Bab 4
Melihat keraguan Adhi, wajah Linda menjadi masam. "Pak Adhi, coba kamu pikirkan lagi. Pengawasan dana kami sangatlah ketat dan merupakan persyaratan yang dibutuhkan. Kamu punya kekhawatiran, kami juga punya. Kalau kamu nggak setuju, kerja sama kita bisa dibatalkan."
Setelah merenungkannya berkali-kali, Adhi akhirnya memutuskan untuk menandatanganinya.
Sepuluh triliun ini terlalu penting. Lagi pula, Konsorsium Pelita yang sebesar itu tidak akan tertarik dengan perusahaan kecilnya.
"Aku akan tanda tangan." Adhi pun menuruti permintaan mereka dan menandatangani dokumen tersebut.
Linda bersandar dan sedikit memutar-mutar kursinya. Sebuah senyum menghiasi wajahnya.
Setelah dokumen ditandatangani, Linda berdiri dan mengulurkan tangannya pada Adhi. "Senang berbisnis denganmu. Perusahaanmu akan segera menerima dananya, jadi tolong cek rekeningmu."
Adhi pun berjabat tangan dengan Linda, wajahnya penuh dengan rasa terima kasih.
Linda menarik tangannya kembali dan tersenyum. "Kalau begitu, sampai bertemu lagi."
Adhi menganggukkan kepalanya dan meninggalkan kantor Linda. Dia segera kembali untuk merencanakan langkah selanjutnya.
Linda duduk di kursi kantornya, wajahnya menampilkan sebuah senyum dingin. "Sungguh bodoh."
...
Di sore hari.
Surya menyelesaikan meditasinya dan turun ke lantai bawah untuk makan malam.
Di ruang tamu, dia melihat Kevin, Dinda, Maya dan Adhi sedang duduk di sofa sambil mengobrol dan tertawa.
Surya hanya melirik mereka dan hendak pergi.
Akan tetapi, Maya tiba-tiba memanggilnya, "Surya."
"Ada apa?" Surya berbalik dan menjawabnya.
Maya tersenyum dan berkata, "Adhi telah mendapatkan 10 triliun dari Konsorsium Pelita."
"Lalu apa hubungannya denganku?" balas Surya.
Maya tersenyum lagi. "Grup Sukajaya miliknya akan segera menjadi perusahaan ternama di Kota Juwana."
"Selamat," ucap Surya tanpa ekspresi.
Reaksi Surya membuat Maya marah, pria ini benar-benar keras kepala.
"Surya, malam ini Adhi akan menginap di kamarku. Kalau nggak ada hal penting, sebaiknya kamu jangan keluar. Kita nggak mau kamu melihat sesuatu yang seharusnya nggak kamu lihat," cemooh Maya sambil menggandeng Adhi.
Wajah Surya tampak tenang, lalu melihat satu per satu ekspresi anggota Keluarga Lintang.
Namun, kedua mertuanya terlihat tenang. Maya tersenyum dengan senang, sementara wajah Adhi tampak angkuh.
Tidak ada yang merasa malu. Wajah mereka hanya menunjukkan satu hal, yaitu hinaan yang ditujukan kepada dirinya.
Tak lama kemudian, Surya menghela napasnya dan berkata, "Baiklah, aku setuju. Ayo kita bercerai besok."
Seketika Maya pun senang dan berseru, "Ingat, tepati janjimu, jangan ingkar janjimu."
Niat membunuh berkilat di mata Surya. Namun, dia hanya berkata dengan dingin, "Aku, Surya, nggak pernah mengingkari janjiku. Setelah ini, siapa pun dari kita nggak boleh menyesal."
"Menyesal?" Dengan arogan, Maya tertawa terbahak-bahak. "Penyesalan terbesarku adalah menikah denganmu, dasar sampah."
Ayahnya Maya menambahkan, "Karena sudah diputuskan, besok pagi kalian akan bercerai."
"Tinggalkan tempat ini dan jangan bawa apa pun," ucap ibunya Maya.
Surya tersenyum dan menggelengkan kepalanya. "Semua akan kulakukan sesuai dengan keinginan kalian."
Keluarga Lintang sangat senang, Adhi juga merasa sangat senang. Dia tidak hanya berhasil mendapatkan 10 triliun dari Konsorsium Pelita, juga akan menyerap kekayaan Keluarga Lintang.
Tepat pada saat ini, Mona mendorong pintu dan masuk. Melihat ekspresi semua orang, dia segera bertanya, "Kalian sedang apa?"
"Surya telah setuju untuk bercerai denganku," jawab Maya sambil tersenyum.
Mona menatap Surya dengan kaget. "Bukankah kamu sudah berjanji padaku?"
"Gadis bodoh, biarkan saja semuanya berjalan sesuai kehendak, bagaimana bisa hal seperti ini dipaksakan," ucap Surya sambil tersenyum.
Mona menatap kedua orang tuanya dengan tak percaya. "Apakah ini keputusan kalian?"
"Benar. Kalau kita terus membiarkan pria ini bermalas-malasan di rumah, dia hanya akan menghalangi masa depan kakakmu dan Keluarga Lintang. Sebaiknya dia pergi secepat mungkin," ucap Kevin.
"Ibu?" Mona menatap ibunya.
Dinda menasihati putrinya dengan sungguh-sungguh, "Kerja sama antara keluarga kita dan Adhi akan berujung pada masa depan yang cerah. Ini semua demi kebahagiaan kakakmu dan masa depan Keluarga Lintang. Kamu harus mengerti, anakku."
"Bagaimana bisa kalian seperti ini?" Mona sangat marah dan berteriak.
Dia menunjuk orang tua dan kakaknya dengan jari yang bergetar, dia menahan tangisnya dan berkata, "Tanpa Kak Surya, Keluarga Lintang nggak akan bisa jadi seperti sekarang. Apa kalian nggak punya hati nurani? Bagaimana bisa kalian mengusirnya seperti ini?"
"Apa katamu?" Kevin tidak bisa menahan amarahnya dan menampar wajah putrinya.
Setelah ditampar dengan keras, Mona memegang pipinya dan terdiam.
Tak lama kemudian, dia akhirnya kembali sadar.
Saat ini, dia tidak lagi memiliki air mata, dia hanya memiliki rasa sedih yang mendalam.
Mona menatap kedua orang tuanya dan menggelengkan kepalanya. "Aku nggak bisa tinggal di keluarga ini lagi, lakukan saja apa yang kalian mau."
Setelah itu, Mona pun pergi tanpa melihat ke belakang.
Kevin agak menyesal, tetapi Dinda tiba-tiba berkata, "Jangan pedulikan dia. Setelah beberapa hari, dia pasti akan kembali."
Surya mengerutkan keningnya. "Aku pergi dulu. Besok pagi, jangan lupa untuk pergi ke kantor catatan sipil."
Setelah mengatakan itu, Surya pun bergegas pergi.
Dinda mendengus. "Kalau besok kamu berani nggak datang, aku akan mematahkan kakimu."
"Pak Adhi." Kevin tersenyum dan berkata, "Aku dan istriku akan pergi beristirahat dulu. Kamu ngobrol saja dengan Maya, kami nggak akan mengganggu kalian."
Setelah itu, Kevin menarik Dinda pergi. Mereka berdua cepat-cepat kembali ke kamar mereka.
Sebuah senyum muncul di wajah Adhi. Kemudian, dia memeluk Maya dan membawanya ke kamar. Dia segera mendorong Maya ke tempat tidur dan dengan nafsu membuka bajunya.
Namun, Maya cepat-cepat menghentikannya dan berkata, "Jangan sekarang, tunggu kita menikah dulu, ya?"
Mendengar ini, Adhi pun tidak memaksanya. "Asalkan kamu senang, aku dapat menahan diriku."
"Jangan donk." Maya menggodanya dan berkata, "Cepat atau lambat, aku akan menjadi milikmu. Untuk apa buru-buru. Katakan padaku, kapan kita akan mengadakan pernikahan?"
"Beberapa hari lagi. Begitu kamu bercerai dengan pecundang itu, aku akan segera mengatur pernikahannya," jawab Adhi tanpa ragu.
Mendengar ini, Maya merapatkan dirinya ke dada Adhi. "Aku mencintaimu, Adhi."
"Aku juga mencintaimu, Maya."
Kebahagiaan memenuhi wajah Maya dan kebijakan berkilat di mata Adhi.
Setelah meninggalkan Keluarga Lintang, Surya menyusuri jalan dan mengirim sebuah pesan pada Mona. Dia meminta Mona untuk menenangkan dirinya di suatu tempat dan jangan berkeluyuran.
Mungkin kemampuan Mona tidak begitu hebat, tetapi wanita itu masih muda dan kemampuannya masih dapat dikembangkan.
Rasa keadilan dan kepolosan Mona sangat dihargai oleh Surya. Kelak, orang seperti Mona pasti akan dia berikan jabatan penting.
Surya masih menyusuri jalan dengan perlahan, sambil merenungkan masalah-masalah yang akan datang.
Tanpa disadari, dia telah berjalan selama 1 jam lebih.
Tiba-tiba, terdengar sebuah teriakan dari jalan.
Surya menoleh dan melihat seorang anak berusia 4 atau 5 tahun yang entah kenapa berdiri di tengah jalan. Kemudian, tampak sebuah mobil akan menabrak anak itu.
Meskipun sang pengemudi sudah menginjak rem, jaraknya terlalu dekat. Nyawa anak itu pun masih berada dalam bahaya.
Ketika melihatnya, Surya langsung membuat keputusan.