Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 6

Ivy selamat dari bahaya dan anaknya juga selamat. Dia kembali ke kamar rawat inap. Wajahnya pucat dan matanya merah, ditambah dengan penampilannya yang cantik, dia tampak lemah lembut dan menyedihkan. "Jangan terlalu dipikirkan, anakmu baik-baik saja," kata Reynard menenangkannya. "Reynard, aku sangat takut." Ivy menangis. Reynard mengambil tisu dan memberikannya padanya. Ivy menerima tisu itu sambil menggenggam tangan Reynard. Wajahnya yang penuh dengan air mata bersandar di punggung tangan Reynard. Meski dia menyedihkan, tetapi apa karena itu dia bisa memperlakukan tunangan orang lain sebagai prianya sendiri? Aku mendekat. "Kakak Ipar, dokter bilang suasana hati ibu hamil yang terlalu emosional nggak baik untuk janin. Kakak sudah susah payah menjaga bayi ini, kalau menangis seperti ini dan ada masalah lagi, itu akan merepotkan." Aku meraih tangan Ivy dan menariknya dari tangan Reynard tanpa ekspresi apa pun. Namun, jejak air mata di punggung tangan Reynard membuatku merasa tidak nyaman, seperti barang milikku dinodai oleh orang lain. Aku punya kecenderungan kebersihan, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam hubungan pribadi. Sepertinya Ivy tidak menyangka aku akan memanggilnya kakak ipar. Wajahnya langsung kaku, tetapi segera menata kembali emosinya. "Maaf, Reynard, kamu lihat aku … " Sambil berbicara, dia mengambil tisu untuk membersihkan tangan Reynard. Namun, aku menghalanginya. "Kakak Ipar, sebaiknya Kakak nggak bergerak sembarangan sekarang." Wajah Ivy menjadi kaku dan matanya yang berlinang air mata menatap Reynard dengan penuh kekaguman. "Apa Ivy menyukaimu?" Aku langsung bertanya kepada Reynard setelah keluar dari ruang perawatan. "Nggak!" Reynard membantah. "Gimana denganmu? Kamu menyukainya?" Kalau mau tanya, tanya yang jelas sekalian, aku tidak ingin digantung. Wajah Reynard terlihat kaku sejenak, setelah beberapa saat dia berkata dengan suara pelan, "Kami cuma teman … " Cuma teman? "Freddy sudah nggak ada lagi. Sebelum dia meninggal, dia memintaku untuk menjaga Ivy … " Suara Reynard gemetar, bahkan tangannya yang terkulai juga gemetar. Sepertinya dia selalu sangat emosional setiap kali membicarakan kematian Freddy. Itu sudah terjadi lebih dari sekali. Hatiku merasa sesak karena melihatnya seperti itu. "Aku nggak bermaksud lain, tapi Ivy kelihatannya terlalu bergantung padamu." "Dia … mungkin merasa nggak aman karena hamil sendirian." Reynard mencoba menjelaskan, sementara matanya yang dalam tertuju pada wajahku. "Chloe, aku akan lebih berhati-hati." Dia sudah berkata begitu, jadi apa yang bisa aku katakan? Namun, aku tetap mengingatkan, "Meski kamu menjaganya untuk Freddy, tapi ada perbedaan antara pria dan wanita." Seperti adegan tadi, aku tidak ingin melihatnya lagi dan aku tidak ingin merasa tidak nyaman. "Ya, aku tahu … " Begitu dia mengatakan itu, aku mendengar suara gesekan roda yang didorong dari kejauhan. Aku menoleh dan melihat sekelompok orang mendorong ambulans dengan tergesa-gesa menuju ke arah kami. Saat aku hendak menghindar, suara rendah Reynard terdengar. "Hati-hati!" Dia menarikku dan ambulans melintas dengan cepat di belakang kami. Aku berbaring di pelukannya sambil mendengar suara detak jantungnya yang berdebar kencang di telingaku. Suara ini membuatku teringat saat pertama kali aku datang ke rumah keluarga Avalon. Suatu kali aku mengikuti acara sekolah dan tanpa sengaja terjatuh dari tempat yang tinggi. Pada saat itu, Reynard berlari ke arahku dan memelukku. Dia berkata padaku untuk tidak takut, lalu dia menggendongku menuju ruang medis. Itu adalah pertama kalinya aku mendengar detak jantungnya, begitu cepat dan cemas … Aku juga benar-benar jatuh cinta padanya sejak saat itu … Saat ini, jantungnya masih berdetak kencang karenaku. Aku menutup mataku, berusaha untuk tidak memikirkan hal-hal lain yang tidak penting. Aku menempelkan wajahku ke dada Reynard dan berkata, "Ayo pulang, aku lelah." "Oke, aku akan memberi tahu Ivy." Saat Reynard melepaskanku, dia mencium keningku. Aku tidak masuk ke ruang rawat, tetapi menunggu di pintu masuk. Aku tidak mendengar apa yang dikatakan Reynard kepada Ivy, tetapi saat dia keluar, aku mendengar suara tangisan Ivy. Saat aku dan Reynard kembali ke rumah keluarga Avalon, orang tuanya masih belum tidur. Mereka sedang duduk di sofa sambil menonton televisi tanpa berbicara satu sama lain. Biasanya mereka juga jarang berbicara satu sama lain. Aku pernah bertanya pada Tante Camilla, dia bilang mereka sudah lama menikah dan bertemu setiap hari, jadi tidak ada yang perlu mereka bicarakan. Reynard pernah bilang padaku kalau cinta mereka dulu sangat penuh gairah, tetapi akhirnya menjadi biasa-biasa saja. Mungkin ini adalah akhir dari cinta. "Ayah, Ibu!" "Tante, Om!" Aku dan Reynard menyapa mereka. "Kalian sudah makan belum? Kalau belum, masih ada makanan untuk kalian," kata Camilla dengan lembut. "Sudah," kata Reynard sambil menatapku. "Kamu lapar nggak? Mau makan lagi?" Aku hampir tidak makan malam, tetapi saat ini aku tidak merasa lapar sama sekali. "Nggak usah." "Kalau gitu, naiklah ke atas dan istirahat. Nanti pembantu akan mengantarkan susu untuk kalian," kata Camilla sambil tersenyum. Mungkin ini hanya khayalanku. Senyuman ini terasa agak aneh, tetapi aku tidak terlalu memikirkannya. Hanya saja, saat aku membuka pintu, aku langsung terpaku dan menoleh ke arah Reynard. Dia yang berdiri di pintu kamar juga menoleh ke arahku. Sebelum kami sempat turun, Camilla sudah datang ke atas. "Chloe, tadi Tante lupa memberitahumu, kamar Reynard harus disiapkan buat jadi kamar pengantin kalian, jadi sekarang Reynard akan tinggal di kamarmu dulu." "Ibu, setelah menikah dengan Chloe, kami akan tinggal di luar. Jadi buat apa Ibu menyiapkan kamar pengantin di sini?" Reynard bertanya balik. "Tinggal di luar juga bukan berarti nggak tinggal di sini lagi, 'kan? Waktu tahun baru atau hari raya, atau kalau terlalu larut, kalian akan tetap tinggal di sini." Camilla menatap Reynard dengan marah dan menariknya ke depan pintu kamarku. "Kalian berdua akan segera menikah, jadi tinggal bersama juga bukan masalah." "Chloe, kamu nggak keberatan, 'kan?" tanya Camilla lagi. Tiba-tiba kata-kata Reynard kepada Michael terlintas di benakku sehingga membuatku tidak tahu harus menjawab apa. "Oke," jawab Reynard menggantikanku. Aku menatapnya, kemudian dalam sekejap dia merangkul bahuku dan membawaku masuk ke dalam kamar. "Selamat tidur, Bu!" Setelah mengatakan itu, Reynard menutup pintu kamar. Aku dan Reynard tidak berbicara. Suasananya agak canggung, tetapi romantis. Terutama dengan tempat tidur besar yang dilapisi dengan seprai merah seolah malam ini adalah malam pengantin kami. Wajahku memerah. "Itu ... aku akan menggantinya … " Aku melepaskan tangan Reynard, tetapi Reynard langsung menarikku kembali. Saat aku menatap matanya yang dalam, detak jantungku menjadi makin tidak teratur dan napasku menjadi berat. Reynard menelan ludah, melangkah maju, membuat semua saraf di tubuhku menjadi tegang. Dia makin mendekatiku. Tangannya yang memegang lenganku perlahan bergerak ke bahu dan leherku, wajahnya juga makin mendekat. Tanganku yang tegang meremas tangannya erat-erat. "Rey … " Kata-kata selanjutku dihentikan oleh bibirnya. Ciumannya ganas dan penuh gairah. Ini sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya. Selama beberapa tahun ini, tentu saja kami pernah berciuman. Namun, setiap kali dia hanya menciumku sebentar. Lidahnya tidak pernah menyentuh bibirku. Namun, malam ini berbeda, ciumannya jelas-jelas terasa penuh gairah. Aku pun gugup sampai gigiku gemetar, membuatnya sulit untuk memperdalam ciumannya. Reynard tidak melanjutkannya, melainkan berbisik lembut di telingaku, "Santai dikit." Setelah mengatakan itu, aku merasa tubuhku menjadi ringan. Dia menggendongku dan meletakkanku di atas tempat tidur. Saat tangannya mulai membuka kancing bajuku, jari-jari kakiku meringkuk karena tegang … Aku melihat urat biru di dahinya menonjol dan jakunnya bergerak dengan cepat. Meski aku belum pernah berhubungan intim dengan pria, aku tahu kalau dia juga sama gugupnya denganku saat ini … Mungkin, dia bilang tidak tertarik karena belum pernah mencoba. Bukannya ada pepatah yang mengatakan seseorang akan selalu ingin lagi setelah mencicipinya? Aku menutup mata, menunggu perjalanan intim yang akan kumulai dengan Reynard. Tubuhku terasa dingin saat pakaianku mulai dilepas dan saat bibirnya baru saja menyentuh leherku, ponsel Reynard berbunyi. … Aku tersentak dan refleks menggenggam lengannya dengan erat. "Reynard … "

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.