Namun, kenapa pria seperti Leonard membenci gurunya?
"Nggak kenapa-napa."
Leonard tidak ingin membuang waktu pada seorang wanita yang hanya suka pamer dan mengandalkan taktik licik. Dia kembali mengalihkan topik. "Tolong, Nona Connie, bantu saya sekali lagi untuk memohon pada Guru Elim."
"Maaf, saya nggak bisa membantu sama sekali." Connie bersikeras. "Sebaiknya Pak Leonard pulang saja."
"Daripada membuang waktu di sini, lebih baik Pak Leonard segera mencari dokter lain untuk Pak Oliver."
"Nona Connie, saya bisa menambah uang."
"Pak Leonard, kepercayaan adalah sesuatu yang sekali hancur sangat sulit untuk dibangun kembali. Kalau Anda nggak memercayai Elim, Elim juga nggak akan memercayai Anda. Siapa tahu setelah Anda menemuinya lagi, kalau ada orang yang berkata sesuatu, Anda mungkin akan meragukan identitasnya lagi?"
"Jadi lebih baik lupakan saja!"
"Pak Leonard, tolong pergi sekarang."
Leonard mengamati vila itu dengan saksama, lalu akhirnya berdiri dan berkata, "Maaf, aku akan memohon agar Guru Elim mau memaafkanku."
Connie tidak berkata apa-apa dan hanya memasang wajah kaku.
Saat Leonard hendak pergi, Connie langsung bertanya, "Pak Leonard, apa Anda dekat dengan Felicia?"
Leonard berhenti sejenak dan sedikit mengalihkan tubuhnya saat mendengar pertanyaan itu. "Nggak."
Connie mengangguk. "Baiklah, saya mengerti."
Leonard terdiam sejenak. "Nona Connie, apa itu sangat penting?"
Connie tersenyum. "Nggak penting, saya hanya bertanya saja."
Leonard terdiam sejenak, kemudian perlahan berkata, "Dulu aku nggak mengenal Nona Felicia, jadi hubungan kami nggak bisa disebut dekat."
"Baiklah." Connie hanya tersenyum dan tidak mengatakan apa-apa lagi.
"Nona Connie, aku memohon padamu dengan tulus, tolong bantu katakan beberapa kata baik pada Guru Elim."
"Pak Leonard, saya juga menyarankan Anda dengan tulus, menyerahlah!"
"Aku nggak akan menyerah." Setelah Leonard mengatakan itu, dia mengangguk pelan dan meninggalkan vila itu.
Harry dan istrinya sudah mengemas barang-barang mereka dan hendak pergi. Saat melihat Leonard keluar dari sebelah, ekspresi mereka tampak rumit, tetapi akhirnya mereka tidak mengatakan apa-apa dan pergi dengan mobil.
Leonard menatap punggung Harry yang sedang pergi, lalu menoleh dan melihat Connie yang membawa keranjang buah keluar dari vila. Sepertinya dia hendak mengunjungi Oliver.
"Pak Leonard, sekarang saya mewakili Felicia untuk mengunjungi Pak Oliver, apa Anda ingin ikut?"
Connie mengundang. Leonard berpikir sejenak, lalu mengangguk pelan dan menyetujuinya.
Connie membawa keranjang buah dan berjalan di depan, sementara Leonard berjalan di belakangnya sambil memeriksa ponselnya. Setiap orang yang ada di bawah perintahnya terus melaporkan situasi kepadanya. Sejak dia memberi perintah, tidak ada satu titik pemeriksaan lalu lintas pun yang berhasil menghentikan wanita tua yang dia maksud.
Selain itu, di pintu masuk dan keluar rumah sakit, tidak ada orang atau mobil yang keluar kecuali Harry dan istrinya.
Mobil Harry telah diperiksa secara menyeluruh oleh pengawalnya. Setelah dipastikan tidak ada orang yang disembunyikan di dalam mobil, mereka diizinkan untuk pergi.
Leonard mengerutkan keningnya. "Apa seorang wanita hidup bisa benar-benar menghilang begitu saja?"