Bab 7 Berikan Tanganmu
Mata Arianne Wynn terbelalak kaget. Baru saat itu dia sadar bahwa sebelum dia tiba, Mark telah minum cukup banyak. Tegukan kecil tadi tidak bisa mewakili bau alkohol yang merebak darinya saat ini.
ciuman Mark Tremont sangat kuat dan ganas, menyesakkan nafas Arianne sedikit demi sedikit. Saat ia akan berkeliat untuk mencari udara, Mark akhirnya melepasnya.
“Makan malamnya mulai dingin!” Arianne berseru panik.
Mark Tremont adalah orang yang berbeda saat ia mabuk, dibandingkan dengan ketika dia sadar. Saat dia mabuk, perlahan sifat aslinya keluar, namun selama sadar dia adalah pria yang lemah lembut yang digemari semua orang.
Arianne menyadari hal ini. Dia merasa takut dan gentar, diiringi dengan pesan dari Will Sivan yang disampaikan oleh Tiffany Lane terus terulang dipikirannya - ‘Aku menyukaimu. Tunggu aku kembali. Kau harus menungguku.’
Mark Tremont mendorongnya jatuh ke atas ranjang besar dibelakangnya.
“Dua jam lagi. Sayang sekali jika dihabiskan dengan makan malam.”
Dia sedang membelakangi cahaya. Arianne tidak dapat memahami ekspresinya. Dia tidak berani melihat langsung ke arah wajahnya, wajah yang membuat banyak wanita bergairah. Dia samar-samar merasakan amarahnya.
Arianne menghalau tangan Mark.
“Jangan seperti ini…”
Nada suaranya memohon. Yang luput ia sadari adalah bahwa perilaku tak berdaya adalah cara termudah menaikkan gairah pria.
Tangan Mark Tremont bergerak ke wajah Arianne saat dia meraba bagian-bagiannya.
“Tetapi matamu menggodaku, mereka selalu menggodaku. Mengapa kau menatapku demikian jika kau tidak menginginkannya?”
Nada suaranya memikat dengan sedikit serak terdengar.
Arianne menjawab disertai isakan, “Mark Tremont… A… Aku sedang haid…”
Mata Mark terlihat terbelalak.
Arianne menahan nafasnya. Sebelum dia naik ke lantai atas, dia telah mempersiapkan dirinya. Celah ini selalu berhasil selama dia tidak mengecek dengan mata kepala sendiri.
Namun, yang memupuskan harapanku adalah ternyata Mark Tremont tidak melepaskanya walau ia telah berkata demikian. Lebih-lebih, sentuhan di lehernya yang terasa sedikit liar membuatnya gelisah. Dia tidak lagi mampu mencegahnya, memahami bahwa kesabarannya selalu terbatas.
“Berikan tanganmu,” ucapnya seakan memerintahnya.
Arianne menegang. Dia ingin menarik tangannya namun Mark mencengkeramnya keras.
Tingkat alkohol di tubuh Arianne menumpulkan tingkat ketidaknyaman psikisnya, membuatnya sedikit mabuk, saat ini membuatnya tidak sadar apa yang ia lakukan. Ia tidak lagi menyadari waktu berlalu. Mark Tremont bangkit dari menimpanya dan pergi ke kamar mandi sebelum dengan cepat keluar pintu.
Bangun di keesokan paginya, Arianny Winn tercengang melihat dia telah tertidur di ranjang Mark Tremont semalam!
Dia telah memasuki kamarnya berkali-kali selama bertahun-tahun di kediaman keluarga Tremont namun ia tidak pernah sekalipun tidur di kamarnya.
Mengingat kejadian semalam, pipinya perlahan memerah saat dia mengenakan bajunya, mengalahkan kepalanya yang terasa mau pecah. Selain dari satu langkah terakhir, mereka telah melakukan semuanya semalam. Bahkan ketika dia telah memperkirakan hal ini, dia masih merasakan perasaan sesak di dadanya.
Makan malam yang ia antarkan kemarin masih tak tersentuh di meja. Arianne membawanya ke bawah untuk mendapati Mary yang luar biasa ceria mengambil nampan makannya darinya sembari dengan riang memberinya roti panggang.
“Makanlah, aku tahu kau menyukainya. Tuan sudah memperlakukanmu dengan sangat baik. Dia bergegas pulang untuk merayakan ulang tahunmu meskipun hanya untuk beberapa jam. Kau tidak tahu betapa terburu-burunya dia saat pergi…”
Arianne Wynn membisu, tetapi di pikirannya ia menggerutu pada dirinya sendiri, “Ugh, pasti sulit bagi Mark Tremont untuk meluangkan waktu dan melakukan hal itu pada dirinya saat dia mempunyai jadwal yang begitu padat!”
Sebelum dia pergi, Mary melingkarkan syal yang ia tenun pada leher Arianne. “Kalau-kalau orang lain melihat lehermu.”