Bab 3 Siapa yang Paling Penting Baginya?
"Silvia, ada dokumen penting yang perlu ditandatangani Pak Leonard. Tolong kirimkan alamat acara yang dihadiri Pak Leonard malam ini."
Ariana menelepon sekretaris utama Leonard yang selalu tahu jadwal kerja sang CEO.
"Pak Leonard nggak ada acara malam ini. Bapak malah pulang lebih awal."
"Oh, apa mungkin ada acara dadakan?"
"Kalaupun ada acara dadakan, Bapak akan meneleponku untuk memesan tempat makan."
Ya, Ariana lupa jika ada rekan bisnis yang ingin mengundang Leonard makan, Leonard harus memesan tempat terlebih dahulu. Tidak ada yang namanya acara dadakan.
Jadi, "urusan penting" yang dikatakan oleh asisten Leonard tadi pasti bukan masalah pekerjaan.
Setelah menutup telepon, Ariana termenung, lalu makan malam sendirian.
Ketika membaca pesan dari teman kantor soal pekerjaan, Ariana tanpa sengaja masuk ke beranda Instagram saat ingin menyentuh tombol keluar.
Di bagian paling atas, dia melihat foto yang baru saja diunggah Mia.
Mia mengenakan gaun rumah sakit dan bersandar di dada seorang pria dengan ekspresi bahagia. Ada sebaris teks yang menyertai unggahan foto itu.
"Cinta itu ketika kamu membutuhkan seseorang, dia akan langsung datang setelah ditelepon."
Meski foto itu tidak menunjukkan wajah sang pria, Ariana langsung tahu bahwa itu adalah Leonard.
Dasi biru gelap dengan motif kotak-kotak di foto itu adalah dasi yang Ariana pilihkan sebulan lalu dan juga yang Leonard kenakan hari ini.
Hati Ariana terasa seperti ditusuk ribuan jarum. Kakinya gemetar dan hampir saja dia terjatuh. Untungnya, dia masih sempat berpegangan pada meja.
Apa dia akan terus diam saja ketika dibohongi berulang kali seperti ini?
Saat hampir pagi, Ariana yang baru saja bisa tidur tiba-tiba terbangun dan turun ke bawah karena mendengar suara dari dapur.
"Kamu sudah bangun?" tanya Leonard sambil mengambil segelas susu hangat dan meletakkannya di meja makan yang sudah penuh dengan sarapan.
Pria itu lalu berjalan mendekat, ingin mencium pipi Ariana untuk mengucapkan selamat pagi.
Namun, saat bibir Leonard hampir menyentuh wajahnya, Ariana memalingkan muka.
Leonard sedikit terkejut, tetapi lalu mengerti. "Kamu marah karena kemarin aku nggak pulang makan malam, ya?"
Ariana tidak menjawab dan terus menatap ke arah lain.
"Temanku baru pulang dari luar negeri. Dia mengajakku makan dan bermain kartu sampai larut malam. Kapan-kapan aku akan mengajakmu bertemu dengannya. Kamu boleh mengomelinya, lain kali kalau mau mengajakku keluar dia harus minta izin dulu sama Nyonya Leonard."
Leonard mencoba mencairkan suasana dengan bergurau.
Sambil diam, Ariana membuka kunci layar ponsel dan menunjukkannya ke Leonard.
"Apa temanmu itu Mia?"
Leonard menunduk untuk melihat layar ponsel sehingga Ariana tidak bisa melihat perubahan di sorot matanya.
Namun, pria itu akhirnya terdiam cukup lama.
Ariana tersenyum getir dan berkata dengan kecewa, "Jadi, betul kamu bersama Mia semalam?"
Leonard mendongak, ekspresinya seolah berkata dia tidak punya pilihan. "Mia kecelakaan kemarin. Dia nggak mau keluargaku khawatir, tapi dia nggak bisa mengurus semuanya sendirian. Jadi, dia minta tolong aku."
Lagi-lagi alasan yang masuk akal.
Ariana tersenyum sinis. "Leonard, aku nggak buta."
Di foto itu, Mia memeluk Leonard dengan mesra. Masa iya, tidak ada perasaan apa-apa di antara mereka?
Leonard melihat foto itu sekali lagi dan menghela napas. "Mia itu cucu angkat keluarga Sinclair. Dia memanggilku om. Mana mungkin aku macam-macam sama keponakanku sendiri?"
"Mia anak yatim piatu dari keluarga Connor. Kakek pernah berpesan agar aku menjaga Mia baik-baik."
Kakek Mia dan Franklin adalah teman seperjuangan. Semua anggota keluarga Connor telah tiada, meninggalkan Mia seorang. Mengingat persahabatan antara keluarga Connor dan keluarga Sinclair, Franklin mengadopsi Mia yang waktu itu baru berusia delapan tahun.
"Ariana, kita akan menikah. Kalau aku nggak mencintaimu, untuk apa aku memutuskan menikah denganmu?" tanya Leonard dengan ekspresi bersungguh-sungguh.
Ariana mencibir. "Itu juga yang jadi pertanyaanku," tukasnya.
"Apa kamu sudah nggak percaya lagi sama aku?" tanya Leonard dengan rahang mengeras.
"Umurku sudah dua puluh empat tahun. Aku bukan anak kecil yang bisa kamu bohongi!"
Air mata Ariana menggenang. Setelah menarik napas dalam-dalam, dia berkata, "Leonard, lebih baik kita putus saja."
Dia segera berbalik, tetapi tangannya tiba-tiba ditarik.
"Kalau memang sudah dua puluh empat tahun, jangan bersikap kayak anak kecil. Kamu boleh marah, tapi jangan lama-lama," ujar Leonard sambil menyodorkan segelas susu ke tangan Ariana. "Kalau nggak mau makan, minum susu saja. Nanti siang kita ke rumah keluarga besar. Kakek sudah menelepon."
Ucapan Leonard seolah-olah menganggap remeh perasaan Ariana. Baginya, hanya anak kecil yang mengikuti emosi.
Leonard benar-benar tidak peduli dengan perasaan Ariana.
Ariana menggeleng. "Aku nggak enak badan. Aku nggak akan pulang."
"Kalau begitu, sekarang tidur. Nanti siang aku jemput."
Usai berbicara, Leonard segera pergi.
Dia tidak memberi kesempatan Ariana membantah sama sekali.
Baru kali ini Ariana melihat betapa semena-menanya Leonard.
Pada akhirnya, Ariana pergi ke rumah keluarga Sinclair bersama Leonard.
Franklin menganggap Ariana seperti cucunya sendiri. Sudah setengah bulan Ariana tidak pulang, jadi Franklin merindukannya.
Saat turun dari mobil, Ariana menolak bergandengan dengan Leonard. Namun, pria itu tetap meraih tangannya ketika dia mencoba menghindar.
Di ruang tamu, mereka menyalami orang tua Leonard dan keluarga besarnya yang sudah datang.
Mia membantu Franklin menurun tangga.
"Halo, Kakek," sapa Ariana sambil tersenyum.
"Ariana, sudah lama sekali kamu nggak mengunjungi Kakek. Apa kamu lagi bertengkar sama Leonard? Bilang saja, biar Kakek beri pelajaran anak nakal ini."
Meski rambut Franklin sudah memutih, dia masih tampak bersemangat. Melanjutkan gurauannya tadi, dia berpura-pura menatap Ariana dengan ekspresi serius.
Tanpa menunggu Ariana menjawab, Leonard langsung menyahut, "Kakek, mana mungkin aku tega bertengkar dengan Ariana? Jangan salah paham."
Ariana diam-diam tersenyum sinis, lalu berkata, "Bukan begitu, Kek. Ini salahku yang sudah lama nggak mengunjungi Kakek. Untungnya, ada Mia yang menemani Kakek."
Saat berbicara, tatapan Ariana beralih ke Mia.
Perempuan cantik itu mengenakan gaun putih dan mengikat rambutnya dengan gaya ekor kuda.
Namun, tatapan Mia tertuju pada tangan Ariana digenggam Leonard.
Sambil tersenyum, Franklin berkata, "Kalau kamu sudah menikah sama Leonard, akan ada cicit yang menemani Kakek nanti. Eh, Mia, kenapa kamu nggak menyapa om dan tantemu?"
Mendengar pertanyaan Franklin, Mia tersadar dari lamunannya. "Om, Kak Ariana," ujarnya.
"Kenapa panggil kak?" ujar Franklin, membetulkan. "Kamu harusnya panggil Tante Ariana."
Mia terdiam, seolah sulit baginya memanggil Ariana dengan panggilan itu.
Leonard merangkul Ariana sambil tersenyum. "Mereka sebaya. Kalau dipanggil tante, Ariana mungkin juga akan merasa tua."
Ariana menatap Leonard. Ekspresi pria itu terlihat sama seperti biasanya.
Saat acara makan malam keluarga akan segera dimulai, Franklin memanggil Leonard ke ruang kerjanya untuk membahas urusan perusahaan.
Ariana keluar untuk berjalan-jalan di taman belakang. Ketika sampai di tepi kolam renang, Mia datang menyusulnya.
"Nggak kusangka kamu masih bisa datang ke sini bareng Leonard."
Saat bersama Franklin, Mia masih bersikap sopan, tetapi sekarang dia tidak lagi berpura-pura. Dia langsung menyebut nama Leonard tanpa embel-embel om dan menatap Ariana dengan angkuh.
"Memangnya kenapa aku nggak mau datang?" tanya Ariana sambil tersenyum, seolah tidak mengerti maksud Mia.
Mia tertawa sinis. "Aku tahu kamu lihat fotoku di Instagram karena aku sengaja membuat biar cuma kamu yang bisa melihatnya. Kamu nggak mungkin nggak mengenali pria di foto itu, 'kan?"
"Oh, ternyata itu maksudmu," ujar Ariana seakan tidak peduli. "Itu cuma foto. Om-mu memang disukai banyak gadis, tapi dia tetap tahu siapa yang paling penting baginya."
Ariana tidak peduli jika setelah ini dia akan bertengkar Leonard. Dia tidak akan membiarkan Mia berbuat semaunya.
Ekspresi Mia berubah suram. Pikiran jahat melintas di benaknya dan dia pun menghampiri sambil berbisik dengan cepat.
"Ayo kita lihat, siapa yang paling penting bagi Leonard."
Usai berbicara, Ariana yang masih kaget tiba-tiba ditarik oleh Mia. Keduanya langsung terjatuh ke kolam renang bersama-sama.