Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 13

Nindi terkejut saat mendengar ucapan kepala sekolah. Dia tidak menyangka beliau akan menyinggung hal ini. Dia menatap tajam ke arah Leo dan Sania yang berada di hadapannya. Ekspresi Leo terlihat kebingungan, seolah-olah dia merasa tidak tahu harus berbuat apa. Sebelumnya, Nindi selalu mengejarnya dan tidak pernah membuat dirinya dalam situasi yang sulit seperti ini. Sebagai kakak, dia terbiasa dihormati. Namun sekarang, Leo harus meminta maaf? Itu sangat memalukan baginya. Sania segera berkata, "Kak Nindi, sejak kapan kamu jadi sehebat ini? Ternyata kamu belajar dengan serius ya. Kita sampe nggak tahu proses yang udah kamu lewatin buat dapetin nilai tinggi, malah kita sembarangan curiga kamu nyontek. Kak Leo juga langsung dateng ke sekolah buat beresin masalah ini, dia sebenernya perhatian banget sama kamu." Sania berusaha membela Leo dan dengan ketus Nindi menjawab, "Sania, nggak usah banyak omong! Emang banyak manusia yang nggak tahu caranya minta maaf." Leo merasa semakin bangga pada Sania. Bagi Leo, itulah contoh sikap seorang adik yang taat dan patuh. Nindi tampak tersenyum sinis pada Leo, "Jadi, Kak Leo pertama kali datang ke sekolah, terus? Dia bilang ke guru kalau aku nyontek, maksa aku nulis surat permohonan maaf, lalu meminta maaf di depan semua orang. Terus kamu masih nyebut itu kebaikan?!" Sania langsung terdiam. Leo sangat marah dan kesal, "Nindi, ini salahmu! Kamu yang diam-diam belajar sendiri, tanpa memberi tahu kami. Hal itu, yang membuat aku salah paham dan mengira kamu curang. Nilaimu memang meningkat begitu cepat, namun apa cara ini menyenangkan untukmu?" Kepala sekolah kembali berbicara, "Siapa yang pertama kali meragukan Nindi? Panggil mereka untuk meminta maaf." Wali kelas segera memanggil dua teman Sania. Dua teman Sania itu masih belum mengetahui situasinya, mengira bahwa Nindi benar-benar berbuat curang dan dengan bangga berkata, "Bu, kita sudah bilang Nindi memang berbuat curang untuk mendapatkan nilai bagus. Sekarang, apa sudah jelas hasil penyelidikannya?" Wali kelas mengangguk, "Sudah! Hasil akhirnya Nindi terbukti idak menyontek, kalian berdua segera minta maaf kepada Nindi." Dua teman Sania itu terkejut, Nindi terbukti tidak menyontek? Bagaimana bisa? Sania segera berpura-pura baik, "Kak Nindi memang nggak curang, aku mohon kalian nggak berbicara sembarangan lagi. Sekarang, kalian harus minta maaf padanya." Sania sengaja berkata seperti itu untuk membersihkan namanya sendiri. Dua temannya itu dengan enggan meminta maaf kepada Nindi, "Maaf, kami yang salah. Seharusnya kami nggak bicara sembarangan." Wali kelas menatap Nindi, "Apa kamu masih memiliki permintaan lain?" Nindi menggelengkan kepala, "Nggak ada." Wali kelas dengan senang hati berkata, "Nindi, belakangan ini kamu sangat giat. Sedangkan Sania, mengalami penurunan prestasi yang cukup signifikan." Sania merasa agak malu, terutama ketika Nindi meraih prestasi yang lebih membanggakan. Sania dengan enggan menjelaskan, "Sa-saya akan memperbaiki nilai saya kedepannya dan nggak akan membuang waktu saya lagi." Leo juga merasa ini mempermalukan dirinya. "Apa gunanya mendapatkan nilai bagus? Nanti kalau sudah terkenal karena bermain game, uang yang dihasilkan jauh lebih penting daripada nilai." Sania sebenarnya setuju dengan pendapat ini. Wali kelas tampak kesal mendengar komentar itu. Dia memandang Sania dan berkata, "Kamu seharusnya belajar lebih rajin lagi daripada Nindi." Sania hanya bisa menggigit bibirnya kesal, lalu berbalik dan segera meninggalkan tempat itu. Leo manatap Nindi tidak senang dan berkata, "Hanya karena sekali meraih prestasi yang baik, apa itu pantas untuk dipamerkan di depan Sania? Dia mengorbankan prestasinya demi tim E-Sport. Sedangkan kamu, yang nggak memberikan apa-apa, nggak berhak untuk pamer." Nindi mendelik kesal, "Apa aku pernah pamer?" Kepala sekolah kembali angkat bicara, "Saya sudah mendengar penjelasan dari wali kelas dan Nindi sama sekali tidak membela diri. Sebagai orang tua, seharusnya anda nggak berkata seperti itu dan hanya membela satu pihak" Leo terdiam, merasa terpojok dan hanya bisa menjawab, "Aku tidak berat sebelah. Ningsih memang orang seperti itu." Leo segera keluar untuk mengejar Sania. Nindi menatap kepala sekolah, "Terima kasih, Pak." "Tidak perlu berterima kasih. Kamu punya kemampuan, dan semua ini memang pantas kamu dapatkan. Sekarang kamu kembali saja ke kelas. Saya akan mengadakan rapat dengan para guru untuk menekankan hal ini." Nindi segera pamit undur diri. Baru berjalan beberapa langkah, dia melihat Cakra berdiri di lorong mengenakan jas putih dokter. Dia bersandar di dinding, seolah sedang menunggu seseorang. Nindi menatap matanya dan jantungnya berdegup kencang tanpa alasan. Cakra langsung berdiri tegak dan dengan suara dingin bertanya, "Bagaimana hasil akhirnya?" "Tentu saja aku yang menang! Kepala sekolah memintaku untuk mengerjakan satu set soal lagi dan aku mendapatkan nilai yang lebih baik daripada ujian sebelumnya." Nindi sangat bangga pada dirinya sendiri. Saat melihat Cakra, perasaannya sangat lega karena bisa membagi kebahagiannya. Cakra setengah menundukkan alis dan matanya, suaranya tidak terburu-buru, "Apa mereka sudah meminta maaf?" Nindi tertegun sejenak, apa yang dimaksud adalah Sania dan Kak Leo? Dia menggelengkan kepala, "Hanya kambing hitam yang meminta maaf, sementara dalang di baliknya tidak. Sayangya aku nggak peduli, karena tadi aku sudah membalas mereka dengan telak!" Dia merasa cukup puas! Cakra yang lembut dan berwibawa menunjukkan sedikit senyuman. Dia berkata, "Temui aku setelah pulang sekolah." Setelah mengucapkan itu, dia pun pergi. Nindi melihat ada orang yang akan datang ke lorong ini, jadi dia tidak bertanya lebih lanjut. Dia berbalik dan kembali ke kelas. Kelas yang tadinya riuh langsung menjadi sedikit lebih tenang. Wali kelas segera datang untuk mengumumkan bahwa Nindi memiliki nilai yang sah dan tidak ada kecurangan. Sania hanya bisa menyembunyikan wajahnya di atas meja, dia merasa kesal. Bahkan melihat kue pun dia sudah tidak berminat lagi. Dia harus mencari cara, agar Nindi tidak bisa mendapatkan nilai yang lebih bagus lagi. Bagaimana mungkin Nindi lebih hebat darinya? … Setelah pulang dari sekolah, Nindi langsung pergi ke ruang UKS. Cakra yang sedang duduk di kursi, menatapnya sejenak, "Apa tugasmu sudah selesai?" "Guru meminta kami memeriksa soal-soal yang salah, dan aku sudah menyelesaikannya." "Karena dia tidak membuat banyak kesalahan, sebagian besar hanya salah pada pelajaran yang belum dia kuasi." Cakra menunjuk komputer di sampingnya, "Main game sana, punya akun nggak?" "Punya, tapi aku ingin membuat akun baru." "Bagus, kita main pakai akun baru saja." Cakra juga tidak berpikir untuk membawanya bermain game dengan ukuran yang sudah ada. Nindi membuka permainan dan sembarangan memilih nama, Lemon Manis. Setelah masuk ke layar permainan, dia menatap Cakra, "Siapa namamu, ayo kita berteman." Nindi melirik layar komputer Cakra, namanya terlihat tidak asing, Rewind. Dia tiba-tiba teringat sesuatu. Di kehidupan sebelumnya, dia punya pasangan kencan online yang namanya juga sama persis. Cakra mengangkat alisnya, "Lihat apa? Terima undangan pertemanannya." Wajh Nindi langsung merona dan segera menerima pertemanan Cakra. Dia melihat karakter permainan di depannya, hatinya sedikit berdebar. Pada kehidupan sebelumnya, dia tidak bertemu dengan pasangan online-nya secara langsung. Mungkinah ini hanya kebetulan? Nindi mencuri pandang padanya, "Kenapa kamu memilih nama itu?" Cakra terdiam sejenak dan menautkan alisnya, "Asal saja." Nindi mengangguk, mungkin itu hanya kebetulan saja. Setelah kedua orang itu masuk ke dalam permainan, mereka langsung pergi ke area pemula untuk menyelesaikan tugas. Nindi merasakan bahwa Cakra bukanlah pemula. Kemungkinan dia juga menggunakan akun baru untuk bermain bersamanya, tetapi dia tidak bertanya lebih banyak. Cara dia bermain sangat mirip dengan seseorang. Nindi tidak bisa menahan diri untuk bertanya, "Senior, apa akun utamamu juga nama yang sama?" "Nggak." "Apa ini pertama kalinya kamu membuat akun dan menggunakan nama ini untuk bermain game?" Cakra menatapnya bingung, "Iya, ada apa?" Nindi tiba-tiba mengalihkan pandangannya, takut wajahnya memerah, "Nggak apa-apa." Dia sedikit bingung, jadi dia sebenarnya orang yang sama atau bukan? Setelah dia ingat, waktu pertemuannya dengan pasangan online di kehidupan sebelumnya tidak cocok. Pada kehidupan sebelumnya, dia baru bertemu orang itu setelah Babak Penyisihan berakhir. Dialah yang mengajarinya bagaimana meningkatkan keterampilan bermain game, sehingga dia bisa melaju dengan lancar hingga ke babak final. Sayangnya, dia tidak pernah bertemu dengan pasangan onlinenya itu. Bagaimanapun juga, dia tetap berterima kasih atas bantuannya saat dia berada dalam kondisi paling sulit. Nindi terlihat tidak fokus. Mereka berdua akhirnya menyelesaikan misi di area pemula dan melanjutkan ke misi berikutnya. Nindi terlihat pesimis, saat melihat nama tim yang akan menjadi lawannya. Ternyata Kak Leo dan Sania. Cakra memicingkan matanya sedikit, "Apa kita harus melawan mereka?" "Melawan? Kita ini hanya akun baru dan perlengkapan kita nggak sebanding dengan mereka. Sekali menyerang, kita hanya mencari mati." Meskipun berkata begitu, Nindi sebenarnya ingin mencoba. Cakra berkata, "Saat mereka hampir menyelesaikan tugas, ambil kesempatan saat mereka dalam keadaan sekarat untuk merebut Bos Kebun Persik mereka."

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.