Bab 1 Menantu Matrilokal
Ketika aku dalam keadaan mabuk, Gerry memerkosaku. Sejak kejadian itu, Gerry menikahiku.
Meskipun aku dan keluargaku menghina dan menyiksa Gerry, pria itu tidak marah. Sebaliknya, pria itu tetap bersikap lembut dan baik kepada kami.
Ketika aku mulai jatuh cinta pada Gerry, pria itu justru menggugat cerai diriku.
Pria yang tadinya baik dan lembut kini berubah menjadi sosok yang berbeda.
Kehidupan kami berubah drastis. Keluargaku jatuh miskin, sedangkan Gerry menjadi orang kaya. Suami yang dulunya kurendahkan, kini menjadi penyelamatku.
…
Gerry tinggal di rumah keluargaku sejak menikah.
Sebenarnya, aku menyukai adiknya, tetapi Gerry menghancurkan harapanku. Dia memerkosaku saat aku dalam kondisi mabuk.
Berita skandal kami tersebar luas.
Ayahku terpaksa menikahkan kami. Dengan satu syarat, yaitu pria itu harus tinggal di rumahku setelah menikah.
Orang tua Gerry sudah bercerai. Sejak orang tuanya bercerai, Gerry sudah tidak dipedulikan lagi oleh ayahnya.
Sebaliknya, aku berasal dari keluarga kaya. Sejak kecil, orang tuaku sangat menyayangiku. Oleh karena itu, syarat menikah denganku adalah calon suamiku harus bersedia tinggal di rumah keluargaku.
Akhirnya, aku dan Gerry menikah.
Namun, aku tidak bahagia menikah dengannya karena pria yang kusukai adalah adiknya.
Aku merasa tidak terima, jadi aku terus menyiksanya. Setiap malam, aku melarangnya tidur di kasur dan menyuruhnya tidur di lantai.
Setiap kali makan, aku dan kakakku selalu menghina dan mengganggunya. Kami juga melarang dia makan.
Saat menghadiri acara pertemuan dengan teman-teman, tiba-tiba turun hujan. Gerry datang mengantarkan payung untukku, tetapi aku justru memakinya.
Hatiku rasanya tidak puas kalau tidak memakinya.
Namun, Gerry memang orangnya aneh, dia seperti tidak memiliki emosi. Meskipun aku dan keluargaku sudah merendahkan dan menyiksanya, dia tidak marah sama sekali. Pria itu selalu baik dan bersikap lembut kepada kami.
Sebenarnya, Gerry memiliki paras tampan. Hanya saja, dia orangnya tertutup dan nilai pelajarannya selalu jelek di sekolah. Semua orang di sekolah sampai tidak berdaya melihat kenakalannya.
Gerry berbeda jauh dengan adiknya. Adiknya tampan, nilai pelajarannya selalu bagus, dan populer di sekolah.
Padahal aku dan adiknya mulai dekat, tetapi Gerry menghancurkan harapanku. Setiap kali mengingat hal itu, aku merasa marah.
Di tengah malam, aku turun dari kasur. Aku menendang Gerry yang tidur di lantai sampai terbangun dan mengatakan aku haus.
Dengan sigap, Gerry berdiri dan menuangkan air minum untukku.
Gerry orangnya perhatian, dia selalu ingat untuk memberiku air minum hangat.
Kejadian Gerry memerkosaku waktu dalam kondisi mabuk muncul lagi di benakku, aku menjadi marah. Akhirnya, aku melampiaskan emosiku dengan menyiram air minum ke wajahnya.
Anehnya, Gerry tidak marah. Pria itu langsung masuk ke kamar mandi setelah kusiram.
Melihat sosok Gerry yang tampak kesepian dari belakang, aku merasa bersalah. Namun, pria itu sudah menghancurkan hidupku. Seketika itu juga, perasaan bersalah dalam hatiku pun lenyap.
Selama tiga tahun, aku terus menghina dan menyiksanya.
Namun, dalam waktu tiga tahun, banyak hal yang terjadi. Keluargaku jatuh miskin, aku perlahan mulai menyukai suamiku, tetapi … Gerry menggugat cerai diriku.
Gerry menyodorkan surat cerai sambil mengatakan bahwa cinta pertamanya kembali.
Saat mendengar pengakuannya, aku merasa sedih dan dadaku sesak seperti tercekik.
Harga diriku tinggi karena aku selalu dimanja sejak kecil. Oleh karena itu, aku tidak mau memperlihatkan kesedihanku di depannya dan menandatangani surat cerai itu.
Setelah menandatangani surat cerai, Gerry tiba-tiba bertanya dengan nada dingin, "Mau diantar sopirku?"
Aku tersadar dari lamunanku.
Benar juga, rumah yang sudah kutinggali selama 20 tahun lebih ini sudah bukan rumahku lagi.
Keluargaku jatuh miskin, sehingga semua aset dijual.
Di sisi lain, Gerry yang menikahiku dengan cara licik dan selalu direndahkan oleh keluarga kami, ternyata dia mendirikan sebuah perusahaan tanpa sepengetahuan kami. Sekarang, dia sudah menjadi pengusaha sukses dan membeli rumahku.
Aku tidak punya hak menyalahkannya maupun berbagi harta dengannya. Bagaimanapun juga, Gerry meraih kesuksesan berkat usaha kerasnya selama bertahun-tahun. Dia mengandalkan kemampuannya sendiri, tidak pernah meminta uang sedikitpun dari keluargaku.
Gerry menatapku, dia juga tidak mengusirku.
Kelembutan Gerry justru mengingatkanku pada perlakuan buruk yang pernah kulakukan padanya dulu. Aku malu berhadapan muka dengannya.
Aku jatuh miskin, sedangkan Gerry menjadi kaya raya. Seharusnya, dia berhak membalas dendam atas perlakuan kami di masa lalu.
Namun, Gerry tidak membalas kami. Pria itu justru masih bersikap baik seperti dulu.
Aku langsung menjawab, "Nggak perlu. Aku pulang sendiri."
Setelah itu, aku berlari keluar dengan panik.
Aku mendengar suara Gerry dari belakang bertanya, "Ada perlu apa kamu datang menemuiku malam-malam?"
"Nggak ada," jawabku sambil bergegas keluar rumah tanpa menoleh ke belakang.
Hujan mulai turun di luar. Aku masih menggenggam hadiah di tanganku.
Hari ini adalah perayaan ulang tahun pernikahan kami yang ke-3.
Dulu aku selalu membuat Gerry menderita. Sejak aku mulai menyukainya, aku ingin merayakan ulang tahun pernikahan bersama dia.
Siapa sangka, Gerry malah menyodorkan surat cerai padaku.
aku mentertawakan diriku sendiri dan membiarkan tubuhku kehujanan.
Esok harinya, aku jatuh sakit dan tidak bisa bangun dari kasur.
Terdengar suara ribut-ribut di luar.
Dengan tubuh yang masih lemas, aku berjalan keluar. Aku melihat ayahku duduk di atas tembok yang sudah mengelupas dan mengatakan mau bunuh diri.
Saat ini, kami tinggal di apartemen tua dan kotor, tetapi biaya sewa di sini murah.
Ibuku menangis histeris sambil membujuk ayahku dengan mengatakan kalau ayahku lompat dari gedung, maka kami semua juga ikut lompat.
Meskipun kepalaku pusing, aku juga berusaha membujuk ayahku. Aku mengatakan pada ayahku bahwa kami hanya bangkrut. Selama kami masih hidup, kami masih punya kesempatan bangkit kembali seperti dulu.
Ayahku tiba-tiba menatapku dengan serius. Aku merasa takut melihat tatapan matanya.
Ayahku mengatakan, "Mintalah Gerry membantu Ayah. Dia adalah suamimu, dia pasti mau membantu kita."
Ibuku juga mengatakan, "Benar. Meskipun perlakuan kita dulu buruk padanya, dia masih suamimu, dia pasti mau bantu. Pergilah minta bantuannya."
Aku tersenyum getir. Orang tuaku masih belum tahu bahwa Gerry sudah menceraikanku.
Aku menolak permintaan mereka, tetapi ayahku terus memaksa.
Akhirnya, aku mau melakukannya.
Sebelum berangkat, ibuku membelikanku sebuah gaun dan sepatu seksi dengan sisa uang yang dia punya.
Ibuku juga mendatangkan penata rias dan penata rambut.
Melihat penampilanku di depan cermin, aku mencibir diriku sendiri.
Ini bukan berniat meminta tolong, tapi berniat merayunya.'
Hanya saja, meskipun aku telanjang di depan Gerry sekarang, rasanya pria itu tidak akan tergoda.
Aku masih bertanya-tanya sampai sekarang. Apa alasan Gerry memerkosaku saat acara pertemuan waktu itu? Mungkinkah pria itu juga mabuk dan mengira aku adalah cinta pertamanya?
Aku menepis pikiran-pikiran itu. Demi membuat orang tuaku menyerah, aku pura-pura menemui Gerry untuk memohon.
Setelah mendapat informasi bahwa Gerry ada di kantor, aku langsung pergi ke kantornya dengan penampilan seperti ini.
Orang tuaku menunggu "kabar baik" di depan perusahaan.
Melihat ekspresi wajah orang tuaku yang penuh harap, aku tidak tahu harus berkata apa, rasanya hatiku sedih sekali.
Sesampainya di lantai ruang kantornya, banyak orang yang menatapku dengan pandangan aneh. Aku menjadi bahan perbincangan dan sindiran mereka.
Tanpa memedulikan omongan mereka, aku terus berjalan menuju ke ruang kantor Gerry.
Namun, begitu bertemu dengan Gerry, nyaliku langsung menciut.
Saat ini, Gerry sedang duduk di kursi dan tampak berwibawa. Pria itu sedang tersenyum ke arahku.
Sambil meremas tangan, aku menjelaskan tujuan kedatanganku dengan malu-malu.
Gerry menatapku, lalu bertanya dengan tersenyum, "Kenapa aku harus membantu kalian?"
Sesuai dugaanku, Gerry tidak akan mau membantu kami. Aku menjawab dengan tersenyum, "Kalau begitu, lupakan aku pernah datang ke sini."
Itu benar. Dulu kami sudah membuatnya menderita, seharusnya kami bersyukur dia tidak balas dendam. Dia tidak mungkin mau membantu kami.
Aku benar-benar tidak tahu malu, beraninya minta tolong sama dia.
Makin dipikir, aku makin merasa malu.
Tepat di saat aku mau pergi, Gerry bertanya, "Katakan, apa imbalannya kalau aku membantu kalian? Kalau imbalan yang kudapat sepadan, aku bersedia membantu kalian."
Aku tertegun sejenak. Setelah berpikir lama, aku tidak tahu harus memberinya imbalan apa.
Apakah dengan tubuhku?
Aku dan Gerry sudah menikah selama tiga tahun, kami tidur sekamar tiap malam. Kalau Gerry benar-benar menginginkan tubuhku, dia sudah menyentuhku sejak dulu. Pada kenyataannya, selama tiga tahun, pria itu tidak pernah menyentuhku.
Dengan tertunduk malu, aku menjawab, "Lupakan kedatanganku hari ini."
Pria itu menghampiriku. Tubuhnya yang tinggi berdiri di depanku.
Pria itu mencondongkan tubuhnya ke depan sambil berbisik di samping telingaku, "Buat apa pura-pura alim, padahal kamu sengaja datang dengan penampilan seperti ini untuk menggodaku, 'kan?"
Aku terkejut mendengarnya. Malu sekali, aku ingin segera pergi dari sini.
Gerry tiba-tiba memeluk pinggangku. Pria itu berkata dengan tersenyum penuh makna, "Selama tiga tahun kita menikah, aku selalu tidur lantai dan nggak pernah menyentuhmu. Bagaimana kalau … kamu menyerahkan dirimu sebagai imbalannya?"