Bab 1 Seorang Anak
Suatu saat di bagian ginekologi dan kebidanan terbaik di rumah sakit paling bergengsi di kota Jin ....
Sally Jacob menggertakkan gigi saat dia menahan sakit tak tertahankan di perutnya di detik-detik sebelum bersalin. Sekujur tubuhnya berkeringat dingin, dia mencengkeram dengan erat kedua pagar pembatas tempat tidur hingga ruas-ruas jarinya memutih.
Melihat kondisinya, dokter kandungan itu dengan lembut menghiburnya. “Jangan takut. Anakmu akan lahir dengan selamat dan sehat. Semuanya pasti akan cepat berlalu.”
Sally mengangguk, tepi matanya memerah. Dia merasa berat hati karena anaknya akan dibawa segera setelah dia melahirkan.
Sembilan bulan lamanya, dia telah menyaksikan bagaimana makhluk kecil itu tumbuh di dalam rahimnya. Meskipun berusaha sekuat tenaga untuk tidak membentuk hubungan emosional dengan bayi yang dikandungnya, dia sungguh tidak bisa menerima kenyataan ini.
Dia menyesal. Sangat menyesal. Matanya memerah.
Bukannya dia tidak menginginkan anak ini, melainkan dia tidak bisa memilikinya karena setelah melahirkan dan menerima uang, dia tidak lagi berhubungan dengan bayinya.
Tiba-tiba rasa nyeri makin menjadi hingga penglihatannya menjadi gelap. Betapa menyesalnya dia.
Dia bahkan tidak mau uangnya, dia cuma mau anaknya. Hanya anaknya.
Diam-diam dia menangis meminta tolong namun tidak ada yang bisa mendengarnya. Setelah dokter kandungan memberinya suntikan anestesi, bertahap dia kehilangan kesadaran hingga kegelapan benar-benar menyelimuti dirinya. Dia lalu kehilangan semua indera persepsinya …
Sejam kemudian, Sally terbangun di ruang Rumah Sakit.
Hanya dia seorang diri. Seluruh bangsal kosong, kecuali sebuah cek di atas tempat tidurnya. Cek itu sejumlah satu juta yuan, tidak lebih atau kurang satu sen pun!
Sally merasa seperti ada yang hilang, dan meninggalkan luka di hatinya.
Tanpa sadar, dia meraih perutnya yang sudah rata. Air mata mulai mengalir di wajahnya ...
Tidak akan ada lagi makhluk lucu yang bergerak di dalam rahimnya. Dia bahkan belum sempat melihat bayinya dan tidak akan pernah. Dia menangis sejadi-jadinya. Namun sebelum dia larut dalam isakan tangisannya, tiba-tiba seseorang mendorong pintu bangsal.
Sally melihat ke arah pintu dan melihat Nathalie Jacob yang arogan berjalan menuju bangsal dengan sepatu hak tingginya.
Seketika, dia tidak tahu harus berbuat apa. Tanpa sadar dia mencoba duduk, sesulit itu, dengan rasa sakit yang menusuk datang dari perutnya.
Siapapun yang baru saja pulih dari proses persalinan tidak akan mampu untuk banyak bergerak. Dia jatuh kembali ke tempat tidur, wajahnya pucat pasi.
Nathalie menjulang tinggi di atas tempat tidur, menilai dia dengan tampilan yang menghina.
"Aku tahu ini kau, Sally!"
“Kenapa kau disini?”
Sally sangat marah saat dia terkejut. Matanya sangat dipenuhi dengan kebencian yang tak dapat digambarkan.
Nathalie tidak mempedulikannya seolah-olah dia sudah terbiasa dengan tanggapan seperti itu. Dia memiliki senyuman seorang pemenang.
“Landom dan aku akan segera bertunangan. Dan aku disini untuk pemeriksaan pranikah… tidak kusangka kalau akan bertemu denganmu di sini. Sally, oh, Sally. Betapa yang berkuasa telah jatuh juga! Demi uang, kau tidak ragu menjual tubuh dan melahirkan anak dari laki-laki lain."
“Diam kau!”
Marah, Sally mengambil apapun yang ada di meja samping tempat tidurnya dan mulai melemparkannya ke Nathalie.
Dia menghabiskan setiap sisa energi dalam dirinya untuk membenci wanita ini. Gerakannya memperparah lukanya dan sangat menyakitinya hingga dia hampir pingsan.
Nathalie menghindari serangannya, senyumnya berubah menjadi lebih sombong.
“Kau pasti sangat marah karena aku berada di jalur yang tepat. Bagaimana jika aku memberitahumu bahwa satu tahun yang lalu, aku adalah orang yang melepas masker oksigen ibumu? Bagaimana jika aku memberitahumu bahwa aku adalah orang yang mengambil uang Ayah yang disiapkan untuk biaya medisnya? Bahkan aku akan memberitahumu bahwa aku adalah orang yang memberi tahu Landom kalau kau telah melahirkan. Bukankah itu membuatmu sangat menderita?"
Sally benar-benar kaget dan tidak percaya setelah mendengar semua itu. Dia bahkan sudah terluka karena kehilangan anaknya. Sekarang setelah dia mengetahui kebenaran, dia sangat merana dan hampir menjadi gila. Perasaannya berkecamuk, dan dia histeris.
“Kenapa, Nathalie? Aku tidak pernah menganiaya kau! Kenapa kau harus melakukan ini padaku? Dasar wanita jahat ... Kau tidak akan damai bahkan jika kau mati! Tidak akan pernah!"
Melihat reaksi Sally, Nathalie justru semakin senang. Lalu ekspresinya berubah serius.
"Pakai tanya segala! Tentu saja untuk menghancurkanmu! Memang benar kau tidak pernah menganiayaku. Tapi keberadaanmu itu yang menjadi penghalang bagiku… ”
Dia melanjutkan, “Kita berdua adalah putri dari keluarga Jacob, tapi kenapa kau yang berlagak seperti seorang putri? Kenapa bukan aku? Segala sesuatu yang terjadi — setiap kejadian, setiap ucapan — adalah hutang yang akan aku minta darimu. Sekarang, aku yang menang. Semuanya kini milikku. Baik itu Ayah, kekayaan keluarga Jacob, bahkan Landom. Dan kau cuma seorang anak yang ditinggalkan oleh keluarga kami! Ha ha ha!"
Mendengar tawa kepuasan Nathalie, Sally merasakan seakan-seakan ada belati yang mengoyak bekas luka persalinannya. Dia jadi teringat kejadian setahun yang lalu..
Saat itu Ibu mereka dalam keadaan baik-baik saja terbaring di ranjang rumah sakit, namun kondisinya tiba-tiba semakin buruk. Dia pergi ke ayahnya untuk meminta sejumlah uang untuk menyelamatkan ibunya, namun dia bahkan tidak bisa mendapatkan satu sen pun dari ayahnya.
Di saat yang bersamaan, dia mengetahui bahwa teman masa kecil dan tunangannya, Landom Sack, berselingkuh dengan Nathalie.
Hatinya pedih. Putus asa untuk menyelamatkan ibunya, dia terpaksa menempuh jalan ini. Dia tak menyangka kalau ini bagian dari rencana jahat Nathalie.
Setelah hari itu, dia diusir dari kediaman keluarga Jacob.
Sally betul-betul dapat mengingat betapa acuh tak acuhnya sang ayah saat berkata, ‘Setelah kau pergi, jangan pernah menganggap dirimu bagian dari keluarga Jacob, jangan sampai kau mempermalukan dirimu sendiri.’
Tunangannya bahkan lebih kejam lagi, mengkritiknya dengan ekspresi menghina di wajahnya.
‘Sally, bagaimana kau bisa melakukan sesuatu yang begitu menjijikkan?’
Kenangan ini sungguh menyakitkan bagi Sally, membuatnya semakin terlihat lemah.
Bibirnya menjadi pucat. Rasa sakit dan kebencian yang bercampur aduk membuatnya merasa seakan-akan tenggelam di pusaran air. Hingga dia tenggelam ke dalam kegelapan yang tak terbatas.