Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 8

"Kak Chloe, Pak Reynard mencari Kakak." Darcy yang ikut bersamaku menyodorkan ponselnya ke depanku. Aku benar-benar meremehkan kegigihan Reynard. Dalam situasi seperti ini, aku hanya bisa menerima telepon dengan nada resmi. "Ada perintah apa, Pak Reynard?" "Chloe." Suara Reynard terdengar serak dengan nada penyesalan yang jelas. "Kenapa kamu pergi sepagi itu? Aku nggak menemukanmu waktu pulang." Aku menyadari kalau dia tidak ingin membahas urusan pekerjaan, jadi aku berjalan menjauh. "Aku keluar untuk sarapan." "Maaf, aku ... nggak bisa pergi semalam, jadi aku nggak pulang." Hatiku terasa dingin dan senyuman sinis muncul di bibirku. "Kenapa nggak bisa pergi?" Reynard terdiam. Aku menahan napas dan memberinya jalan keluar. "Kamu nggak menemukan perawat?" "Iya." Aku tidak berbicara lagi, sementara Reynard berkata, "Chloe, kapan kamu selesai di sana? Aku akan menjemputmu. Gimana kalau kita makan siang bersama?" Aku sudah lama tidak makan bersama dengannya. Seperti yang dikatakan oleh Mike semalam, Reynard selalu menemani Ivy. Hari ini dia tiba-tiba mengajakku makan bersama, apa ini untuk mengganti kerugian karena tiba-tiba berhenti di tengah jalan semalam atau karena hatinya tiba-tiba sadar? Aku tidak tahu dan juga tidak ingin menyia-nyiakan pikiranku untuk menebaknya. Aku menjawab dengan cuek, "Nggak tahu kapan selesainya. Mungkin sampai siang ... atau mungkin nggak akan selesai sampai siang. Lagian bukannya setiap siang kamu selalu sibuk?" "Chloe." Mungkin Reynard mendengar sindiranku. Dia memanggilku dengan suara berat dan kemudian diam selama beberapa detik. "Jangan terlalu banyak berpikir." Semalam dia bahkan bisa bangun dari tempat tidurku dan pergi. Apa lagi yang harus aku pikirkan? Sekarang jam kerja, jadi aku tidak ingin membahas masalah pribadi dengannya. "Aku lagi sibuk sekarang. Kalau nggak ada yang penting, aku tutup teleponnya." Dia tidak bicara, jadi aku menutup teleponnya. Tugas lapangan hari ini termasuk diskusi dengan mitra kerja dan juga survei lapangan. Diskusi antara kedua belah perusahaan selesai pada pukul sepuluh pagi, kemudian aku dan Darcy pergi ke lokasi. Ini adalah proyek konstruksi taman bermain. Aku bertanggung jawab untuk mengawasi semua proyek dan sejauh ini sudah selesai 80%. Aku perlu memeriksa apa ada perbedaan antara progres dan gambar desain di lokasi. Mitra sepenuhnya mengikuti desain, jadi kemungkinan terjadi masalah sangat kecil. Namun, mengenai masalah proses, aku harus pergi untuk mengeceknya. Setelah berkeliling, kakiku terasa bengkak dan jari-jari kakiku juga sakit. Aku mencari tempat untuk duduk dan istirahat, sementara Darcy melihat ada yang tidak beres denganku, "Kak Chloe, Kakak nggak enak badan?" "Ya, kakiku sakit." Aku tidak menyembunyikannya. Kalau bukan karena di luar lapangan, aku ingin melepas sepatu dan memberi kakiku kesempatan untuk bersantai. "Oh," kata Darcy sambil menatap wajahku. "Kak Chloe, selain kaki, apa tubuh Kakak juga nggak nyaman?" Aku agak terkejut. Darcy menunjuk wajahku dan berkata, "Wajah Kak Chloe terlihat pucat." Aku tidak tidur sepanjang malam, jadi wajar kalau wajahku terlihat pucat. Selain itu, saat perasaan wanita sedang buruk, berapa tebal pun riasan yang dipakai, itu tidak berguna. "Mungkin karena datang bulan." Aku mencari alasan, lalu mengeluarkan ponsel dan berpura-pura memeriksa pesan. Darcy adalah gadis yang suka bicara. Aku takut kalau dia terus bertanya, aku tidak bisa berbohong lagi. Tiba-tiba, ada bayangan gelap menutupi pandanganku. Aku pikir itu Darcy dan tidak memerhatikannya, sampai pergelangan kakiku terasa hangat, aku baru melihat tangan besar yang akrab. Reynard melepaskan sepatuku, meletakkan kakiku di pangkuannya, dan memijat kakiku. "Apa sepatumu kekecilan?" Aku tidak menjawab. Tenggorokanku terasa tercekik. Dia menatapku dan berkata dengan suara yang rendah dan lembut, "Masih marah?" "Nggak," kataku sambil mencoba menarik kakiku. Namun, Reynard tidak melepaskan tangannya dan tetap memijat kakiku. "Ini nggak akan terjadi lagi." Hari ini Reynard mengenakan setelan jas berwarna biru tua dengan kemeja putih di dalamnya. Manset khusus kemejanya berkilauan di bawah sinar matahari seperti dirinya sendiri. Dia memijat kaki kiriku dan kemudian memijat kaki kananku. Bahkan saat ada orang-orang yang lalu lalang di sekitarnya, dia tidak memedulikannya. Selain itu, sudah ada gadis kecil yang menunjuk dengan pandangan iri sambil berbisik kalau dia akhirnya melihat versi nyata pria tampan yang memanjakan pacarnya. Aku mengakui kalau hatiku juga tergerak. Perasaan tidak nyaman semalam pun ikut mencair saat dia memijat kakiku. "Kakak sangat beruntung!" Darcy yang berdiri tidak jauh juga menyampaikan pesan dengan gerakan bibir. Reynard sudah melakukan sampai sejauh ini, kalau aku masih terus mempersoalkan masalah semalam, bukannya itu akan membuatku terlihat berhati sempit seakan aku sangat menginginkan hal itu? "Siang ini mau makan apa?" tanya Reynard padaku. "Terserah, aku benar-benar nggak nafsu makan meski sekarang suasana hatiku sedikit lebih baik." "Ayo kita makan ikan bakar. Restoran itu juga punya foie gras panggang, rasanya sangat enak," kata Reynard sambil membawaku ke mobil. Begitu aku hendak menarik sabuk pengaman, dia sudah mendekat. Aroma sabun di tubuhnya tercium olehku dan membuat napasku terhenti sejenak. Mungkin Reynard menyadari keanehanku, dia tersenyum dan menarik sabuk pengaman untukku. Saat tubuhnya kembali tegak, dia menunduk dan mencium pipiku. "Chloe, kamu terlihat malu seperti waktu kecil." Aku terdiam. Meski ciuman ini hanya sebentar, tetapi membuat suasana hatiku menjadi sangat baik. Aku selalu tidak berdaya seperti ini. Begitu dia menunjukkan kebaikan padaku, aku akan langsung merasa sangat senang. Mengingat Ivy, aku bertanya, "Gimana kabar Ivy sekarang?" "Sudah baik-baik saja dan keluar dari rumah sakit." Aku tidak mengatakan apa-apa lagi, sementara Reynard melirikku sekilas. "Kenapa nggak bicara lagi?" "Aku nggak tahu harus bilang apa," kataku dengan jujur. Namun, saat kata-kata itu keluar dari mulutku, kata-kata "terlalu akrab" yang Reynard ucapkan terlintas di telingaku. Ya, aku terlalu akrab dengannya, akrab sampai tahu semua urusannya, akrab sampai tidak ada yang perlu dikatakan. Reynard membawaku ke restoran. Pelayan langsung membawa kami ke meja dekat jendela. Setelah melihat buket mawar putih favoritku di atas meja, aku baru menyadari kalau Reynard sudah memesan tempat ini sebelumnya. Ikan panggang, foie gras, dan hidangan pencuci mulut favoritku disajikan. Makanan ini terlihat dipersiapkan dengan sangat hati-hati. Aku mengambil foto dan mempostingnya di instagram. Makanan lezat, bunga, dan tangan Reynard yang indah dengan jari-jarinya yang panjang. Setiap rekan kerja di perusahaan menekan tombol "suka". Darcy mengirimkan emoji mendengkus disertai kalimat: "Kok nggak ajak aku?" Barusan saat kami datang, Reynard menyuruhnya menyelesaikan sendiri dan kemudian mengambil nota untuk penggantian biaya. Freya juga melihatnya. Dia tidak menekan tombol "suka", tetapi mengirim pesan pribadi kepadaku: "Dilihat dari kesungguhannya ini, dia juga menyadari kesalahannya. Ini nggak buruk dan aku juga sudah bertanya ke perawat jaga malam kemarin, dia cuma menemani di ruang rawat dan nggak ada masalah apa pun." Aku terdiam. "Jangan lihat ponsel dulu, makan dulu." Saat Reynard mengingatkanku, dia memotong foie gras dan meletakkannya di depanku. Aku mengambil garpu dan saat hendak menusuk sepotong foie gras untuk memasukkannya ke mulutku, sosok yang akrab tiba-tiba muncul di depan mataku. Ivy juga menatapku. Dia tersenyum dan datang mendekati. "Nona Chloe." Setelah mengatakan itu, dia menoleh dan menatap Reynard. "Rey, kamu juga di sini?" Kata-katanya ini seolah kalau tunanganku tidak ada di sini dan orang lain yang ada di sini, itu bukan hal yang salah, 'kan? "Wah, kebetulan sekali, Nona Ivy juga datang ke sini?" tanyaku langsung. "Aku pergi ke makam Freddy dan kebetulan lewat sini. Terus aku mencium aroma foie gras di sini dan membuatku lapar." Ivy berwajah putih, lembut, dan halus, bahkan suaranya pun lembut. "Kamu sendirian?" tanya Reynard. "Ya, jadi kalau kalian nggak keberatan, apa aku boleh ikut juga?" Ivy berkata sambil meletakkan jaketnya di kursi sebelah Reynard.

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.