Madeline sudah sampai di pintu saat mendengar Meredith meneriakkan kata-kata itu. Percikan harapan menyala di kedua matanya yang membeku.
Jantungnya juga berpacu, jauh melebihi apa yang tubuhnya bisa terima.
Meski masih curiga, dia perlahan berbalik dan menaikkan tatapannya. “Kau tahu pasti bahwa fakta seperti itu tak lantas membuatmu menjadi seorang wanita yang tak bersalah.”
Sepasang mata Meredith yang memerah memelototinya. “Aku tidak bohong! Anakmu masih hidup. Aku mengatakan kalau dia mati hanya untuk membuatmu merasa hancur. Aku menyembunyikan anakmu agar aku bisa menggunakan anak itu sebagai alat tawar menawar suatu hari nanti!”
Madeline menenangkan hati dan emosinya saat perlahan menghampiri Meredith. “Mana buktinya? Katakan padaku kenapa aku harus percaya padamu.”
“Kau pilih percaya kalau anakmu hidup atau mati?” Meredith membalas dengan sebuah seringai, karena dia tahu Madeline sangat peduli dengan anak yang tak pernah dia lihat itu.
Benar-benar tak pernah terlintas dala