Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 2

Reynard mendengar suara dan menatap ke depan. Pandangannya jatuh ke wajahku. Tanpa perlu melihat, aku juga tahu betapa buruknya ekspresiku. "Kamu nggak enak badan?" Reynard mengernyitkan keningnya. Aku berjalan ke meja kerjanya tanpa mengatakan apa pun sambil menelan rasa pahit di tenggorokanku. "Kalau kamu nggak ingin menikah denganku, aku bisa memberi tahu Tante Camilla waktu pulang nanti." Kerutan di antara alis Reynard menjadi makin dalam. Dia menyadari kalau aku mendengar percakapannya dengan Michael. Tenggorokanku terasa asin dan pahit. "Aku nggak menyangka kalau aku sudah menjadi sesuatu yang nggak berarti sekarang, Reynard … " "Di mata semua orang, kita sudah seperti suami istri," kata Reynard memotong kata-kataku. Terus? Apa dia ingin menikah denganku hanya demi semua orang? Sementara apa yang aku inginkan adalah dia menikahiku karena mencintaiku dan ingin menghabiskan sisa hidupnya bersamaku. Reynard menutup pulpen di tangannya dan pandangannya jatuh pada kartu keluarga di tanganku. "Ayo kita daftarkan pernikahan kita Rabu minggu depan." Ini adalah kalimat yang aku inginkan. Namun, saat ini justru membuatku tidak nyaman, sangat tidak nyaman … Aku menundukkan kepala, lalu menggeleng pelan. "Reynard, kamu nggak perlu memaksakan dirimu, aku juga nggak membutuhkan belas kasihanmu." "Chloe!" Dia memanggil namaku dengan keras. Aku gemetar, menatap matanya yang penuh ketidaksabaran, dan melihat dia mengulurkan tangannya ke arahku. Aku meremas kartu keluarga di tanganku, sementara dagunya menegang. "Berikan padaku." Aku tidak bergerak dan suasananya menjadi tegang. Beberapa detik kemudian, dia bangkit dan berdiri di depanku dengan tubuh yang tinggi besar, lalu menghela napas dengan putus asa. "Aku cuma bercanda dengan Michael, tapi kamu menganggapnya serius?" Apa itu cuma candaan? "Kamu tahu kalau pria harus menjaga harga dirinya." Tangannya menggenggam lenganku, lalu turun untuk menggenggam tanganku, dan mengambil kartu keluarga dariku. "Jangan mudah percaya sama semua hal." Dia berbalik dan menyimpan kartu keluarga itu ke dalam laci, lalu mengambil jaket di sebelahnya. "Aku akan pergi sebentar." Belakangan ini, dia selalu pergi keluar dan pergi untuk waktu yang lama. "Reynard." Aku memanggilnya. "Apa kamu menyukaiku?" Reynard berhenti tepat di sampingku saat dia mendengar suaraku. Matanya yang gelap menatapku sejenak lalu tersenyum. Senyumnya memperlihatkan lesung pipi di pipi kirinya. Senyum Reynard sangat menawan dan hangat. Aku masih ingat saat pertama kali masuk ke rumah keluarga Avalon, dia tersenyum dan memanggilku gadis kecil. Mungkin senyuman ini yang membuatku merasa hangat dan tidak bisa melepaskannya. Hingga saat ini, aku masih menyukai senyumnya. Kepalaku terasa berat. Tangannya yang besar mengusap rambutku. "Tentu saja aku menyukaimu, kalau nggak, buat apa aku berkeliling kota untuk membelikanmu pir panggang, memberikanmu mawar favoritmu setiap ulang tahunmu, dan menemanimu melihat bintang jatuh? Dan juga ... menikahimu?" Setiap kali aku ragu, senyuman Reynard dan beberapa kata-kata manis yang diucapkannya dengan santai selalu membuatku menyerah. Aku seperti layang-layang yang ujung benangnya dipegang erat olehnya. Dia melihat suasana hatiku dan mengendalikan kegembiraan serta kesedihanku. Namun, kata-katanya tadi benar-benar memengaruhiku. Kali ini, aku tidak akan mudah terhibur seperti sebelumnya. Aku menatap matanya dan berkata, "Apa itu rasa suka pria terhadap wanita?" Setelah mengatakan itu, aku merasakan tangan besar yang mengelus kepalaku berhenti dan senyum di wajahnya juga memudar. Tangan besarnya berpindah dari kepalaku ke pipiku, lalu mencubitnya dengan lembut. "Jangan berpikir yang aneh-aneh. Setelah pulang kerja, ayo pulang bareng. Kamu suka makan ikan, 'kan? Aku sudah menyuruh seseorang untuk mengirimkan salmon segar. Aku bakal masakin untukmu nanti malam." Dia pergi. Seperti biasanya, dia menghindari topik pembicaraanku. Aroma krim tangan masih tercium di ujung hidungku dan kehangatan telapak tangannya masih terasa di pipiku, tetapi hatiku tetap dingin. Dia baik padaku, memanjakanku, dan menyukaiku, tetapi rasa suka ini lebih seperti hubungan keluarga daripada pria terhadap wanita. Sementara hatiku hanya ada untuknya. Aku telah mencintainya selama sepuluh tahun. Kalau begitu, apa yang harus aku lakukan? Menikah dengannya dan menjalani kehidupan pernikahan yang sudah terlalu akrab sampai tidak tertarik untuk tidur bersama lagi? Atau meninggalkannya agar dia bisa mencari seseorang yang benar-benar dia cintai?

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.