Bab 17 Orang Tidak Penting
Yvonne tidak bisa menahan senyum memikirkan hal itu saat mandi jauh lebih cepat dari biasanya.
Ketika ia keluar dari kamar mandi, ia tidak mendapati Henry ada di kamar. Hanya ada mantel yang biasanya ia lempar sembarangan ke sofa.
"Dia pergi ke mana?"
Yvonne bergumam pada dirinya sendiri. Ia membenahi jubah mandinya, lalu keluar dari kamar tidur.
Sue masih menyapu lantai di ruang tamu di lantai bawah dan menyapa Yvonne dengan ramah saat ia melihat majikannya menuruni tangga.
"Nyonya."
"Sue, apa kau melihat Henry?" Yvonne mencengkeram kerah jubah mandinya dan bertanya.
Sue menghentikan pekerjaannya.
"Iya. Tuan Lancaster baru saja keluar.”
"Keluar?"
Yvonne mengangkat alisnya karena terkejut.
Kemana ia pergi pada jam selarut ini?
Sue mengangguk.
“Ya, beliau menerima panggilan telepon dan kemudian pergi dengan tergesa-gesa. Apa Anda tidak tahu, Nyonya?”
Yvonne memaksakan senyumnya namun ia tak bisa menyembunyikan kekecewaan di matanya.
“Dia tidak memberitahuku ….”
“Mungkin ada masalah urgent jadi beliau tidak punya waktu untuk memberi tahu, Nyonya. Jangan terlalu dipikirkan."
"Aku tahu. Aku akan kembali ke kamar sekarang."
Yvonne berbalik dan perlahan menaiki tangga dengan tangan di atas pagar.
Ia kemudian berbaring di tempat tidur dan menatap langit-langit dengan linglung sampai matanya lelah. Ia berguling ke samping dan mengangkat telepon di sebelah bantalnya. Jam menunjuk ke angka setengah sepuluh sepuluh menit.
Pada saat ini, Yvonne bahkan tidak yakin apakah Henry akan kembali malam ini.
Karena Henry adalah pria yang selalu memegang kata-katanya, ia mungkin akan kembali.
Yvonne duduk di atas tempat tidur, lalu mengambil novel yang selalu ia baca dari meja samping tempat tidur. Sambil menunggu Henry pulang, ia membaca buku untuk menyibukkan diri.
Ketika Yvonne sudah begitu mengantuk, Henry masih belum kembali jadi ia menyerah dan kemudian tidur.
Waktu Yvonne bangun keesokan harinya, satu sisi dari tempat tidurnya terasa dingin. Bantalnya masih tertata rapi. Sekilas ia bisa tahu kalau tidak ada yang berbaring di atasnya.
Jadi Henry tidak kembali sama sekali tadi malam?
Yvonne menggigit bibirnya, ia merasa kesal. Setelah mandi, ia turun. Ia meletakkan peralatan makannya setelah sedikit menyantap sarapannya dan kemudian pergi bekerja.
Begitu Yvonne keluar dari lift di tempat kerjanya, ia melihat beberapa sekretaris yang berdiri di koridor sedang mengobrol. Sengaja, ia memelankan langkahnya.
“Aku dengar dari Pak Woods kalau Pak Lancaster tidak akan datang ke kantor hari ini.”
"Kenapa tidak? Kemana beliau pergi? Aku bisa jadi kehilangan motivasi bekerja hari ini tanpa melihat wajah tampan Pak Lancaster!"
“Aku tahu. Aku dengar Pak Woods berbicara dengan CEO di telepon setengah jam yang lalu. Pak Lancaster memintanya untuk mengantarkan baju ganti baru ke rumah sakit.”
"Rumah sakit?" Yvonne dengan cepat mendekati para wanita itu begitu mendengar percakapan mereka. Ia ikut menyela.
“Apa yang terjadi dengan Hen … Pak Lancaster?” dirinya bertanya dengan nada cemas.
Ia tidak kembali tadi malam. Apa ia sakit?
“Aneh sekali kau bertanya pada kami? Bukannya kau ini sekretaris pribadinya? Apa beliau sama sekali tidak memberitahumu?"
Ketiga sekretaris itu balas menatapnya dengan sorot jijik dan cemburu.
Yvonne menggelengkan kepalanya sedikit.
“Kalau kau saja tidak tahu, mana mungkin kami tahu. Kalau kau begitu mengkhawatirkan Pak Lancaster, kenapa kau tidak meneleponnya sendiri? Lihat, apa beliau akan memberitahumu. Baiklah, ayo pergi, sekarang waktunya bekerja.”
Ketiga sekretaris itu berjalan melewati Yvonne dengan sepatu hak tinggi mereka.
Orang terakhir yang berjalan melewati Yvonne bahkan menabrak bahunya. Disengaja atau tidak, tabrakan ini menyebabkan Yvonnne tersandung dua langkah sebelum dia mendapatkan kembali keseimbangannya.
Yvonne mencengkeram bahunya yang sakit dan mendesah pelan.
Sejak ia tiba-tiba dipromosikan ke posisi sekretaris, Yvonne dikucilkan oleh sekretaris lainnya. Sejak saat itu, ia hampir terbiasa dengan perlakukan mereka.
Yvonne mengusap bahunya. Ia berusaha untuk tidak membiarkan masalah sepele itu mengganggunya. Ia mengeluarkan ponselnya dari tas dan menemukan nomor yang disimpan di daftar kontaknya selama tiga tahun tetapi tak pernah ia panggil. Yvonne tidak punya nyali untuk melakukannya.
Yvonne menatap nomor yang familier namun juga asing cukup lama. Ia mengepalkan tangannya dan mengumpulkan keberanian untuk menekan tombol di teleponnya karena kekhawatirannya akan kondisi Henry.
"Siapa ini?" suara dalam dan dingin pria itu terdengar dari ujung telepon yang lain.
Cahaya di mata Yvonne meredup. "Ini saya .…"
Jadi dia bahkan tidak menyimpan nomor Yvonne di teleponnya.