Bab 42
Dalam hidupku, ini adalah pertama kalinya aku bertanya dengan begitu blak-blakan.
Mario sedikit terkejut, lalu dengan sangat tidak acuh menjawab, "Kamu berpikir berlebihan."
Aku tidak bisa berkata-kata.
Dia berbalik dan mulai memotong semangka, satu per satu diletakkannya dengan sangat rapi di atas piring, seperti tentara yang sedang berbaris menunggu inspeksi.
Melihat semangka di piring tersebut, aku tiba-tiba ingin pergi mengintip kamarnya lagi.
"Kenapa kamu nggak makan? Apa melihat saja dapat memuaskan keinginanmu?" goda sang nenek yang baru saja datang.
Aku menyadari bahwa nenek ini bukan orang biasa. Saat mengumpat dia bisa sampai bertolak pinggang, tetapi saat peduli dia juga sangat perhatian dan lembut. Bahkan dia bisa mengataan candaan jorok dengan mudah.
"Aku hanya menunggu Nenek, terima kasih sudah membelaku tadi," ucapku sambil memberikan potongan semangka terbesar kepadanya.
Nenek pun tidak segan-segan, dia mengambil potongan itu dan menggigitnya. "Manis, tapi gula darahku
Klik untuk menyalin tautan
Unduh aplikasi Webfic untuk membuka konten yang lebih menarik
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda