Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 11

Hubungan darah memang aneh. Di kantor polisi, ada sekitar sepuluh remaja yang ditahan, dengan empat atau lima di antaranya adalah perempuan. Namun, Selina langsung mengenali seorang gadis berambut ikal yang membelakanginya sebagai putrinya sendiri. Di sebelah kiri gadis itu ada seorang anak laki-laki berambut cokelat, berkulit putih, serta mengenakan kaos hitam. Seharusnya dia adalah Henri yang disebut-sebut dalam telepon sebelumnya terkait permintaan pembelian mobil. Selina sudah memahami latar belakang kejadian ini. Ayah Henri memiliki utang judi. Para penagih utang itu mendatangi Henri. Mereka mendengar bahwa Nita menyukai Henri, jadi mereka mencoba meminta Nita untuk melunasi utang tersebut. Henri menolak, tetapi para penagih merebut teleponnya untuk menghubungi Nita. Saat mendapat kabar itu, Nita segera datang. Ketika tiba di ruang VIP restoran, Nita melihat wajah Henri yang lebam akibat pukulan, merasa sangat sakit hati. Dia mengatakan bahwa dia bisa melunasi utangnya, tetapi orang-orang yang memukul Henri harus dihukum juga. Nita yang terkenal temperamental, langsung mengambil botol minuman untuk membalaskan dendam Henri. Dalam keributan itu, pemilik restoran yang merasa situasi makin parah, melaporkan kejadian tersebut ke polisi. Para pemuda ini tidak tahu cara mengontrol kekuatan ketika mereka bertarung. Jika seseorang meninggal, restoran ini tidak akan bisa beroperasi! Karena insiden ini terjadi di dekat sekolah, ada pos polisi di dekat sana. Polisi segera datang, lalu membawa semua orang untuk diinterogasi. Para pelaku kekerasan sudah berpengalaman dalam menghadapi polisi. Mereka memiliki cara tersendiri untuk berbicara. Di sisi lain, Nita takut jika masalah ini meluas, hal ini akan memengaruhi Henri. Akhirnya, kedua belah pihak memilih untuk menyelesaikan masalah dengan damai, jadi polisi hanya memberi teguran. Karena Nita masih di bawah umur, polisi menghubungi keluarganya untuk menjemputnya. Nita memberikan nomor telepon kepala pelayan keluarganya. Polisi yang melihat Selina mengira dia adalah kakak perempuan Nita. Meski mereka tidak mengatakannya secara langsung, tersirat bahwa pihak polisi menyarankan keluarga untuk lebih mengawasi anak mereka, agar tidak bergaul dengan orang-orang yang tidak baik. Setelah Selina menandatangani beberapa dokumen, polisi membawanya untuk menemui Nita. "Anita Raharjo, keluargamu sudah datang," kata polisi. Nita adalah nama panggilannya, sedangkan nama lengkapnya adalah Anita Raharjo. Selina mendengar putrinya bertanya, "Hanya aku sendiri?" Dia jelas-jelas ingin kepala pelayan juga membebaskan Henri. Karena Ibu Henri sedang sakit, dia mungkin tidak akan bisa datang ke kantor polisi. "Ya, cepat keluar," desak polisi. Nita melirik Henri yang ada di sebelahnya, lalu berbisik, "Tunggu sebentar, aku akan keluar untuk memastikan kamu juga bisa keluar." Selina melihat putrinya berbicara dengan Henri dari jendela, dengan tatapan mata yang penuh perhatian. Di sisi lain, Henri hanya menunduk muram dengan acuh tak acuh, tanpa memandangnya sama sekali. Selina menyipitkan matanya. Setelah mendengar nama Henri dari Nita di telepon beberapa hari yang lalu, Selina sudah menyelidiki siapa pemuda ini. Henri adalah teman sekelas Nita di sekolah menengah. Meski berasal dari keluarga yang sederhana, dia adalah siswa berprestasi yang cukup populer di sekolah. Nita sangat peduli padanya di sekolah, menganggapnya sebagai sahabat terbaiknya. Namun, dari cara Nita memperhatikannya, jelas bahwa pemuda ini lebih dari sekadar sahabat untuknya. Bagaimana bisa menyembunyikan rasa cinta pada seseorang? Semua orang bisa mengetahui bahwa Nita menyukainya. Hanya saja, tak ada yang mengungkapkannya. Sayangnya, romansa sekolah yang manis seperti ini hanya ada di dalam novel. Dalam pandangan Selina, Henri bukanlah sosok yang sesederhana tampaknya. Namun, ini masih perlu dibuktikan. Sebagai seseorang yang juga pernah muda, Selina tahu bahwa yang paling berbahaya adalah menghancurkan hubungan cinta secara terang-terangan. Terutama ketika dia adalah Ibu yang baru muncul dalam hidup Nita. Dia tidak bisa begitu saja ikut campur dalam hubungan putrinya. "Ahmad, bagaimana dengan Henri?" Begitu keluar dari ruangan, Nita meminta kepala pelayan untuk membebaskan Henri juga dengan cemas. Dia berkata, "Kenapa kamu ragu? Apa kamu nggak mendengarku?" Nita mendesak dengan penuh emosi. Namun, dia menyadari bahwa kepala pelayan sedang memandang seseorang di belakangnya. Dia berbalik, baru menyadari keberadaan Selina. Nita tidak memiliki banyak kenangan tentang ibunya. Wajah yang dilihatnya selama ini hanyalah melalui foto-foto, yang kini perlahan mulai memudar dari ingatannya seiring berjalannya waktu. Nita tidak mengenali Selina sebagai sosok yang spesial. Bahkan dia sempat berpikir bahwa wanita muda di depannya ini mungkin adalah keluarga dari salah satu remaja lain yang ditahan di kantor polisi. Dia tampak berpikir bahwa tunas yang buruk bisa menghasilkan hasil yang baik, karena wanita di depannya memang memiliki penampilan dan aura yang luar biasa. Setelah menatapnya sesaat, Nita mengabaikan Selina, ingin terus mendesak kepala pelayan. Namun, tiba-tiba dia mendengar kepala pelayan memanggil Selina dengan hormat. Ekspresi Nita langsung berubah. Ah? Ini bukan seperti yang dia pikirkan, 'kan? Selina mengangguk kepada kepala pelayan, memberi isyarat untuk dia boleh pergi. Mengenai pembebasan Henri, maaf saja, Selina tidak memiliki kebiasaan mengurusi anak orang lain. Ketika melewati Nita, Selina berjalan di depan diikuti kepala pelayan. Nita memandangi punggung Selina yang makin menjauh, menghilang di tikungan, lalu segera berlari mengejar. Sial! Bagaimana wanita ini bisa berada di sini? Nita merasa sangat kesal karena malu. Dia belum memulai pertempuran, tapi sudah kalah! Ketika melihat Selina masuk ke dalam mobil yang biasa digunakan oleh ayahnya, Nita buru-buru duduk di kursi belakang. "Apa kamu sudah menikah dengan ayahku?" Sapaan kepala pelayan tadi benar-benar mengejutkan Nita, sampai membuatnya melupakan Henri sepenuhnya. Setelah mendapat telepon dari Jessica, Nita mengira ayahnya hanya berkencan dengan seorang wanita. Meski dia sudah bertanya-tanya kepada teman-temannya tentang bagaimana rasanya memiliki ibu tiri, Nita tidak menyangka ayahnya akan menikah secepat itu. Ternyata pemikirannya terlalu sederhana. Kepala pelayan saja sudah memanggilnya dengan hormat. Mana mungkin dia belum menikah dengan ayahnya! "Kamu kembali begitu mendadak, jadi nggak ada makanan yang disiapkan di rumah. Bagaimana kalau kita makan di restoran terdekat?" "Siapa yang mau makan denganmu?" batin Nita. Sebelum sempat membalas, perut Nita mengeluarkan suara keroncongan, membuat kata-katanya terhenti. "Ah! Henri masih di kantor polisi! Hentikan mobilnya!" Nita menepuk kakinya dengan keras. Gara-gara wanita ini, dia sampai lupa pada Henri. Namun, sopir tidak menghentikan mobilnya. Sebaliknya, dia melihat ekspresi Selina dari kaca spion. Kini semua orang di rumah tahu bahwa mereka harus mendengarkan perintah dari Selina. Itu adalah perintah langsung dari Kenzo. Kepala pelayan juga sudah dengan jelas menyampaikan bahwa jika ada yang merasa sudah lama bekerja di Keluarga Raharjo, hingga menganggap dirinya punya kedudukan di depan anak-anak Kenzo, lalu mencoba bersikap sombong di hadapan Selina .... Mereka akan langsung dipecat tanpa toleransi. Dengan pemahaman ini, semua orang di rumah sangat memperhatikan serta bersikap ramah kepada majikan baru ini. Bagaimanapun juga, kehidupan di kediaman Keluarga Raharjo begitu nyaman, tak ada yang ingin pergi. Nita menyadari sikap sopir yang aneh ini. Dia memandang dengan mata terbelalak. Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa orang-orang ini begitu patuh pada wanita ini? "Kita sudah dihubungi oleh pihak kepolisian, jadi Ibu Henri juga pasti sudah diberitahu. Nggak perlu repot-repot untuk mengurus pembebasannya." Selina menjelaskan dengan tenang. Nita tiba-tiba teringat bahwa ketika mereka di kantor polisi, ponsel Henri sempat berdering. Itu pasti ibunya yang menelepon. "Oh." Jika Ibu Henri sudah tahu, urusan pembebasan tidak lagi penting. Selina tersenyum. Putrinya bisa melupakan Henri karena terkejut dengan kehadirannya. Ini berarti Henri tidak begitu penting bagi Nita. Dia tidak terlalu mencintainya sampai mati-matian. Nita memang sedikit terpaku pada cinta, tetapi masih bisa diselamatkan. Seperti sekarang, setelah tahu bahwa Henri tidak perlu dibebaskan, Nita tidak lagi peduli. Dia malah kembali bertanya tentang topik sebelumnya. "Apa kamu dan ayahku sudah menikah? Kalian sudah jadi suami istri secara hukum?" Selina masih tidak menjawab pertanyaan itu. Sebaliknya, dia mengalihkan pembicaraan ke hal lain. "Aku nggak mengizinkan Kenzo memberikan uang 16 miliar itu padamu. Aku juga yang mengusir bibimu dari kediaman Keluarga Raharjo. Mulai sekarang, uang jajanmu akan ada batasnya. Pengeluaran lebih dari itu nggak akan diberikan, kecuali ada alasan yang masuk akal," jelas Selina. Nita merasa seperti disambar petir. Ternyata ibu tiri memang jahat, bahkan lebih jahat dari cerita yang teman-temannya katakan!

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.