Bab 379
Mario menoleh ke arahku dan bertanya, "Kamu mau ke sana?"
Aku menggelengkan kepala perlahan. Saat-saat seperti ini, yang dibutuhkan Austin hanyalah seseorang di sisinya.
Mario tidak mengucapkan sepatah kata pun. Beberapa detik kemudian, aku menarik kembali pandanganku, "Ayo kita pergi."
Mobil melaju jauh. Dari kaca spion, aku melihat Austin masih berdiri dengan posisi yang sama, seolah-olah terikat dengan kesedihannya yang begitu mendalam.
Karena Mario, pikiranku terus melayang hingga kami sampai di kamar bangsal Alice.
Mario pun tidak berbicara. Namun, saat kami masuk ke dalam ruangan, dia menggenggam tanganku.
Begitu jemarinya saling berkaitan dengan jemariku, aku langsung memahami maksudnya. Aku tersenyum padanya dan berkata, "Aku nggak akan mengganggu Alice."
"Aku nggak ingin mengganggu selera makanmu," katanya sambil mencubit tanganku. "Setiap orang punya kesedihannya sendiri. Dia harus belajar mengatasi semuanya."
"Ya," balasku, lalu membuka pintu kamar bangsal.
Alice sedang memb
Klik untuk menyalin tautan
Unduh aplikasi Webfic untuk membuka konten yang lebih menarik
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda