Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 16

Mata Aaron menjadi lebih gelap ketika menoleh pada Cindy. Aaron curiga bagaimana Cindy bisa berkenalan dengan Keluarga Sany, tetapi tidak bertanya. Aaron melambaikan tangan agar sopir mengemudikan mobil. Tak lama kemudian, mobil tiba di kompleks vila eksklusif di sisi selatan Kota Horia. Dikarenakan itu adalah mobil Aaron, mobil tiba dengan lancar di depan vila Keluarga Sany. Jika Cindy pergi sendiri, mungkin bahkan tidak bisa memasuki gerbang kompleks vila. Aaron mengantar Cindy ke depan vila, tetapi tidak berniat untuk menemaninya ke dalam. Aaron langsung pergi setelah menurunkan Cindy. Mendengar bahwa mobil Aaron tiba, orang-orang Keluarga Sany dengan penasaran keluar untuk menyambut. Alhasil, mereka bertemu dengan seorang gadis asing yang memeluk seekor rubah. "Siapa Nona?" Teringat akan sikap Keluarga Kusnadi yang sebelumnya, Cindy mengatakan dirinya bermarga Gunawan, tidak mengungkit tentang Keluarga Kusnadi. Cindy tidak langsung mengungkapkan bahwa dia datang untuk menukar kembali satu intelektual Nona Liliana. Mereka tidak akan percaya. Cindy mengeluarkan sebuah jimat keselamatan dari Kuil Dharma. "Beberapa waktu lalu, aku ketemu Nenek Gisel. Nenek Gisel ketinggalan ini, jadi kuantar balik." Tuan Muda Keluarga Sany, Ricky memberitahukan di akun media sosial bahwa dia telah menemani neneknya ke Kuil Dharma untuk meminta jimat bulan lalu. Cindy pas bisa menggunakannya sebagai alasan. Nyonya Irene adalah wanita dengan badan montok dan tatapan mata ramah. Melihat gadis manis seperti Cindy memeluk seekor rubah peliharaan, Irene tidak meragukannya. "Oh, begitu." Gisel berpemikiran konservatif. Sejak Lily mengalami cedera kepala dan tidak kunjung sembuh, Gisel yakin bahwa fengsui di rumah tidak baik. Sebelumnya, Gisel sudah mengutak-atik penataan di dalam rumah. Dalam setahun belakangan, Gisel mulai memercayai taoisme. Beberapa waktu lalu, Gisel bahkan membawa cucu laki-lakinya ke kuil untuk meminta jimat. Tidak ada yang berani menghentikan Gisel. Tak disangka, jimat keselamatan Gisel yang hilang diantar balik. "Terima kasih sudah kamu antarkan. Tapi bagaimana kamu bisa kenal Ibu?" Irene bersikap ramah, tetapi sangat berwaspada. Cindy membuka mulut dengan tenang dan ingin menjelaskan, tetapi diam-diam mencubit perut Indah. Cindy sudah berkompromi dengan Indah sebelumnya. Begitu dicubit, Indah langsung melompat turun dari pelukan Cindy dan berlari ke lantai dua. Irene terkesiap. Cindy juga berpura-pura kaget dan segera mengejar. "Indah! Cepat ke sini!" Bagus, Indah! Pergilah, cari Nona Liliana. Tak sampai dua menit, terdengar seruan anak perempuan dari lantai atas. Ekspresi Irene dan pelayan berubah seketika. Mereka buru-buru menyusul ke atas. Cindy mengikuti Irene dari belakang menuju lantai dua. Di ujung lorong, seorang gadis yang memakai gaun cantik sedang berjongkok di lantai dan terkekeh-kekeh melihat rubah gemuk yang duduk manis di depannya. Gadis itu bahkan menganjurkan tangan karena ingin meraba rubah. "Lily!" seru Irene. Irene buru-buru menarik putrinya ke belakang badan. Rubah itu tampak jinak, tetapi tidak tahu apakah akan menggigit sembarangan atau tidak. Baru pada saat itu, Irene sedikit menyesal. Bagaimana bisa dia membiarkan gadis dengan hewan peliharaan itu masuk begitu saja? "Ibu, anjing!" Liliana berumur 16 tahun dan memiliki wajah tembam, tampak sangat cantik dan lincah. Matanya yang cerah penuh kepolosan. Akan tetapi, nada bicara yang lugu seperti anak kecil mengekspos keterbatasannya. Cindy menatap Liliana dan mengernyit ketika melihat ada energi hitam di dahi gadis itu. Irene memperhatikan perubahan ekspresi Cindy dan mengira itu karena keterbatasan anaknya. Hal itu membuat Irene jengkel. Suaranya juga menjadi dingin. "Kalau tidak ada apa-apa lagi, tolong Nona bawa hewan peliharaanmu pergi. Sampai jumpa." "Tunggu." Cindy menghentikan Irene. Cindy melambaikan tangan untuk memanggil Indah. Tatapan mata Cindy penuh ketegasan dan keseriusan saat menoleh pada Liliana. Lalu, Cindy mengeluarkan sebuah jimat keselamatan lagi dari saku. "Tadi rubahku sudah mengageti Nona Liliana. Sebagai permintaan maaf, kuberikan jimat ini. Jimat ini bisa melindungi Nona Liliana satu kali." Cindy berujar, "Nona Liliana memiliki fitur wajah yang bagus, harusnya punya takdir yang sangat teberkati dan panjang umur. Biasanya akan ada bintik merah di dada yang berfungsi untuk mengumpulkan berkah. Tapi satu intelektual Nona Liliana sudah ditukar saat masih kecil sehingga takdirnya tidak lagi sempurna. Bintik merah juga kian memudar. Dari hasil ramalanku, Nona Liliana akan dihadapkan pada ujian hidup dalam dua hari ini. Sebaiknya Nona Liliana tetap di rumah dan jangan bepergian." Cindy awalnya ingin secara langsung memberitahukan perihal penukaran intelektual, tetapi energi hitam di dahi Liliana jauh lebih mendesak daripada penukaran intelektual. Irene sangat sensitif terhadap hal-hal yang berkaitan dengan putrinya. Mendengar Cindy tiba-tiba beromong kosong, keramahan dan kelembutan di wajah Irene digantikan oleh kesuraman. "Cenayang dari mana kamu ini? Beraninya kamu mengutuk anakku? Aku pun heran bagaimana bisa kamu kenal Ibu, ternyata ini tujuanmu? Karena kamu masih kecil, aku maafkan kamu. Sekarang, bawa rubahmu pergi dari rumahku. Kalau tidak, aku lapor polisi!" tegur Irene. Jelas tidak bisa berkomunikasi baik-baik dengan Irene yang begini. Cindy tetap tenang karena sudah bukan pertama kalinya mengalami situasi seperti itu. Cindy memeluk rubah, menaruh jimat pelindung di atas lemari di lorong, dan langsung pergi. Liliana merasa sedih karena anjing itu dibawa pergi. Liliana hendak mengejar. "Anjing, Ibu. Anjing sudah pergi." Hati Irene terasa perih ketika mendengar omongan Liliana yang seperti anak kecil. Irene hanya bisa menghiburnya. "Itu bukan anjing, tapi rubah. Rubah bisa gigit orang. Kalau Lily suka anjing, Ibu suruh orang belikan satu untukmu, oke?" "Oke! Ibu baik sekali! Aku mau anjing!" Liliana langsung melupakan rubah yang tadi dan sangat bergembira. Mata Irene berair saat menatap putrinya yang cantik. Ketika melihat jimat pelindung yang Cindy taruh di atas lemari, wajah Irene menjadi masam. Irene merendahkan suara saat memerintahkan pelayan di samping, "Buang jimat itu." Irene tidak akan membiarkan Lily menyentuh barang asing. Adapun bintik merah dan ketidaksempurnaan takdir yang Cindy katakan barusan, Irene tidak percaya sama sekali. Akan tetapi, saat menoleh ke arah Lily, tatapan Irene tanpa sadar tertuju pada dada Lily yang ditutupi baju dengan lengan balon dan renda. Sepertinya memang ada bintik merah kecil di dada Lily. Namun, Irene tetap tidak memercayai hal absurd seperti itu. Sebaliknya, Irene curiga bahwa pelayan yang merawat Liliana diam-diam menyebarkan informasi tersebut. Apa yang mereka inginkan? Makin dipikir, makin mencurigakan. Irene menyuruh pelayan mengantar Liliana kembali ke kamar. Setelah itu, Irene buru-buru menelepon suami dan putranya. Ada orang yang menargetkan Lily. Irene tidak akan bisa tenang jika tidak mencari tahu hingga jelas. Namun, Irene tidak tahu. Begitu dia pergi, Lily diam-diam mengeluarkan kepalanya dari kamar, lalu mengendap-ngendap ke luar kamar dan berlari ke lantai bawah.

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.